Polisi telah menangkap delapan pelaku begal suami yang tengah jemput istrinya di Jalan Ngagel Jaya Surabaya. Mirisnya, enam pelaku di antaranya masih berusia anak.
Menurut Psikolog, Praktisi Perlindungan Perempuan dan Anak Jatim Riza Wahyuni menyebut ada peningkatan anak bermasalah dengan hukum. Pada istilah psikologi disebut dengan juvenile delinquency atau anak yang melakukan tindakan kriminal.
"Akhir-akhir ini mengalami peningkatan anak-anak melakukan tindakan yang melanggar hukum atau kriminal, seperti penggunaan narkoba kepada anak SD, pembegalan usia anak dan lainnya. Pengalaman saya saat melakukan pemeriksaan terhadap mereka, kita menemukan problem," kata Riza saat dihubungi detikJatim, Selasa (10/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut ada lima faktor yang membuat anak-anak bertindak melawan hukum. Pertama terkait lingkungan. Menurutnya, lingkungan memberikan andil pada anak melawan hukum. Seperti saat kumpul di usia menginjak remaja dipercaya teman sebaya, mereka akan nurut kepada teman.
Riza juga menyebut andil kesalahan pengasuhan. Para orang tua melakukan proses pendidikan, banyak yang menerapkan dua hal, yakni terlalu dimanja dan terlalu keras.
Anak tidak diajarkan mandiri, bila terlalu manja, anak-anak tidak diajarkan tanggung jawab, maka orang tua hanya menganggap kesalahan masa kecil itu dianggap lelucon. Artinya tidak ada pembelajaran salah atau benar, boleh atau tidak dan lainnya.
"Mereka melakukan kekerasan, misalnya anak yang bermasalah. Di mana ibunya bermasalah, ayahnya bermasalah, baik ekonomi maupun sosial atau masalah dalam rumah tangga. Kemudian mereka sngat mudah melakukan tindakan kekerasan, sehingga anak menganggap kekerasan hal yang lumrah dilakukan," jelasnya.
Sedangkan ketiga, Riza menilai karena proses pencarian identitas diri. Sebab setika menuju peralihan dari anak menuju dewasa membutuhkan pengakuan. Anak akan mendapatkan pengakuan pada teman ketika tidak mendapatnya kepada orang tua karena tak ada kedekatan emosional.
Keempat, media sosial juga turut menyumbang karena tidak bisa dibendung akan banyaknya informasi. Anak bisa tidak memahami mana informasi yang harus diterima dan tolak, sehingga mudah terpengaruh dengan tantangan yang dilakukan media sosial.
"Sekarang ada gift kalau dianggap berani melakukan sesuai dengan tantangan," ujarnya.
Dan terkahir yakni faktor psikologi yang berdampak dari apa yang dialami. Misalnya orang tua terlalu otodidak, overprotektif, tuntutan terlalu tinggi membuat anak tidak bisa menolak.
"Rasa marah, kecewa mereka (anak) lampiaskan dengan melakukan sesuatu yang dianggap teman-temannya biasa. Bullying, kekerasan, narkoba atau seks bebas," jelasnya.
Terkait dengan hukum, Riza menjelaskan, ada hal yang perlu dipahami oleh publik. Yakni adanya dualisme, ada yang mengatakan dihukum sesuai dengan apa yang mereka lakukan. Tapi ada masalah psikologi pada mereka yang harus disembuhkan juga.
Baginya, yang dibutuhkan anak bermasalah dengan hukum saat ini adalah pembinaan. Di mana menjadi sangat urgent untuk dilakukan. Karena usia anak masih bisa untuk berubah ketika dilakukan pembinaan.
Justru, lanjut Riza, bila tidak dilakukan pembinaan atau intervensi berkesinambungan antara sosial, psikologi, lingkungan akan berdampak pada mereka untuk melakukan kejahatan lebih parah di masa depan.
Ketika kita tidak melakukan pendampingan lebih baik kepada, artinya orang masyarakat mempersiapkan penjahat lebih kejam ke depan. Bila sudah dilakukan pendampingan dan hukuman membuat mereka berpikir keras tentang apa yang dilakukan, seperti nama menjadi jelek.
"Pengalaman kami, begitu anak-anak mendapat pendampingan tepat, banyak dari mereka bisa lulus kuliah,bmeneruskan kehidupannya, jadi dosen dan lainnya. Selama anak-anak dapat pendampingan dan intervensi yang tepat, baik secara spsial, psikologi, dukungan keluarga, itu akan mempengaruhi mereka di masa depan. Anak-anak masih bisa berubah menjadi diri yang lebih baik," pungkasnya.
(abq/iwd)