Rencana penggunaan tanah kas desa (TKD) di Padukuhan Karanggeneng, Umbulharjo, Cangkringan, mendapat berbagai respons dari warga. Sebagian besar warga mengaku menolak rencana itu.
Salah satu warga Karanggeneng, Arif menyatakan rasa ketidaksetujuannya dengan rencana ini.
"Di berita itu bilang sudah disetujuin, yang nyetujuin siapa? Mayoritas tidak setuju, tapi mau nggak mau, boleh nggak boleh, katanya tetap di sini (lokasi TPA sementaranya)," kata Arif saat ditemui wartawan, Selasa (25/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu hal yang membuatnya tak setuju yakni soal dampak lingkungan yang ditimbulkan. Dia khawatir dengan bau yang ditimbulkan karena lokasi TPA sementara itu berjarak sekitar 200 meter dari lokasi rumah terdekat.
"Tidak setuju karena bau, air juga (khawatir tercemar). Yang terdekat Padukuhan Pentingsari, Karanggeneng, dan Gambretan," bebernya.
Warga lainnya, Wagiman, juga menolak rencana ini. Tapi dia tak bisa berbuat banyak sebab tanah yang dia garap merupakan sewa ke pihak Kalurahan Umbulharjo.
"Sebenarnya ya menolak, tapi ya mung ndherek (ikut). Ini kan tanah nyewa bukan punya saya, ya terserah yang punya tanah. Khawatir pencemarannya, dampaknya. Kalau masalah lahan kami tidak punya hak," kata Wagiman.
Dia bilang, rencana pemerintah menggunakan lokasi ini untuk TPA sementara baru disosialisasikan dan dimusyawarahkan beberapa waktu yang lalu. Sepengetahuannya, lokasi itu sebelumnya akan dikembangkan menjadi Kawasan wisata, tapi dalam perjalanannya justru menjadi penampungan sampah.
"Ini program dadakan, dulu bilangnya mau jadi lokasi wisata tapi sekarang jadi ini (tempat penampungan sampah). Semalam itu ada musyawarah tapi belum ada hasil," ucapnya.
Terpisah, Jogoboyo Kalurahan Umbulharjo, Sriyono mengatakan memang ada pro kontra di masyarakat. Akan tetapi perbedaan pendapat itu merupakan hal wajar di masyarakat.
"Respons ada yang setuju, ada yang nggak. Ini sesuatu yang baru, mesti ada pro kontra itu wajar. Karena belum tahu prosesnya atau kekhawatiran tertentu yang belum tentu bisa terjadi. Kalau sudah bicara sampah kan horor, bau, kotor, air lindi. Tetapi secara garis besarnya ada ahlinya untuk mengatasi itu," kata Sriyono kepada wartawan, Selasa (25/7).
Terkait pemilihan lokasi, Sriyono bilang bahwa pemerintah sudah memikirkan dan melakukan kajian segala risikonya. Termasuk melakukan antisipasi dampak lingkungan yang ditimbulkan.
"Mereka itu sudah mengambil alternatif terburuk kenapa bisa sampai di sini. Segala sesuatu kan ada risikonya, mungkin itu risiko terbaik," bebernya.
Lebih lanjut, wilayah Cangkringan merupakan daerah resapan air. Untuk mengantisipasi agar tak mencemari air, Sriyono bilang nantinya di bagian bawah akan dipasang membran. Selain itu, nantinya akan ada bak untuk menampung air lindi.
"Kalau masalah resapan air yang kena dampak kan banyak, tapi kita utamanya bau. Itu saya kira dari teman-teman DLH sudah mengantisipasi," ucapnya.
"Iya ada membran supaya nggak resap ke bawah, nanti kan itu lindi ngalir ada tampungan dan nanti diambil oleh DLH untuk diproses," sambung dia.
Sejauh ini, pemerintah setempat terus melakukan sosialisasi ke warga secara bertahap. Dari pembahasan nantinya akan ada kompensasi untuk warga terdampak. Hanya saja untuk nilai kompensasi dan warga yang mendapat kompensasi masih belum final.
"Kompensasi tentunya nanti nunggu dari semua pihak. Tentunya ada bagian-bagian tertentu apa sih hak-haknya. Kemarin sudah diusulkan untuk kompensasi dengan warga," bebernya.
Pihaknya berharap nantinya setelah TPA Piyungan dibuka, sampah di Karanggeneng bisa dibersihkan. Setelahnya TPS di Karanggeneng Cangkringan ini dipulihkan kembali.
"Waktu juga bisa dipatuhi kalau misal 2 bulan ya sudah 2 bulan, pembersihan kalau butuh 3 bulan ya tidak apa-apa. Kami berharap setelahnya tanah yang digunakan bisa dipulihkan agar bisa ditanami lagi," pungkasnya.
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Amerika Minta Indonesia Tak Balas Tarif Trump, Ini Ancamannya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa