Gubernur DIY Selalu Dijabat Sultan, Ini Bunyi Amanat UU Keistimewaan

Gubernur DIY Selalu Dijabat Sultan, Ini Bunyi Amanat UU Keistimewaan

Nur Umar Akashi - detikJogja
Senin, 04 Des 2023 16:06 WIB
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X angkat bicara soal komentar Ade Armando mengenai politik dinasti di DIY, Senin (4/12/2023).
Ilustrasi Gubernur DIY selalu dijabat Sultan, ini bunyi amanat UU Keistimewaan. Foto Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Senin (4/12/2023).Foto: Adji G Rinepta/detikJogja
Jogja -

Terdapat perbedaan antara Jogja dan wilayah lainnya dalam hal keistimewaan mengatur daerahnya sendiri. Salah satu perbedaannya adalah tidak adanya Pilkada atau pemilihan kepala daerah dalam hal ini gubernur dan wakil gubernur yang selalu dijabat oleh Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 adalah peraturan yang mengatur tentang keistimewaan Provinsi DIY. Aturan yang disahkan pada 31 Agustus 2012 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut menjelaskan bahwa DIY memiliki keistimewaan untuk beberapa hal, seperti tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang gubernur dan wakil gubernur.

Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan singkat mengenai bunyi UU Keistimewaan DIY.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertimbangan Penetapan UU No. 13 Tahun 2012

Salah satu bunyi pertimbangan dalam UU No 13 Tahun 2012 dalam ayat (a) adalah 'bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang'.

Lebih lanjut, pada poin (b) tertera tulisan sebagai berikut: 'bahwa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman yang telah mempunyai wilayah, pemerintahan, dan penduduk sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 berperan dan memberikan sumbangsih yang besar dalam mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia'.

ADVERTISEMENT

Kedua landasan pertimbangan di atas berguna sebagai bukti bahwa negara (dalam konteks ini pemerintah Indonesia) mengakui Provinsi DIY memiliki keistimewaannya tersendiri.

Hal ini semakin diperkuat dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta. UU tersebut mengatur pembentukan DIY yang memiliki status istimewa agar dapat mengurus urusan rumah tangganya sendiri.

Kewenangan Provinsi DIY untuk Mengatur Urusan Pemerintahannya

Dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 UU No 13 tahun 2012, dijelaskan bahwa DIY adalah daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Keistimewaan ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam ayat 2 yang berbunyi 'keistimewaan adalah keistimewaan kedudukan hukum yang dimiliki oleh DIY berdasarkan sejarah dan hak asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa'.

Kewenangan istimewa adalah wewenang tambahan tertentu yang dimiliki DIY selain wewenang sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah.

Lebih lanjut, dalam pasal 7 ayat 1, dijelaskan bahwa kewenangan DIY sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam urusan pemerintahan daerah DIY. Kewenangan dalam urusan keistimewaan yang dimaksud dalam ayat 1 tersebut kemudian dirincikan dalam ayat 2.

Ayat 2 tersebut merinci beberapa kewenangan dalam urusan keistimewaan yang dimiliki DIY sebagai berikut:

  • Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur
  • Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY
  • Kebudayaan
  • Pertanahan
  • Tata ruang

Ayat 2 tersebut sebagai bukti tak terbantahkan bahwa Provinsi DIY memang memiliki caranya tersendiri dalam urusan pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang gubernur dan wakil gubernur. Hal ini menjelaskan alasan adanya perbedaan cara pemilihan gubernur di DIY dengan wilayah lainnya.

Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur untuk Provinsi DIY

Dalam Bab IV pasal 18 ayat 1, dijelaskan beberapa syarat untuk menjadi calon gubernur dan calon wakil gubernur Provinsi DIY. Berikut penjabarannya:

  • Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  • Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Pemerintah.
  • Bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur dan Adipati Paku Alam untuk calon wakil gubernur.
  • Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat.
  • Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun.
  • Mampu secara jasmani dan rohani berdasar hasil pemeriksaan dari tim dokter atau RS pemerintah.
  • Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasar putusan pengadilan yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih, atau sudah menjalani masa hukuman dan mengumumkan secara jujur kepada publik.
  • Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasar putusan pengadilan.
  • Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan.
  • Tidak memiliki tanggungan utang baik perorangan atau badan hukum yang merugikan keuangan negara
  • Tidak sedang dinyatakan pailit berdasar putusan pengadilan.
  • Memiliki NPWP.
  • Menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak.
  • Bukan anggota partai politik.

Keseluruhan syarat tersebut tentunya memerlukan dokumen pendukung yang nantinya akan diverifikasi dalam proses pencalonan. Untuk prosesi penetapannya sebagai gubernur dan wakil gubernur, berikut urut-urutannya secara ringkas yang dikutip dari pasal 19, 20, 21, 24, dan 25:

  • Kasultanan dan Kadipaten mengajukan Sultan HB dan Adipati Paku Alam yang bertahta untuk dijadikan calon gubernur dan wakil gubernur.
  • Prosesi verifikasi berkas calon gubernur dan calon wakil gubernur oleh panitia khusus.
  • Penyelenggaraan rapat paripurna oleh DPRD DIY untuk pemaparan visi dan misi.
  • Penetapan Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam yang bertahta sebagai gubernur dan calon gubernur.

Masa jabatan keduanya adalah 5 tahun terhitung sejak pelantikan. Keduanya tidak terikat oleh aturan 2 kali masa jabatan sebagaimana tercantum dalam pasal 25 UU No. 13 tahun 2012. Artinya, keduanya boleh menjabat lebih dari dua kali masa jabatan 5 tahun.

Karena keistimewaannya ini, maka Provinsi DIY selalu dipimpin oleh seorang Sultan Hamengku Buwono dari Kasultanan Ngayogyakarta dan Adipati Paku Alam dari Kadipaten Pakualaman.

Nah, itulah bunyi keistimewaan Provinsi DIY dalam urusan pemerintahan yang tercantum pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2012. Semoga bermanfaat, ya, detikers!




(cln/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads