Kasus lurah dan pamong kalurahan di Kapanewon Ngaglik yang diduga tidak netral dalam pemilu memasuki babak baru. Hasil kajian Bawaslu Kabupaten Sleman menyebut ada potensi pelanggaran netralitas.
Ketua Bawaslu Sleman Arjuna Al Ichsan Siregar mengatakan, dari hasil kajian disebutkan ada potensi dugaan pelanggaran netralistas terkait dengan lurah dan perangkat desanya. Hal ini, kata Arjuna, bisa masuk dalam pelanggaran sebagaimana diatur dalam undang-undang desa.
Bawaslu kemudian meneruskan kasus ini ke Bupati Sleman dan dinas terkait sebagai pembina aparatur desa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hasil kajian kami melihat ada kehadiran lurah, perangkat desa di situ yang ini mungkin perlu diklarifikasi lebih lanjut oleh Pemkab Sleman terkait dengan potensi dugaan pelanggaran netralitas lurah dan perangkat desa," kata Arjuna kepada wartawan, Selasa (2/1/2024).
Dia menjelaskan dari hasil kajian, diketahui bahwa lurah tersebut ikut dalam kegiatan dan memberikan sambutan. Selain itu, lurah tersebut juga memfasilitasi caleg dengan memberikan ruang transit di kediaman pribadi.
"Ya karena lurah ini juga sempat memberikan sambutan, kemudian caleg-caleg ini datang dan transit di rumah pak lurah," jelasnya.
Sementara untuk pamong kalurahan lain yang terlibat, yakni oknum yang mengkoordinir acara. Termasuk berkoordinasi dengan caleg dan membahas teknis acara.
"Kami melihat ini ada tindakan aktif dari perangkat desa maupun lurah terkait kegiatan ini. Nah itu yang perlu dikaji lebih lanjut oleh pemerintah kabupaten apakah ini juga patut diduga pelanggaran netralitas atau tidak. Makanya silakan kewenangannya kami serahkan ke kabupaten untuk menindaklanjutinya," ujarnya.
Sebelumnya, Bawaslu Kabupaten Sleman tengah menyelidiki kasus dugaan lurah dan pamong kalurahan di wilayah Kapanewon Ngaglik yang tidak netral. Keduanya diduga ikut dalam kegiatan kampanye beberapa waktu lalu.
"Ada lurah dan perangkat desa. Salah satu kalurahan di Kapanewon Ngaglik," kata Ketua Bawaslu Sleman Arjuna Al Ichsan Siregar saat dihubungi wartawan, Jumat (22/12/2023).
Arjuna menjelaskan kasus ini bermula saat adanya kegiatan senam massal yang difasilitasi oleh perangkat kalurahan. Namun, dalam kegiatan itu ada caleg yang kemudian berkampanye dan bahkan bagi-bagi sembako. Padahal sebelumnya tidak ada pemberitahuan kepada bawaslu maupun kepolisian.
"Bentuknya senam massal, senam ini kan selalu difasilitasi perangkat desa ini. Tiba-tiba ada caleg yang nimbrung di situ. Nggak ada pemberitahuan kampanye ke kepolisian dan Bawaslu, tiba-tiba di situ kampanye, bagi-bagi sembako. Kalau calegnya dari DPR RI, Provinsi, Kabupaten, ada empat caleg," ujarnya.
(apu/apu)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
Siapa yang Menentukan Gaji dan Tunjangan DPR? Ini Pihak yang Berwenang