Proses autopsi dua korban Tragedi Kanjuruhan akan dilakukan besok dengan cara ekshumasi. Lalu apa istilah ekshumasi itu?
Proses ekshumasi pernah dilakukan ketika penyidik ingin mengungkap penyebab kematian Brigadir J. Seperti halnya dua korban Tragedi Kanjuruhan, dalam proses itu lebih dulu melewati persetujuan dari keluarga korban.
Rencananya, proses ekshumasi akan dilakukan terhadap jasad Natasya Deby Ramadhani (16) dan Nayla Deby Anggraeni (13), putri dari Devi Athok (43), warga Bululawang, Kabupaten Malang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekshumasi dilakukan di TPU Dusun Patuk, Desa Sukolilo, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang, tempat dua korban dimakamkan pada Sabtu, (5/11/2022).
Dokter spesialis forensik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dr Eriko Prawestiningtyas menjelaskan istilah ekshumasi sendiri merupakan proses penggalian makam. Usai digali, jasad kemudian diangkat dari liang lahat.
Ekshumasi biasanya dilakukan untuk membantu membuat terang suatu perkara. Proses ini harus mendapat izin dari kepolisian dan keluarga.
"Jika untuk membantu membuat terang suatu perkara, otomatis ada pihak yang meminta dalam hal ini penyidik, atau kepolisian setelah penyidikan," ucap dr Eriko kepada wartawan, Jumat (4/11/2022).
Eriko menambahkan selain untuk membantu terangnya suatu perkara yang berujung kematian. Ekshumasi juga bisa dilakukan atas inisiatif keluarga yakni saat ingin memindahkan jenazah dari makam satu ke tempat lain.
"Itu juga ekshumasi istilahnya, sama-sama penggalian jenazah. Jadi sebenarnya ada berbagai macam tujuan, salah satunya bisa saja membuat terang suatu perkara. Tujuan lain bisa saja hanya memindahkan orang yang sudah dimakamkan di tempat sebelumnya," imbuhnya.
Wakil Dekan III FK Universitas Brawijaya ini menjelaskan, khusus untuk ekshumasi yang memerlukan pemeriksaan untuk memastikan penyebab kematian seseorang tentu diperlukan peran dari kedokteran forensik.
"Kalau yang memindahkan makam sebenarnya tidak perlu teman-teman dari kedokteran forensik. kita lakukan terutama untuk satu mendapatkan proses identifikasi ulang. Kedua untuk mendapatkan penjelasan tambahan mengenai kelainan-kelainan yang ditemukan (pada jenazah), memperkirakan caranya kematiannya seperti apa, atau bentuk kematiannya," jelasnya.
Menurut Eriko, ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari ekshumasi. Pertama faktor lama jenazah dimakamkan, faktor cuaca, kondisi tanah, hingga tingkat fisiologis atau proses pembusukan dari jenazah tersebut.
"Jadi artinya semakin cepat dia dimakamkan, semakin cepat dibongkar akan jauh lebih baik dibandingkan pada saat sesudah lama waktu berselang," tuturnya.
Proses autopsi sendiri bisa dilakukan di tempat makam dan bisa juga dilakukan di rumah sakit. Semua bergantung pada sarana prasarana serta kondisi medan yang akan ditempuh.
Jika memang memungkinkan, bisa saja jenazah yang sudah digali kemudian dibawa ke rumah sakit terdekat dengan lokasi pemakaman untuk dilakukan pemeriksaan forensik. Apabila memang tidak memungkinkan, maka pemeriksaan bisa dilakukan di lokasi.
"Semua bergantung pada situasi dan kondisi. Kalau untuk alat-alatnya bisa menggunakan yang portable. Setelah proses selesai jenazah bisa langsung dimakamkan kembali," pungkasnya.
Seperti diberitakan, Devi Athok (43), mengajukan proses autopsi terhadap jenazah dua putrinya Natasya Deby Ramadhani (16) dan Nayla Deby Anggraeni (13), merupakan dua dari 135 korban Tragedi Kanjuruhan. Athok ingin autopsi dapat membuat terang penyebab kematian kedua putrinya pascaTragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 lalu.
(abq/iwd)