Polrestabes Surabaya mengungkap kasus scamming yang dilakukan komplotan Warga Negara Asing (WNA). Ada 10 WNA yang diamankan.
Diketahui, 10 WNA pelaku scammer telah berkantor di kawasan Centra Raya Citraland sejak tahun 2023. Modus yang mereka gunakan termasuk menawarkan barang-barang murah melalui aplikasi dan melakukan pemerasan terhadap wanita maupun pejabat yang sedang menghadapi masalah hukum.
Pengamat Politik dan Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Airlangga (Unair) I Wayan Titib Sulaksana mendesak polisi segera memblokir rekening 10 WNA yang terlibat dalam kasus penipuan daring atau online scamming di tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Langkah ini dinilai penting untuk mencegah para pelaku melarikan hasil kejahatan ke luar negeri, serta mempercepat proses pemulihan kerugian bagi para korban.
Wayan menegaskan tanpa tindakan lanjutan seperti pemblokiran rekening pelaku, penegakan hukum tidak akan berjalan optimal. Ia lalu menggarisbawahi pentingnya langkah cepat dari aparat penegak hukum untuk mencegah pelarian aset para pelaku ke luar negeri.
"Mereka bisa saja mentransfer dana hasil penipuan ke rekening luar negeri dalam hitungan detik. Jika polisi tidak segera memblokir rekening mereka, dana yang sudah ditransfer akan sangat sulit dilacak dan dikembalikan kepada korban," jelas Wayan.
Wayan juga menegaskan dalam kasus penipuan internasional seperti ini, pemblokiran aset adalah langkah yang sangat krusial. Pelaku sering kali memanfaatkan teknologi keuangan canggih yang memungkinkan mereka memindahkan dana dengan cepat ke luar negeri, bahkan dalam hitungan detik.
Wayan juga mengkritisi lemahnya sanksi pidana yang sering diterapkan kepada pelaku kejahatan ekonomi internasional.
"Kalau ancaman hukuman maksimalnya 4 tahun tapi yang dijatuhkan hanya 1 tahun, itu terlalu ringan bagi para penipu. Setelah mereka menjalani hukuman di sini, mereka akan dideportasi dan kembali ke negara asalnya, di mana mereka bisa dengan mudah menikmati hasil kejahatan mereka," ujarnya.
Wayang menegaskan jika hukum di Indonesia terlihat mudah untuk 'dibeli' atau dimanipulasi, para pelaku penipuan dari luar negeri akan melihat Indonesia sebagai lahan subur untuk melakukan kejahatan.
"Apalagi jika ada aparat yang dapat disuap, maka para pelaku akan merasa semakin nyaman beroperasi di sini, dan setelah dideportasi mereka akan langsung menikmati hasil kejahatannya. Oleh karena itu, pemblokiran rekening harus dilakukan secepat mungkin, karena jika tidak, dana tersebut akan segera dipindahkan ke rekening luar negeri dan hilang begitu saja," tegas Wayan.
Selain pemblokiran rekening, Wayan juga menyarankan langkah lain yang dapat diambil oleh polisi. Seperti bekerja sama dengan otoritas di negara asal pelaku untuk melacak aliran dana hasil kejahatan.
"Kerja sama internasional ini sangat penting untuk memastikan tidak ada celah bagi para pelaku untuk menikmati hasil kejahatan setelah mereka dideportasi atau selesai menjalani hukuman di Indonesia," tambahnya.
Wayan menekankan, keberhasilan penanganan kasus ini juga akan menjadi sinyal kuat bagi pelaku kejahatan lainnya bahwa Indonesia bukanlah tempat yang mudah untuk melakukan tindak kriminal seperti penipuan dan penggelapan yang melibatkan WNA.
Keberhasilan aparat dalam menangani kasus ini, diharapkan dapat mencegah penjahat internasional lainnya menjadikan Indonesia sebagai sasaran kejahatan serupa.
"Penanganan yang tegas dan cepat akan memberi pesan yang jelas, bahwa Indonesia tidak akan mentolerir kejahatan ekonomi lintas negara, dan setiap upaya untuk memanipulasi sistem hukum di sini akan ditindak dengan serius," beber Wayan.
Selain penegakan hukum yang lebih tegas, Wayan juga menyerukan perlunya langkah bijak untuk mencegah WNA yang menggunakan visa turis melakukan aktivitas ilegal. Salah satu langkah yang ia sarankan adalah dengan memperketat pengawasan terhadap visa masuk.
"Meskipun ini murni kesalahan pelaku, bukan kelalaian petugas, pengawasan juga harus diperketat. Visa turis kan tidak boleh digunakan untuk kegiatan bisnis. Pengawasan harus diperketat, dan jika ada kecurigaan, pihak imigrasi harus bertindak cepat," tegasnya.
Tak hanya itu, kerja sama antarnegara dalam hal penegakan hukum, juga dianggap penting untuk mencegah kasus-kasus serupa di masa depan. Wayan menyatakan bahwa WNA pelaku kejahatan akan merasa lebih aman jika tahu bahwa hukum di Indonesia bisa dimanipulasi.
"Jika WNA melihat bahwa hukum di sini mudah dibeli atau dipermainkan, mereka akan tertarik datang dan melakukan kejahatan serupa. Kita harus menunjukkan bahwa Indonesia memiliki sistem hukum yang kuat dan tidak bisa dipermainkan," katanya.
Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah memperketat pengawasan terhadap aliran dana dan melakukan tindakan pencegahan, seperti pemblokiran rekening pelaku sesegera mungkin. Selain itu, koordinasi dengan otoritas negara asal para pelaku diperlukan untuk memastikan tidak ada celah bagi pelaku untuk menyembunyikan aset hasil kejahatan di luar negeri.
Wayan menegaskan tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan internasional ini tidak hanya penting untuk memberikan keadilan bagi para korban, tetapi juga untuk menjaga reputasi Indonesia sebagai negara yang memiliki sistem hukum yang kuat.
"Jika kita tidak tegas, ini akan menjadi sinyal bagi penjahat internasional bahwa Indonesia adalah tempat yang mudah untuk melakukan kejahatan. Kita tidak boleh membiarkan ini terjadi," tutupnya.
(hil/iwd)