TPA Piyungan Tutup, Pemulung Sambat Penghasilan Turun

TPA Piyungan Tutup, Pemulung Sambat Penghasilan Turun

Pradito Rida Pertana - detikJogja
Selasa, 25 Jul 2023 15:56 WIB
Para pemulung yang tengah mengais di gunung sampah TPA Piyungan, Bantul, Selasa (25/7/2023).
Para pemulung yang tengah mengais di gunung sampah TPA Piyungan, Bantul, Selasa (25/7/2023). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng.
Bantul -

Pemulung yang kesehariannya mengais sampai di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, Kabupaten Bantul mengeluhkan penutupan TPA tersebut. Penutupan itu membuat penghasilan para pemulung turun signifikan.

Salah satu pemulung di TPA Piyungan bernama Sarni (60) mengaku penutupan TPA Piyungan sejak tanggal 23 Juli membuatnya rugi. Pasalnya, warga Kapanewon Pleret, Kabupaten Bantul ini menyebut harus membongkar tumpukan sampah lama di gunung sampah TPA Piyungan.

"Rugi, pasca-TPA Piyungan tutup ini rugi. Kenapa? Karena yang mau dipulung apa, wong tidak ada sampah yang masuk. Ini saya cari seadanya di tumpukan sampah lama," katanya kepada detikJogja di TPA Piyungan, Bantul, Selasa (25/7/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para pemulung yang tengah mengais di gunung sampah TPA Piyungan, Bantul, Selasa (25/7/2023).Para pemulung yang tengah mengais di gunung sampah TPA Piyungan, Bantul, Selasa (25/7/2023). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng

Selain itu, dengan tidak adanya sampah yang bisa dipulung membuat penghasilannya menurun. Penurunan, itu kata Sarni, lebih dari 50%.

"Biasanya sehati minimal Rp 25 ribu dapat. Sekarang Rp 10 ribu saja sulit. Kalau per minggu biasanya bisa dapat Rp 200-300 ribu dan minggu ini Rp 100 ribu saja sepertinya tidak sampai," ujarnya.

ADVERTISEMENT

"Apalagi saya kan punya anak yang harus dihidupi. Jadi kalau segitu kan kurang saja penghasilannya," imbuh Sarni.

Sementara itu, salah satu pemilah sampah di TPA Piyungan yakni Sogiyem (52), mengaku saat ini masih melakukan pemilahan sampah. Sampah-sampah itu berasal dari orang-orang dan dibawanya ke TPA Piyungan untuk menjalani pemilahan.

"Ini milah-milah sampah pribadi tapi kebanyakan kok organik. Padahal harga rongsok juga turun sejak sebelum TPA Piyungan tutup, tapi ya tidak apa-apa," ucapnya kepada detikJogja hari ini.

Para pemulung yang tengah mengais di gunung sampah TPA Piyungan, Bantul, Selasa (25/7/2023).Para pemulung yang tengah mengais di gunung sampah TPA Piyungan, Bantul, Selasa (25/7/2023). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng

Warga Pleret, Bantul ini mengaku tutupnya TPA Piyungan belum mempengaruhi penghasilannya. Mengingat dia masih bisa melakukan pemilahan sampah milik warga yang malas memilah sampah.

"Hingga saat ini belum memengaruhi penghasilan saya, karena ini sampah pribadi (bawa sendiri). Kalau yang memulung itu sepertinya mengalami penurunan penghasilan," ujarnya.

Selengkapnya baca di halaman berikut.

Sedangkan Ketua Paguyuban Pemulung Mardiko TPA Piyungan Maryono membenarkan jika penghasilan pemulung turun pasca-TPA Piyungan tutup. Saat ini, kata Maryono, para pemulung hanya memulung sisa sampah yang masih menumpuk di TPA tersebut.

"Iya ada penurunan penghasilan sekitar 30 persen. Karena pemulung yang biasa bisa mengais, mencari rongsok dengan adanya penutupan ini otomatis pemulung tidak bisa memulung. Ya meski masih ada sisa-sisa yang bisa dipulung," ucapnya.

Akan tetapi, kegiatan memulung sampah di TPA Piyungan masih tetap berlangsung. Semua itu karena para pemulung tidak memiliki pekerjaan lainnya.

"Padahal itu sebagai penopang hidup masyarakat sekitar TPA, mereka hanya mengandalkan hidup dengan cari rongsok di TPA. Tapi mau bagaimana lagi, yang penting bekerja," ujarnya.

Kondisi itu membuat jumlah pemulung yang tetap bekerja di TPA itu juga menyusut.

"Jumlah pemulung semuanya sekitar 400 orang, tapi dengan adanya penutupan ini ada pengurangan. Mungkin tinggal 250 orang dan itu saja bergantian datangnya ke sini (untuk memulung). Jadi hampir 50 persen pengurangannya," katanya.


Hide Ads