Ketum PBNU Sebut NU Masuki Masa Krusial, Ingatkan Disiplin Organisasi

Ketum PBNU Sebut NU Masuki Masa Krusial, Ingatkan Disiplin Organisasi

Pradito Rida Pertana - detikJogja
Senin, 29 Jan 2024 13:52 WIB
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), KH. Yahya Cholil Staquf saat memberikan sambutan di pembukaan konferensi besar Nahdatul Ulama tahun 2024 dan Halaqah Nasional Strategi Peradaban Nahdatul Ulama, Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Sewon, Bantul, Senin (29/1/2024).
Foto: Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf di Bantul, Senin (29/1/2024). (Pradito Rida Pertana/detikJogja)
Bantul -

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menyebut bahwa saat ini NU memasuki masa yang krusial. Gus Yahya mengingatkan pentingnya disiplin organisasi dan mengikuti keputusan dari kepemimpinan secara tegas.

"Kita memasuki masa-masa yang krusial, masa-masa yang sangat menentukan bagi peran Nahdlatul Ulama ini," kata Gus Yahya saat mengawali sambutan di pembukaan konferensi besar NU tahun 2024 dan Halaqah Nasional Strategi Peradaban NU di Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Sewon, Bantul, Senin (29/1/2024).

Menurutnya, NU didirikan sebagai suatu jam'iyah (organisasi) oleh para muassis (pendiri) dengan visi untuk membangun suatu ukhuwah diniyah. Pasalnya, jika NU hanya untuk menyediakan bimbingan keagamaan bagi jemaah, sudah menjadi wadzifahnya (amalan sunnah) para ulama dan kiai jauh-jauh hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tetapi di dalam konteks sejarah yang sangat krusial di tengah satu dinamika menuju perubahan dalam skala peradaban, para muassis memikirkan hal-hal raksasa yang dibutuhkan oleh umat, bukan hanya di Nusantara saja tapi di seluruh dunia," ujarnya.

Bahwa di dalam menghadapi sejarah yang dinamis, kata Gus Yahya, sejarah mendatangkan momentum-momentum yang akan sangat menentukan masa depan seluruh umat manusia. Sehingga pasti dibutuhkan koherensi di antara pemangku agama ini tentang bimbingan apa yang harus disediakan kepada umat.

ADVERTISEMENT

"Jadi wajar jika di antara sekian banyak ulama seringkali di dalam menghadapi berbagai masalah terjadi perbedaan-perbedaan pandangan," ucapnya.

"Tapi di saat-saat yang sangat menentukan pasti dibutuhkan konsolidasi secara keseluruhan. Sehingga dibutuhkan suatu otoritas keagamaan yang bisa mempersatukan pandangan-pandangan dan membawa seluruh kekuatan jamaah dalam satu strategi bersama yang koheren," lanjut Gus Yahya.

Akan tetapi, lanjutnya, dari dulu NU mengenal tentang peran hakim yang bisa mempersatukan perbedaan-perbedaan. Maka NU sebetulnya didirikan untuk membangun satu fungsi hakim yang bisa mempersatukan perbedaan-perbedaan apa pun yang terjadi di kalangan umat dalam kerangka ahlussunnah wal jama'ah.

"Maka saya ingin ingatkan, khususnya kepada teman-teman pengurus, jajaran pengurus mulai PBNU sampai ke ranting untuk senantiasa memperhatikan disiplin organisasi dengan mengikuti secara tegas, secara teguh, kepada keputusan kepemimpinan sebagai hakim yang menyelesaikan perbedaan apa pun di antara kita semua," tegasnya.

Di sisi lain, Gus Yahya menyoroti bahwa saat ini NU menyaksikan mulai dari tingkat domestik sampai global muncul dinamika yang penuh dengan tantangan dan kerawanan bagi semua.

"Kita menyaksikan secara domestik ada pertarungan antara kepentingan-kepentingan kelompok yang berbeda-beda. Tetapi ada tuntutan yang luar biasa penting, yang luar biasa berat untuk ditanggungkan oleh sesepuh bangsa ini sebagai kepentingan bangsa dan negara," ujarnya.

"Karena ada tantangan-tantangan yang harus diatasi bersama, dan waktu yang tersedia untuk kita semua tidak banyak," imbuh Gus Yahya.

Demikian juga di tingkat global, Gus Yahya menyebut ada dinamika yang luar biasa. Di mana apabila bangsa-bangsa ini tidak dapat menemukan satu arah yang tepat ke masa depan bakal ada ancaman yang nyata dan serius terhadap kedaulatan dari bangsa-bangsa dan kedaulatan dari manusia-manusia sebagai warga-warga bangsa itu.

"Di tengah kecenderungan semakin longgarnya, bahkan runtuhnya perbatasan fisik dan geografis diikuti dengan tumbuhnya kekuatan-kekuatan besar dengan apa? Kita harus bertahan untuk menjaga kedaulatan kita bersama. Dalam keadaan seperti ini tidak ada jalan lain bagi kita selain memperkuat bangsa dan negara kita ini sebagai kubu di dalam menjaga kedaulatan kita bersama," katanya.

Gus Yahya juga meminta kepada warga Nahdliyin berperan nyata di tengah dinamika domestik sampai global.

"Nahdlatul Ulama di dalam dua arena ini harus mampu berperan dengan nyata bukan hanya hura-hura," kata Gus Yahya.

"Apalagi cuma hura-huranya anak-anak yang nguber layangan pedot (mengejar layangan putus). Karena kita mesti melihat, bahkan kecenderungan dalam diri kita, banyak di antara kita yang masih terobsesi mengejar layangan putus," ujarnya.

"Senang rame-ramenya tapi kasilnya (hasilnya) susah, orang mengejar layangan putus itu kasilnya susah. Tiwas grudag grudug, lari-lari ke sana kemari ternyata nyangkut di pohon kelapa, repot naiknya," lanjut Gus Yahya.

Bahkan, jika berhasil mendapatkan layangan putus itu pasti ujungnya hanya akan terjadi perebutan saja. Di mana hasilnya para pengejar layangan itu tidak bisa menaikkan lagi layangan.

"Kalau kasil, layangan itu dipakai rebutan sehingga modal madul (rusak) tidak bisa dinaikkan lagi, menjadi tidak berguna," ucapnya.

Untuk itu, Gus Yahya meminta warga Nahdliyin mengubah cara kerja tersebut. Pasalnya NU memiliki peran yang tidak kecil dalam berbangsa dan bernegara.

"Kita harus ubah cara kerja ini menjadi cara kerja yang lebih strategis karena kita punya tanggung peran yang tidak kecil, yang tidak ringan," ucapnya.

"Kita harus memacu kinerja untuk mengawal kemenangan Indonesia. Karena di tengah tantangan sejarah, tantangan berskala peradaban ini Indonesia harus menang, supaya kita semua tetap berdaulat," katanya.




(apu/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads