Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo menahan enam orang tersangka dalam dua kasus korupsi yang berbeda. Mereka terdiri dari Kepala Desa dan Ketua BPD Entalsewu, serta empat mantan kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo.
Kasus pertama melibatkan Kepala Desa Entalsewu Sukriwanto dan Ketua BPD Entalsewu Asruddin. Keduanya diduga menyalahgunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar Rp 3,6 miliar dari PT Cahaya Fajar Abaditama yang diberikan kepada Desa Entalsewu pada 2022.
Kasipidsus Kejari Sidoarjo Jhon Franky Yanafia Ariandi menyampaikan bahwa dana tersebut tidak pernah dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2022.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dana itu seharusnya dikelola secara transparan melalui mekanisme keuangan desa. Namun kenyataannya, dana Rp 3,6 miliar itu tidak pernah dicatat dalam APBDes, dan justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan tidak sesuai peruntukan," kata Jhon Franky dalam rilisnya, Selasa (22/7/2025).
Penyidik menyatakan perbuatan keduanya telah merugikan keuangan desa dan melanggar asas tata kelola pemerintahan yang baik. Penahanan dilakukan di Kantor Kejari Sidoarjo setelah keduanya menjalani pemeriksaan intensif. Mereka dijerat dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
"Penahanan dilakukan demi kepentingan penyidikan agar tidak ada upaya menghilangkan barang bukti maupun melarikan diri. Kasus ini akan terus kami dalami," tegas Jhon Franky.
Kasus kedua melibatkan empat mantan Kepala Dinas Perumahan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (P2CKTR) Pemkab Sidoarjo. Mereka jadi tersangka dugaan korupsi pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Tambaksawah, Kecamatan Waru, yang menyebabkan kerugian negara Rp 9,75 miliar dalam kurun waktu 2008-2022.
"Hari ini kami tetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah para kepala satuan kerja (satker) atau kepala dinas P2CKTR dari tahun 2006 hingga 2022," jelas Jhon Franky kepada wartawan di Kejari Sidoarjo, Selasa (22/7/2025)
Keempat tersangka berinisial S, DP, ABT, dan HS. Dua di antaranya masih aktif menjabat di lingkungan Pemkab Sidoarjo, salah satunya sebagai Kepala Dinas Perikanan.
Menurut penyidik, para tersangka dalam kapasitasnya sebagai pengguna barang tidak menjalankan fungsi sesuai ketentuan, sehingga menyebabkan pendapatan daerah dari rusunawa bocor dan tidak tercatat semestinya.
"Fungsi pengawasan, pembinaan, dan pengendalian tidak dilakukan dengan semestinya. Ini melanggar Permendagri 152/2004 dan Permendagri 19/2016. Kerugian negara mencapai Rp 9,75 miliar sejak 2008 hingga 2022," tegasnya.
Dari empat tersangka, tiga di antaranya telah diperiksa secara penuh. Tersangka ABT tidak ditahan karena alasan kesehatan, sementara HS absen karena masih dirawat usai kecelakaan.
"HS dan DP ini masih aktif menjabat. Kami tetap objektif dan profesional. Kepala daerah yang menandatangani kerja sama juga telah kami mintai keterangan, meski belum kami tetapkan sebagai tersangka karena belum cukup alat bukti," ungkap Jhon.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara. Status ABT ditetapkan sebagai tahanan kota.
(irb/hil)