Noda Perih Masih Membekas di Kanjuruhan

2 Tahun Tragedi Kanjuruhan

Noda Perih Masih Membekas di Kanjuruhan

Auliyau Rohman - detikJatim
Selasa, 01 Okt 2024 12:10 WIB
Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan, Memori Kelam Sepakbola Indonesia
2 Tahun Tragedi Kanjuruhan/Foto: Pool
Surabaya -

Dua tahun berlalu sejak tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang pecah. Namun, luka dan duka masih terasa begitu dalam bagi keluarga korban dan masyarakat Indonesia. Peristiwa nahas yang terjadi pada 1 Oktober 2022 itu telah merenggut 135 nyawa dan mencoreng wajah persepakbolaan Tanah Air.

Malam itu, ribuan suporter Arema FC memadati Stadion Kanjuruhan untuk menyaksikan laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1. Tak ada yang menduga, pertandingan sepak bola akan berakhir menjadi tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah sepak bola Indonesia.

Kekalahan Arema FC dengan skor 2-3 dari Persebaya memicu kekecewaan Aremania. Sebagian suporter turun ke lapangan, memicu kekacauan yang berujung pada tindakan aparat keamanan menembakkan gas air mata ke tribun penonton.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tujuan aparat keamanan menembak gas air mata untuk membubarkan suporter. Namun, tembakan gas air mata itu ternyata berubah menjadi malapetaka.

Para penonton panik, mata perih, dan berdesak-desakan menuju pintu keluar stadion. Nahasnya, sejumlah pintu stadion, termasuk Gate 13, tidak sepenuhnya terbuka. Steward atau petugas penjaga pintu juga tidak ada di tempat.

ADVERTISEMENT

Banyak korban jatuh karena sesak napas. Sebagian juga terhimpit dan terinjak-injak karena berusaha menyelamatkan diri dalam kepanikan.

Di pertandingan sepak bola, penggunaan gas air mata sangat tidak dibenarkan. Induk organisasi sepak bola dunia, FIFA, melarang hal tersebut. Itu tertuang pada pasal 19 huruf b dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations.

Dalam situasi rusuh itu, para pemain Persebaya dan ofisial tim langsung meninggalkan lapangan menggunakan kendaraan taktis (rantis). Namun, kendaraan Persebaya terjebak karena di luar Stadion Kanjuruhan juga terjadi kerusuhan.

Sejumlah serangan dilakukan Aremania terhadap rantis yang mengangkut skuad Bajul Ijo. Beruntung seluruh penggawa, pelatih, dan ofisial Persebaya tak ada yang mengalami cedera serius. Persebaya sendiri tiba di Surabaya sekitar pukul 02.00 WIB.

Sementara itu, Stadion Kanjuruhan berubah bak neraka. Sejumlah korban tergeletak tak sadarkan diri. Mobil-mobil polisi terbakar.

Jumlah korban awalnya hanya hitungan jari, lalu mencapai puluhan, hingga akhirnya menyentuh angka 135 orang meninggal sia-sia. Tanggal 1 Oktober 2022 jadi memori paling kelam di dunia sepak bola Indonesia.

Dalam Tragedi Kanjuruhan, Polri juga menetapkan enam tersangka. Mereka adalah Akhmad Hadian Lukita (Direktur Utama PT Liga Indonesia Batu), Abdul Haris (Ketua Panitia Pelaksana Arema FC), Suko Sutrisno (Security Officer), Wahyu Setyo Pranoto (Kabagops Polres Malang), Hasdarman (Danki III Brimob Polda Jawa Timur), dan Bambang Sidik Achmadi (Kasat Samapta Polres Malang).

Tiga tersangka, yakni Akhmad Hadian Lukita, Abdul Haris, Suko Sutrisno, dijerat dengan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 dan/atau pasal 103 ayat 1 juncto Pasal 52 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.

Sedangkan tiga tersangka dari unsur kepolisian, yakni Wahyu Setyo Pranoto, Hasdarman, dan Bambang Sidik Achmadi, dijerat dengan Pasal 359 dan/atau Pasal 360 KUHP.

Ketika dihadapkan ke meja hijau, Wahyu Setyo Pranoto dan Bambang Sidik Achmadi dibebaskan oleh pengadilan tingkat pertama. Sementara Hasdarman dihukum 1 tahun 6 bulan penjara, Abdul Haris dihukum 1 tahun 6 bulan penjara, Suko Sutrisno dihukum 1 tahun penjara. Adapun Akhmad Hadian Lukita dibebaskan karena tidak cukup bukti.

Namun, pada Rabu, 23 Agustus 2023, Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis bebas terhadap Wahyu Setyo Pranoto dan Bambang Sidik Achmadi. MA menjatuhkan vonis 2 tahun 6 bulan kepada Wahyu Setyo Pranoto dan 2 tahun penjara kepada Bambang Sidik Achmadi.




(irb/hil)


Hide Ads