Ayah Mirna Salihin Dilaporkan ke Polda Metro Jaya, Kasus Apa?

Nasional

Ayah Mirna Salihin Dilaporkan ke Polda Metro Jaya, Kasus Apa?

Tim detikNews - detikJogja
Selasa, 07 Nov 2023 18:32 WIB
Ayah Mirna Usai Putusan Sela --- Darmawan Salihin usai mengikuti sidang putusan sela pada kasus pembunuhan putrinya Mirna Salihin  di di PN Jakarta Pusat, Selasa (28/6/2016) dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso.
Ayah Mirna Salihin Dilaporkan ke Polda Metro Jaya, Kasus Apa? (Foto Edi Darmawan Salihin Ayah Mirna: Ari Saputra)
Jogja -

Ayah mendiang Mirna Salihin yang tewas akibat kopi sianida, Edi Darmawan Salihin, dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Edi dipolisikan terkait dugaan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh karyawannya.

Dilansir detikNews, tak hanya Edi Darmawan Salihin, ada tiga orang lain yang merupakan direktur dan komisaris perusahaan PT FICC yang dipolisikan. Mereka yakni Made Sandy Salihin (putri Dermawan)m Ni Ketut Sianti, dan Febriana Salihin.

Laporan itu dibuat mantan karyawannya, Wartono (57) dan teregister dengan nomor LP/B/5743/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 26 September 2023.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"(Dilaporkan atas) Pasal 185 juncto Pasal 156 Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023. Terlapor para direksi atau pemegang saham PT Fajar Indah Cakra Cemerlang. Kira-kira seperti itu (ayah Mirna terlapor)," kata kuasa hukum korban, Manganju Simanulang, kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Selasa (7/11/2023).

Awal Mula Kasus

Kasus PHK sepihak itu terjadi pada awal 2018. Karyawan pun sempat menanyakan alasan PHK itu kepada direksi yang kemudian dijawab untuk efisiensi.

ADVERTISEMENT

"Kalau alasan PHK-nya waktu itu singkatnya efisiensi. Tapi kalau ditelusuri ke belakang, waktu itu ada ketidakstabilan pembayaran gaji terhadap sehingga karyawan melakukan demonstrasi, waktu itu, dan akhirnya terjadi pemutusan sepihak oleh karyawan," kata Manganju Simanulang.

Karyawan yang merasa dirugikan sebelumnya menggugat perusahaan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Putusan Pengadilan PHI Jakarta No. 206/Pdt. Sus PHI/2018/PN JKT PST tanggal 18 Oktober 2018, memutuskan perusahaan diharuskan membayar uang pesangon sebesar Rp 3,5 miliar kepada 38 karyawan yang dikenai PHK. Namun, hingga kini, uang pesangon tersebut tak kunjung dibayarkan.

"Sudah ada putusan dari pengadilan yang berkekuatan hukum tetap bahwa perusahaan dihukum untuk membayar pesangon kepada 38 orang karyawan tersebut. Tapi hingga saat ini, sudah 5 tahun, perusahaan belum juga membayarkan apa yang jadi kewajibannya bagi para karyawan. Totalnya perusahaan dihukum untuk membayar Rp 3,5 miliar, kurang lebih untuk 38 orang karyawan," jelasnya.

Gaji Tak Lancar

Terpisah, korban bernama Wartono mengaku sudah bekerja 21 tahun di perusahaan tersebut. Dia menyebut sistem penggajian semula berjalan normal.

"Saya bekerja sudah 21 tahun, kerja sebagai kurir bagian lapangan. Awalnya perusahaan lumayan lancar, penggajian lancar sampai beberapa tahun. teman-teman kantor juga kekeluargaan," kata Wartono saat ditemui di Polda Metro Jaya, Selasa (7/11).

Wartono mengatakan memasuki 2017, setelah kasus Kopi Sianida menimpa Mirna, sistem pengajian di perusahaan mulai terkendala. Saat itu gaji yang diberikan perusahaan kepada karyawan mulai tersendat.

"Saya juga sempat negor Pak Edi. 'Pak, ini kalau cara penggajian begini, karyawan nggak bisa makan, ada yang nyicil motor, ada yang rumah juga'. Pak Edi sendiri sempat bilang, 'Entar, 3 bulan kemudian akan lancar kembali'," kata Wartono.

"Tiga bulan lewat tetap juga begitu, sampai hampir setahun kurang lebih delapan bulan penggajian nggak normal. Sampai puncaknya PHK besar-besaran 2018, Februari 21 kantor sudah tutup, nggak ada kegiatan," tambahnya.

Wartono mengaku tak menuntut pesangon tersebut dibayarkan sepenuhnya. Namun dia berharap para terlapor tidak lepas dari tanggung jawab dan memberikan pesangon kepada para korban.

"Harapan sih ada, mudah-mudahan Pak Edi mendengar keluhan karyawan ini, selama ini kita nuntut. bukalah hati nurani, ayo kita duduk atau kita negosiasi, nggak harus Rp 3,5 M atau gimana. Ada berapanya, yang penting ada negosiasi, ada pertemuan. Yang saya sayangkan kan begitu," tutur Wartono.

Respons Edi Darmawan Salihin

Di sisi lain, Edi Darmawan Salihin buka suara soal kasus yang membuatnya dipolisikan ini. Dia tak mempermasalahkan soal pelaporan ini.

"Jadi kita karyawannya ini 4.870 tepatnya, sekarang yang masih mau minta-minta sama saya duit karena, lihat, saya punya gedung banyak, padahal laku juga belum, mau minta tambahan. Emang itu orang-orang lama, cuma kita sudah ngasih gede-gede dia. Emang dasar boros aja make duitnya," kata Edi saat dihubungi.

Edi lalu menjelaskan soal klaim PHK sepihak yang membuatnya dilaporkan itu. Dia menyebut para pelapor lah yang pertama kali lepas tanggung jawab. Oleh karenanya, perusahaan memutuskan PHK.

"Yang bubarin itu jasa kurir saja itu mereka sendiri. Lima hari nggak masuk, ngambil uang harian tapi nggak dijalankan tugasnya, saya bubarin. Dia nantang, dia pikir saya nggak berani kali. Mereka yang bubarin sendiri. Lima hari nggak masuk, ngambil uang harian, dia bubarin itu PT. Dia pikir saya takut, dia nantangin, saya bubarin sekalian," jelasnya.

Edi menambahkan sebelumnya juga sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait kasus serupa. Hanya saja, menurutnya, surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 sudah dikeluarkan lantaran pesangon sudah dibayarkan.

"Pelaporan pertama di Krimsus di bagian Sumdaling itu sudah selesai, kita sudah dapat surat SP3-nya, bahkan sudah sampai P21, berarti sudah nggak ada apa-apa lagi. Terus disnaker, Jamsostek, jaminan hari tua JHT kita bayarin semua," ujarnya.

Lihat juga Video 'Ayah Mirna: Fakta Sudah Terkuak, Luar Biasa Allah':

[Gambas:Video 20detik]

(ams/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads