Sederet Tuntutan Massa yang Disuarakan dalam Aksi 'Gejayan Kembali Memanggil'

Round Up

Sederet Tuntutan Massa yang Disuarakan dalam Aksi 'Gejayan Kembali Memanggil'

Tim detikJogja - detikJogja
Minggu, 17 Des 2023 07:00 WIB
Suasana aksi Gejayan Kembali Memanggil di simpang tiga Jalan Gejayan, Depok, Sleman, Sabtu (16/12/2023)
Foto: Suasana aksi 'Gejayan Kembali Memanggil' di simpang tiga Jalan Gejayan, Depok, Sleman, Sabtu (16/12/2023) (Jauh Hari Wawan/detikJogja)
Jogja -

SMassa dari mahasiswa dan elemen masyarakat tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) menggelar aksi bertajuk 'Gejayan Kembali Memanggil'. Aksi berlangsung di simpang tiga Jalan Gejayan, Depok, Sleman.

Berdasarkan pengamatan detikJogja (16/12/2023), massa aksi melakukan long march bundaran UGM dan berhenti di simpang tiga Gejayan sekitar pukul 14.31 WIB. Mereka kemudian berdiri melingkar di tengah simpang dan berorasi.

Mereka membawa berbagai macam spanduk, seperti 'Nawa Bencana Jokowi' lengkap dengan 9 poin dosa Jokowi. Kemudian ada spanduk bergambar Munir dengan tulisan 'Lawan!' di bawahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam aksi 'Gejayan Kembali Memanggil' tersebut, massa menyuarakan sejumlah tuntutan. Berikut rangkumannya oleh detikJogja.

Upah Buruh yang Layak

Humas ARB, Restu Baskara mengungkapkan salah satu tuntutan yang mereka suarakan mengenai upah buruh yang mereka anggap masih belum layak. Bahkan, jauh dari kata layak.

ADVERTISEMENT

"Dengan adanya upah murah itu kemudian menyengsarakan kelas pekerja di Indonesia apalagi kenaikan upah tidak sampai 10 persen, kami menolak diterapkannya upah murah di Indonesia. Kami meminta kepada negara untuk menyejahterakan kaum buruh kelas pekerja di Indonesia yang sampai sekarang masih terlunta-lunta atas kondisi ekonomi yang terjadi," kata Restu di sela-sela aksi.

Pendidikan Gratis

Tuntutan lain yang mereka utarakan mengenai pendidikan. Restu menyatakan, massa meminta supaya negara bisa mewujudkan akses pendidikan gratis yang bisa dijangkau masyarakat.

"Karena pendidikan gratis adalah tanggung jawab negara yang sudah sesuai dengan konstitusi. Ini adalah tugas dari negara untuk mencerdaskan untuk seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mewujudkan pendidikan gratis," ujarnya.

Soroti Praktik Demokrasi yang Khianati Amanat Reformasi

Restu melanjutkan, mereka juga menyoroti praktis demokrasi yang sedang dilakukan para elite politik. Massa menilai, para elite menerapkan kolusi dan nepotisme yang justru mengkhianati amanat reformasi.

"Rakyat Indonesia sudah muak dengan tindakan elit-elit politik yang korupsi yang kemudian menerapkan kolusi nepotisme. Kami tahu bahwa di MK itu adalah produk reformasi tapi elite politik sekarang justru mengkhianati amanat dari reformasi yang sudah diperjuangkan dari 98 sampai sekarang," tuturnya.

Restu melanjutkan, demokrasi di Indonesia hari ini yang dipertontonkan oleh elite-elite politik dan pejabat publik merupakan dagelan yang konyol.

"Artinya ini adalah tugas kita bagaimana mengubah keadaan itu, mengkritik rezim hari ini yang neolib, kapitalistik, korup yang menindas rakyat," imbuhnya.

Suasana aksi 'Gejayan Kembali Memanggil' di simpang tiga Jalan Gejayan, Depok, Sleman, Sabtu (16/12/2023)Suasana aksi 'Gejayan Kembali Memanggil' di simpang tiga Jalan Gejayan, Depok, Sleman, Sabtu (16/12/2023) Foto: Jauh Hari Wawan/detikJogja

Jokowi Dianggap Mengkhianati Rakyat

Terpisah, humas ARB lainnya, Dewa Adi Wibawa menambahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mereka sebut bukan mengkhianati partai politik. Justru, Jokowi tengah mengkhianati rakyat lewat manuver politik dan pembungkaman berekspresi melalui para pendukungnya.

"Jokowi memang selama ini dinarasikan sebagai pengkhianat tapi dalam hal ini Jokowi tidak mengkhianati partai politik apapun, Jokowi mengkhianati rakyat, mengkhianati cita-cita reformasi dengan melakukan kejahatan demokrasi, menghancurkan demokrasi dengan bentuk kriminalisasi aktivis, penangkapan aktivis, membungkam kebebasan bersuara," kata Dewa.

Dia menilai dalam hal ini Jokowi sudah mengkhianati reformasi. Alasannya, di masa pemerintahan Jokowi lah KPK dilemahkan.

"Bukti kedua adalah bagaimana melihat manuver dia dalam melemahkan KPK, Undang-Undang KPK adalah bukti manuver Jokowi dan sirkelnya telah membuat KPK tidak lagi menjadi lembaga independen, tapi lembaga subordinat di bawah eksekutif," bebernya.

Selain itu, Dewa juga menyoroti manuver Jokowi di MK guna memuluskan jalan anaknya, Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi cawapres.

"Berikutnya manuver dia terkait dengan MK, bagaimana adik iparnya dipergunakan sedemikian rupa hingga akhirnya Gibran anaknya muncul sebagai cawapres instan dan terbukti memang Anwar Usman melakukan pelanggaran etik," urainya.

"Jadi artinya Jokowi tidak mengkhianati partai, Jokowi mengkhianati reformasi dan rakyat," pungkasnya.




(apu/apl)

Hide Ads