Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo kembali menahan 2 orang eks pejabat Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Kali ini giliran 2 mantan Kepala Dinas Perumahan, Permukiman, Cipta Karya, dan Tata Ruang (P2CKTR) yang dibekuk tim penyidik pidana khusus Kejari.
Keduanya diduga kuat terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Tambaksawah, Kecamatan Waru. Akibat dugaan penyalahgunaan wewenang selama 14 tahun pengelolaan (2008-2022), negara dirugikan hingga Rp 9,75 miliar.
Kasipidsus Kejari Sidoarjo, Jhon Franky Yanafia Ariandi menyatakan bahwa penahanan ini merupakan hasil dari pengembangan penyidikan dan pengumpulan alat bukti tambahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hari ini kami tetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah para kepala satuan kerja (satker) atau kepala dinas P2CKTR dari tahun 2006 hingga 2022," jelas Jhon Franky kepada wartawan di Kejari Sidoarjo, Selasa (22/7/2025)
Keempat tersangka berinisial S, DP, ABT, dan HS. Dari keempat tersangka tersebut, dua di antaranya saat ini masih aktif menjabat di lingkungan Pemkab Sidoarjo, salah satunya sebagai Kepala Dinas Perikanan.
![]() |
Jhon menyebut, para tersangka dalam kapasitasnya sebagai pengguna barang tidak melaksanakan fungsinya sesuai ketentuan dalam pengelolaan barang milik daerah. Akibatnya, pendapatan daerah dari Rusunawa bocor dan tak tercatat sebagaimana mestinya.
"Fungsi pengawasan, pembinaan, dan pengendalian tidak dilakukan dengan semestinya. Ini melanggar Permendagri 152/2004 dan Permendagri 19/2016. Kerugian negara mencapai Rp 9,75 miliar sejak 2008 hingga 2022," tegasnya.
Dari empat tersangka, hanya tiga yang diperiksa penuh hari ini. Tersangka ABT tidak ditahan di rumah tahanan karena alasan kesehatan. Ia menderita pembengkakan jantung, jantung koroner, dan cairan di paru-paru. Statusnya ditetapkan sebagai tahanan kota.
Sementara itu, tersangka HS tidak memenuhi panggilan penyidik hari ini karena masih menjalani perawatan di RSUD Sidoarjo akibat kecelakaan.
"HS dan DP ini masih aktif menjabat. Kami tetap objektif dan profesional. Kepala daerah yang menandatangani kerja sama juga telah kami mintai keterangan, meski belum kami tetapkan sebagai tersangka karena belum cukup alat bukti," ungkap Jhon.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 UU Tipikor junto Pasal 55 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.
(dpe/abq)