Sebanyak 10 WNA asal Cina dan Vietnam yang melakukan scamming telah ditahan polisi. Seluruhnya tak hanya melakukan scamming, tapi juga kejahatan lainnya yakni pemerasan dan penipuan.
Wakapolrestabes Surabaya AKBP Wimboko mengatakan seluruh tersangka diketahui juga melakukan pemerasan dan penipuan. Adapun modusnya yakni memperjualbelikan barang secara online namun tidak dikirim dan pemerasan terhadap pejabat negara di Cina.
"Ada 3 modus dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan para WNA ini," kata Wimboko saat konferensi pers di Polrestabes Surabaya, Selasa (24/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Aris Purwanto menjelaskan penangkapan para tersangka bermula dari informasi masyarakat. Laporan tersebut menyebutkan rumah yang mencurigakan.
"Dari laporan masyarakat tersebut, kami melakukan penyelidikan dan penggrebekan pada rumah tersebut, di sana ada 10 orang WNA asal Cina dan Vietnam," terang Aris.
Sepuluh tersangka tersebut masing-masing warga Cina yakni ZX (27), HSY (46), ZXG (27), HY (46), ZHX (27), HSHY (46), LZW (27), FS (23), CYL (34).Dan terakhir warga negara perempuan Vietnam bernama HOANG THI QUYEN (32).
Aris menambahkan, penipuan jual beli barang online yang dilakukan para tersangka telah dilakukan sejak 20 Maret 2023. Mereka ke Indonesia dengan menggunakan visa wisata.
Adapun barang-barang yang ditawarkan mulai ponsel, tas, minuman kemasan, hingga makanan. Seluruhnya dijual di bawah harga pasaran sekitar 5 Yuan sampai 1.000 Yuan per unit, atau sekitar Rp 10 ribu sampai Rp 2 juta per-unit.
"Adapun dalam pemesanan bisa mencapai 10 sampai 1000 unit dalam sekali transaksi. Jadi, para pelaku chat para korban lewat TikTok disertai foto produk, setelah transaksi barang tidak dikirim," jelasnya.
Apabila korban berminat membeli, maka para tersangka berkomunikasi dengan korban dan mengarahkan untuk mengirimkan sejumlah uang untuk pembayaran barang yang akan dipesan korban. Setelah dilakukan pembayaran oleh korban, barang yang dipesan korban tidak dikirim.
Hal tersebut dilakukan para tersangka selama 12 jam sejak pukul 10.00 sampai 22.00 WIB setiap hari. Selain itu, para pelaku tidak diizinkan keluar rumah karena semua kebutuhan disediakan.
"Gaji para pelaku bervariasi mulai dari Rp 5 juta sampai Rp 15 juta, tergantung hasil penjualan yang didapatkan," jelasnya.
Modus kedua yakni dengan love scamming. Dalam melancarkan aksinya, WN Vietnam, yakni Hoang Thi Quyen bergabung masuk grup-grup aplikasi WeChat. Kemudian mulai menambahkan teman yang mayoritas para calon korban ada di grup.
Setelah mendapatkan cukup banyak ID WeChat para calon korban, Quyen mulai chating dengan para korban dan mengajak kenalan. Ia berpura-pura curhat dan berkomunikasi layaknya orang pacaran. Demi meyakinkan korbannya, ia mengirimkan foto selfie hingga bugil saat video call.
Usai hal itu, Quyen mulai mengancam menyebarkan screenshot saat korban melakukan video call sex. Karena korban takut disebarkan, sehingga ketakutan tersebut dimanfaatkan oleh pelaku untuk memeras korban.
"Jadi perempuan masuk ke WeChat lalu add friend ke calon korban di grup, setelah dapat id dan curhat lalu di situ melakukan phone sex dan memeras korban," paparnya.
Modus ketiga pemerasan para pejabat. Para pelaku menghubungi para korban dari data nomor seluler para pejabat yang sudah disediakan. Para WNA itu mengaku dari organisasi anti korupsi asal China.
Sat berkomunikasi itu lah, mereka menuduh para pejabat tersebut korupsi hingga para korban takut. Kemudian menawarkan kepada korban apabila ingin aman maka harus mengirimkan sejumlah uang, sehingga ketakutan tersebut dimanfaatkan oleh pelaku untuk memeras korban.
"Para WNA mengaku sebagai penegak hukum dan menakut-nakutii para pejabat di China lalu kirimkan sejumlah uang," tandas Aris.
(abq/iwd)