Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menyebut sebagian pelaku politik orang Indonesia tak siap menerima kekalahan. Itu sebabnya, berdasarkan pengalaman sebelumnya, banyak gugatan ke MK pasca-pemilu.
"Perlu diketahui, sebenarnya Indonesia itu negara yang jauh lebih mapan penyelesaian persoalan pemilunya dibandingkan dengan guru demokrasi (Amerika Serikat). Kesadaran mereka menerima hasil pemilu itu tidak seperti warga negara Indonesia. Kalau kita, dibawa ke MK, diputus oleh MK, maka akan diterima dengan damai, walaupun tetap tak semua terpuaskan oleh putusan itu," kata Saldi dikutip dari website MK, Minggu (17/9/2023), dilansir detikNews.
"Hal yang rawan di Indonesia justru mengenai pelaku politik kita yang sebagian tidak siap menerima kekalahan. Padahal menang itu hanya salah satu cara saja untuk berpartisipasi pada negara," sambung Saldi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ilustrasinya, menurut Saldi, jika ada 4 pasangan capres/cawapres, maka pasti hanya 1 pemenang. Tiga lainnya kalah. Atau daerah pemilihan (dapil) dengan kuota 10 kursi dan calegnya 400 orang, sudah pasti 390 orang akan tersisih.
Salah satu upaya MK menghadapi tahun politik 2024 adalah membekali para pihak dengan bimbingan teknis hukum acara MK. Kegiatan tersebut diberikan kepada pengurus dan anggota partai politik nasional peserta pemilu, partai politik lokal di Aceh, dan bahkan kepada penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu.
"Hal yang perlu diingat oleh pelaku politik nasional bahwa pemilu hanya alat, sehingga janganlah alat tersebut yang merusak kehidupan dalam bernegara. Berperkara ke MK pun demikian, jadikan sebagai sarana untuk berpolitik, berhukum, dan bernegara dengan baik sesuai dengan nilai-nilai kebenaran," ucap Saldi.
Selengkapnya baca di detikNews.
(trw/trw)
Komentar Terbanyak
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu
Tiba di Reuni Fakultas Kehutanan, Jokowi Disambut Sekretaris UGM