Gregorius Ronald Tannur alias GR (31) telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan yang menyebabkan kekasihnya, Dini Sera Afrianti alias Andini (29) meninggal dunia. Namun, anak anak dari anggota Komisi IV DPR RI dari fraksi PKB, Edward Tannur ini hanya dijerat pasal penganiayaan, bukan pembunuhan.
Ronald dijerat dengan dua pasal. Yakni pasal 351 ayat 3 dan 359 KUHP tentang Penganiayaan. Dengan pasal tersebut, Ronald terancam 12 tahun penjara.
Pakar Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair) Iqbal Felisiano menilai, pembunuhan dengan penganiayaan yang berakibat pada kematian ini memiliki perspektif berbeda. Untuk itu, perlu dilihat tujuan dari perbuatan pelaku.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apakah memang si pelaku dalam konteks melakukan tindakannya kepada korban berniat untuk membunuh korban atau sekadar menganiaya korban. Di mana kematian korban tersebut bukan menjadi tujuan dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku kepada korban," kata Iqbal saat dihubungi detikJatim, Sabtu (7/10/2023).
Dalam kasus ini, Ronald hanya dijerat pasal 351 ayat 3 dan 359 KUHP tentang Penganiayaan. Namun, bila kematian korban menjadi tujuan pelaku saat menganiaya, maka pasal yang dijerat bukan menggunakan pasal tentang penganiayaan.
"Sanksi pidana yang dapat diterapkan, tentunya tergantung dari alat bukti yang didapatkan oleh penyidik. Apabila ditemukan kematian korban memang menjadi tujuan awal dari si pelaku, maka pelakunya dapat dijerat dengan Pasal 338 KUHP, apabila perbuatan tersebut terdapat unsur perencanaan sebelumnya maka juga dapat dijerat dengan pembunuhan berencana berdasarkan Pasal 340 KUHP," jelasnya.
Akan tetapi, lanjut Iqbal, apabila perbuatan pelaku ditujukan untuk menganiaya korban, di mana kematian korban bukan menjadi tujuan pelaku, bisa dikenakan Pasal 351 ayat 3 KUHP atau yang menimbulkan luka berat berakibat kematian dengan pasal 354 ayat 2 KUHP. Apabila, berencana bisa juga diterapkan Pasal 352 ayat 2 KUHP.
"Tentunya penyidik yang jauh lebih mengetahui berkaitan dengan perbuatan, bukti, dan juga unsur ketentuan pidana mana yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan pelaku," ujarnya.
Terkait pelaku adalah anak anggota DPR RI, banyak spekulasi bahwa hukuman yang didapat tersangka bisa saja lebih ringan. Bagi Iqbal, salah satu asas yang penting dalam dunia hukum ialah asas persamaan di depan hukum (equality before the law). Di mana di konstitusi disebutkan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.
"Dalam konteks pelaksanaan Hukum Pidana, tentunya juga tidak ada pembedaan perlakuan meskipun pelaku memiliki status sosial yang tinggi. Saya kira Aparat Penegak Hukum kita sudah cukup profesional dan tidak akan membeda-bedakan perlakuan maupun sanksi pidana terlepas dari status pelaku yang merupakan anak anggota DPR," pungkasnya.
Diketahui, Dini dan Ronald merupakan sepasang kekasih yang disebut telah menjalin asmara selama 5 bulan. Saat kejadian, keduanya tengah karaoke dengan teman-teman Ronald di Blackhole KTV Surabaya. Lalu di sana, terjadi perselisihan hingga mengakibatkan penganiayaan.
Penganiayaan ini diduga dipicu adanya perselisihan antar-pasangan kekasih ini. Penganiayaan disebut berlanjut di basement hingga Dini ditemukan meregang nyawa.
Sebelum tewas, Dini sempat curhat soal kematian di TikTok-nya. Dini juga sempat mengirim voice note (vn) ke temannya yang menyebut ia baru dianiaya sang kekasih.
Saat ini, jenazah Dini telah dibawa ke kampung halamannya di Kampung Gunungguruh Girang, Desa Babakan, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat untuk dimakamkan.
(hil/iwd)