Pengasuh pondok pesantren yang menjadi terpidana kasus asusila di Kulon progo, Sirodjan Muniro meninggal dunia. Almarhum meninggal setelah sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wates karena sakit.
"Iya betul mas, Pak KH Sirodjan Muniro wafat kemarin. Beliau meninggal di RSUD Wates karena sakit," ucap Kepala Rutan Kelas IIB Wates, Kulon Progo, Erik Murdianto saat dimintai konfirmasi wartawan, Rabu (8/5/2024).
Pria bernama lengkap KH M Sirodjan Muniro Abdurrahman itu meninggal pada usia 62 tahun di RSUD Wates pada Selasa (7)5) sekitar pukul 12.00 WIB. Dia diketahui memiliki riwayat penyakit diabetes.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jenazah Sirodjan akan dimakamkan hari ini di Komplek Pondok Pesantren Nurul Haromain, Sentolo, Kulon Progo pada pukul 14.00 WIB.
Erik mengatakan Sirodjan merupakan salah satu warga binaan yang mencolok di Rutan Kelas IIB Wates, Kulon Progo. Selama menjalani masa tahanan, almarhum kerap diperbantukan untuk kegiatan pembinaan agama Islam bagi warga binaan lain.
"Ya kurang lebih seperti itu. Beliau ini senantiasa menjadi duta pembinaan kepribadian di rutan, menjadi guru madrasah At-Taqwa rutan dan senantiasa khatamkan Al-Qur'an selama beliau jalani pidana," terangnya.
Kasus Sirodjan
Sirodjan sempat menjadi perbincangan publik lantaran terseret kasus asusila pada 2021 lalu. Setahun berselang, pengasuh pondok pesantren di Sentolo, Kulon Progo, ini divonis 8 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Wates.
Dia dinyatakan bersalah terkait kasus pencabulan santrinya. Sidang vonis disampaikan dalam sidang daring yang digelar di PN Wates, Selasa 31 Mei 2022 silam.
Berdasarkan pertimbangan hukum, majelis hakim memutuskan bahwa Sirodjan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membujuk anak untuk melakukan perbuatan cabul dengannya secara terus menerus sebagai perbuatan yang dilanjutkan sebagaimana dalam dakwaan tunggal.
Atas hal itu, majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda Rp50 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua) bulan.
Vonis ini sesuai dengan yang tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Sirodjan dengan Pasal 82 ayat (1) dan ayat (2) Undang Undang No.17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menjadi Undang Undang Jo Pasal 76E Undang Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kasus pencabulan ini menimpa seorang santriwati berusia 15 tahun asal Kota Jogja. Korban telah mondok selama 1 tahun di Pondok Pesantren yang berlokasi di wilayah Sentolo. Pondok itu diasuh oleh Sirodjan.
Kejadian pencabulan bermula pada April 2021 saat korban bersama terdakwa melakukan perjalanan dari Jogja dengan mengendarai mobil. Saat itulah terdakwa melakukan pencabulan di dalam mobil.
Selanjutnya pada Mei 2021 terdakwa memanggil korban ke rumah tinggalnya kemudian melakukan aksi serupa. Kasus ini baru terkuak setelah korban curhat dengan temannya sesama santri di pondok tersebut. Dari curhatan ini kemudian dilaporkan ke seorang petinggi pondok yang memilki jabatan lurah ponpes.
Oleh sosok lurah ponpes ini, korban disarankan untuk bercerita ke orang tuanya. Dari situ orang tua korban kemudian melapor ke polisi pada Senin (27/12/2021) silam.
(apu/apu)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan