Monyet Teror Permukiman di Sleman, BPPTKG Pastikan Tak Terkait Gunung Merapi

Monyet Teror Permukiman di Sleman, BPPTKG Pastikan Tak Terkait Gunung Merapi

Dwi Agus - detikJogja
Senin, 06 Mei 2024 16:49 WIB
Penampakan monyet di Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Senin (6/5/2024)
Penampakan monyet di Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Senin (6/5/2024) Foto: dok. IG Merapi Uncover
Jogja -

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Jogja Agus Budi Santoso memastikan tak ada peningkatan aktivitas Gunung Merapi. Pernyataan ini guna menjawab isu soal teror monyet ekor panjang (MEP) ke permukiman warga di Ngaglik, Sleman.

Agus menuturkan status Gunung Merapi hingga saat ini masih Level III atau Siaga. Dia menyebut tetap ada aktivitas kegempaan maupun guguran di Merapi, namun fenomena ini masih terbilang wajar.

"Tidak ada gejolak peningkatan aktivitas Gunung Merapi. Catatan terakhir hingga jam 12.00 WIB siang ini ada 13 guguran, 11 multi phase dan 1 gempa vulkanik dangkal. Ini normal," jelas Agus Budi saat dihubungi melalui telepon, Senin (6/5/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia memastikan suhu udara di kawasan puncak Gunung Merapi masih normal. Pada siang hari mencapai maksimal 28 Β°C, sedangkan pada malam hari tercatat antara 14,5 Β°C hingga 20 Β°C.

Agus Budi menerangkan aktivitas Gunung Merapi ini terbilang masih wajar. Dia meluruskan kabar soal adanya peningkatan suhu di kawasan puncak dan lereng Gunung Merapi yang dituding sebagai pemicu monyet turun ke permukiman warga.

ADVERTISEMENT

"Kalau suhu udara masih tergolong normal baik untuk malam dan siang harinya. Tidak terlalu terik juga kalau siang hari," katanya.

Agus menerangkan luncuran material Gunung Merapi terjadi di sisi selatan dan barat daya. Dia menegaskan luncuran guguran lava maupun awan panas ini tidak sampai ke wilayah ekosistem monyet ekor panjang.

"Kalau luncuran tidak sampai wilayah ekosistem yang di hutan Merapi. Luncuran tetap ada karena suplai magma masih berlangsung yang dapat memicu terjadinya awan panas guguran di dalam daerah potensi bahaya," ujarnya.

Terpisah, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Akhmadi menduga kemunculan monyet tidak terkait aktivitas Gunung Merapi. Dia juga menduga primata ini bukan penghuni lereng Gunung Merapi.

Dalam analisisnya, Akhamadi menuturkan ada sejumlah aktivitas tak wajar. Pertama monyet ekor panjang ini tidak terlihat dalam kawasan besar, kemudian jarak permukiman warga hingga lereng Gunung Merapi sangat jauh.

"Mungkin ini kelompok MEP dari luar kawasan (Gunung Merapi). Dari pengamatan kami memang ada di perengan sungai tapi kalau di Rejodani, Ngaglik ini sangat jauh dari kawasan," kata Akhamadi.

Dalam postingan Instagram @merapi_uncover disebutkan monyet itu terlihat di permukiman warga, Senin (6/5). Lokasinya berada di kawasan Sungai Boyong, Rejodani, Ngaglik, Sleman.

Dalam foto itu hanya terlihat satu ekor monyet ekor panjang yang berada di salah satu pohon milik warga. Dalam unggahan sehari sebelumnya disebutkan ada tiga ekor yang masuk halaman rumah warga.

"Bisa jadi itu kelompok MEP di luar kawasan, atau MEP lepas karena disebut hanya tiga ekor. Kalau kelompok alami MEP (karakternya) tidak demikian," katanya.

Terkait suhu udara di kawasan Gunung Merapi, Akhmadi sepakat dengan BPPTKG Jogja. Kawasan lereng dan puncak Gunung Merapi masih tergolong normal, tidak terlalu terik untuk ekosistem MEP di kawasan tersebut.

Meski begitu, terkait teror monyet ke permukiman warga dia menduga karena kurangnya sumber air. Hal ini diduga terkait dengan fenomena yang terjadi saat musim kemarau.

"Hal ini bisa di balik indikasi saat kemarau tahun lalu, kawanan monyet juga banyak yang turun ke perkebunan atau lahan pertanian masyarakat. Namun saat musim hujan mulai intensif kawanan berkurang atau bahkan tidak turun lagi," jelas dia.




(ams/aku)

Hide Ads