Polisi telah menangkap delapan pelaku begal suami yang jemput istrinya di Jalan Ngagel Jaya Surabaya. Mirisnya, enam pelaku di antaranya masih berusia anak.
Penangkapan ini mendapat apresiasi dari Ahli Pidana Universitas Bhayangkara (Ubara) Surabaya Prof Dr Solahudin. Ia mengatakan, penanganan polisi dalam mengungkap dan menangkap kasus kriminal di Surabaya kian maksimal.
Meski begitu, Solahudin mendorong agar criminal justice system benar-benar dimaksimalkan. Menurutnya, konsep tersebut adalah salah satu upaya penanggulangan kejahatan bukan dari aparat penegak hukum (APH) saja, tapi juga dari sejumlah dinas terkait, pemerintah, dan masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua pihak harus berperan aktif terhadap pencegahan dan kebijakan penindakan kriminal itu. Ya semacam criminal policy, mengingat criminal policy itu adalah upaya-upaya rasional dari masyarakat untuk menanggulangi kejahatan, artinya kejahatan tidak mungkin terberantas tas tas, tapi bagaimana kebijakan penanggulangan kejahatan ini bisa ditekan dalam tataran yang masih bisa ditolerir," kata Solahudin saat dikonfirmasi detikJatim, Selasa (10/9/2024).
"Makanya, penanggulangan kejahatan tidak hanya APH, tapi juga Pemda, Tokmas, Toga, hingga masyarakat harus saling bahu membahu," imbuh dia.
Solahudin menyatakan, memang ada dilema APH dalam menindak kriminalitas dengan pelaku yang masih anak-anak. Ia menegaskan, upaya polisi dalam menangani tidak secara represif sudah tepat.
"Jangan represif, saat penindakan sudah benar, apalagi menggunakan alat-alat kekuasaan. Alangkah lebih baik lagi kalau harus diimbangi dengan tindakan-tindakan preventif dan preemtif. Intinya, semua pihak harus menyadari konsep yang digunakan dalam menanggulangi kejahatan adalah Criminal Justice System," ujarnya.
Solahudin menyebut, harus ada program-program penyeimbang dan penunjang untuk pencegahan hingga pascapenindakan kepada anak berhadapan dengan hukum.
"Harus ada program-program dari Pemda yang harus dilaksanakan, kan ada UU tentang perlindungan anak juga, itu yang juga harus dilaksanakan terutama yang sifatnya preventif dan preemtif pada para remaja, tidak menonjolkan tindakan-tindakan represif seperti kasus itu (anak pelaku begal di Ngagel Jaya) sudah benar," jelasnya.
Solahudin menilai, penindakan represif pada anak tidak akan pernah selesai. Namun, pascapenindakan, sambung dia, juga harus ada pendampingan dan membekali anak-anak tersebut dengan keterampilan.
"Seperti ada pelatihan-pelatihan kerja, edukasi, sosialisasi, dan lain sebagainya. Jadi disediakan lowongan kerja juga, karena populasi penduduk kan sangat banyak ya, yang usia produktif seperti remaja kalau tidak diperhatikan ya akan menjadi lingkaran setan, seolah hanya memadamkan api saja dan seharusnya tidak begitu, tapi juga mencegah," tuturnya.
Kaitannya dengan ekonomi, Solahudin menyatakan kriminalitas itu berkaitan erat dengan perekonomian dan strata atau kelas ekonomi. Tak ayal, masyarakat kelas bawah sering menjadi pelaku kriminalitas.
"Soal keterpurukan ekonomi, sangat terpuruk ya sejak pandemi COVID-19, banyak mal yang tutup, harus kita sadari dan akui juga. Lowongan kerja bagi tingkat menengah ke bawah kan juga sulit, makanya mereka yang menengah ke bawah melakukan jalan pintas dengan kejahatan jalanan, salah satunya dengan kekerasan," tutupnya.
(pfr/hil)