7 Fakta Baru Sengkarut Gedung Wismilak Surabaya Dicengkeram Mafia Tanah

7 Fakta Baru Sengkarut Gedung Wismilak Surabaya Dicengkeram Mafia Tanah

Hilda Meilisa Rinanda - detikJatim
Rabu, 16 Agu 2023 10:47 WIB
Gedung Wismilak Surabaya
Gedung Wismilak Surabaya yang kini telah disita Polda Jatim (Foto: Deny Prastyo Utomo/detikJatim)
Surabaya -

Polda Jatim resmi menyita Gedung Wismilak Surabaya. Penyitaan ini terkait kasus pemalsuan akta otentik, korupsi, hingga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Belakangan diketahui ada ulah mafia tanah di balik sengkarut gedung yang masuk cagar budaya tersebut.

Gedung itu merupakan aset polisi yang sempat hilang selama puluhan tahun. Pihak PT Wismilak Inti Makmur Tbk melakukan perlawanan dengan berencana mengajukan praperadilan. Kendati demikian, Polda Jatim tak akan tinggal diam. Sejumlah nama tersangka telah dibidik.

Berikut sederet fakta baru sengkarut Gedung Wismilak Surabaya:

1. Wismilak Ancam Ajukan Praperadilan

PT Wismilak Inti Makmur Tbk melalui kuasa hukumnya Sutrisno mengatakan, pihaknya akan mengajukan upaya praperadilan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Rencananya mau mengajukan upaya hukum praperadilan ke Polda Jatim akibat penyitaan itu," kata Sutrisno saat dikonfirmasi detikJatim, Selasa (15/8/2023).

Sutrisno menyampaikan, pertimbangan melakukan praperadilan ke Polda Jatim ini terkait penyitaan Gedung Wismilak. Menurutnya, Wismilak merupakan pemilik bangunan yang sah.

ADVERTISEMENT

"Pertimbangannya kenapa harus melakukan upaya hukum, karena Wismilak sebagai pemilik yang sah atas tanah dan bagunan di Jalan Raya Darmo nomor 36-38 Surabaya itu. Dan itu diperoleh sejak tahun 1993, sudah 30 tahun yang lalu. Jadi setelah 30 tahun itu tidak ada tuntutan dari pihak manapun atas kepemilikan tanah dan bangunan itu," ungkap Sutrisno.

2. Tanggapan Santai Polda Jatim

Pihak Polda Jatim menanggapi ancaman praperadilan ini dengan santai. Polisi mempersilakan manajemen Wismilak mengajukan praperadilan.

"Itu kan haknya dari mereka, ya silakan diajukan," kata Dirreskrimsus Polda Jatim Kombes Farman kepada detikJatim, Selasa (15/8/2023).

Farman enggan mempersoalkan praperadilan yang akan diajukan manajemen Wismilak. Sebab, Farman menegaskan, penyitaan yang dilakukan pihaknya sudah sesuai secara hukum.

Selain itu, Farman mengatakan, pihaknya sudah mengantongi sejumlah barang bukti soal dugaan pemalsuan akta otentik, korupsi hingga tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) tanah dan bangunan aset Polri tersebut.

"Nggak ada masalah. Toh kita melakukan penyitaan dan penggeledahan kemarin sudah dengan penetapan pengadilan," imbuhnya.

3. Polisi Telah Bidik 3 Calon Tersangka

Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jatim telah mengantongi 3 nama calon tersangka di kasus ini. Para calon tersangka ini dari pihak penjual lahan bangunan yang kini bernama Grha Wismilak dan pihak kepolisian.

Namun, Farman masih enggan membeber identitas tersangka kasus ini. Yang jelas, ada dua calon tersangka tersangkut pasal 266 dan 263 KUHP soal pemalsuan surat.

"Ada tersangka, sementara untuk itu kita tetapkan harusnya 3. Jadi untuk awal terkait dengan adanya pasal 266 dan 263, pemalsuan surat ini," beber Farman.

Ada keterlibatan polisi, baca di halaman selanjutnya...

4. Ada Keterlibatan Polisi

Ada keterlibatan anggota polisi dalam kasus ini. Namun, calon tersangka dari pihak kepolisian ini telah meninggal dunia. Ia meninggal dunia 4 hari lalu.

"Ada tersangka, sementara untuk itu kita tetapkan harusnya 3. Namun, kita baru mendapat kabar duka 4 hari lalu ada salah satu calon tersangka meninggal dunia," kata Farman.

Informasi yang dihimpun detikJatim, calon tersangka ini merupakan salah satu petinggi di kepolisian. Namun, Farman masih belum merinci identitas dan peran calon tersangka tersebut.

"Yang barusan meninggal itu dari pihak kepolisian," imbuhnya.

5. Pembelian Gedung Wismilak Cacat Hukum

Pihak Manajamen PT Wismilak Inti Makmur Tbk sempat menyatakan menolak penyitaan aset ini. Mereka menyebut, gedung ini dibeli secara sah dengan status HGB. Namun, polisi menegaskan bahwa HGB Gedung Wismilak cacat hukum.

Kombes Farman menyebut, HGB yang diklaim Wismilak dibeli secara sah ini, yakni HGB 648 dan HGB 649. Dalam lembar tersebut, tertulis bahwa HGB ini berdasarkan SK Kanwil BPN nomor 1051 dan 1052 yang terbit pada 22 Juli 1992.

Padahal, SK tersebut ternyata tidak terdaftar atau tidak teregistrasi di BPN. Farman menyebut, tidak mungkin HGB muncul berdasarkan SK yang tidak terdaftar di BPN.

"Karena SK kanwil BPN nomor 1051 dan 1052 yang menjadi dasar hakim dari HGB 648 dan 649 itu ternyata tidak terdaftar dan tidak teregistrasi di Kanwil BPN. Nah, kalau tidak teregistrasi, harusnya kan tidak jadi HGB. Namun, faktanya jadi HGB itu," jelas Farman.

Untuk itu, Farman menegaskan HGB yang diklaim Wismilak telah dibeli secara sah tersebut cacat hukum. "Makanya, hasil dari gelar kemarin diputuskan bahwa HGB ini cacat hukum, cacat administrasi, dan cacat yuridis dalam penerbitannya," imbuhnya.

6. Polisi Ngaku Tertipu Mafia Tanah

Selama puluhan tahun, Gedung Wismilak di Jalan Raya Darmo Surabaya dikuasai oleh PT Wismilak Inti Makmur. Selama itu pula, aset Polri ini jatuh ke tangan pihak lain. Polisi mengakui pihaknya tertipu mafia tanah.

Kombes Farman mengaku bersyukur bisa mengembalikan aset Polri. Meskipun, Farman menyebut, polisi sudah tertipu selama puluhan tahun, terhitung sejak 1993 hingga 2019.

"Selama tahun 1993 sampai 2019 aset kami jatuh ke tangan orang, kami tertipu," kata Farman kepada detikJatim, Rabu (16/8/2023).

Farman berkomitmen akan memberantas mafia tanah di wilayahnya. Ia menyebut, penipuan mafia tanah bisa menimpa siapa saja. Untuk itu, Farman mengimbau masyarakat berhati-hati dalam melakukan transaksi jual beli tanah.

"Kami saja polisi bisa tertipu, bagaimana dengan masyarakat umum? Siapapun bisa menjadi korban mafia tanah," imbuh Farman.

Awal mula terbongkarnya kasus pemalsuan akta ini hingga kembalinya aset polri, baca di halaman selanjutnya!

7. Awal Mula Terbongkarnya Kasus

Farman sempat menceritakan sejarah Gedung Wismilak yang sempat jatuh ke pihak lain. Gedung ini sebelumnya merupakan kantor polisi sejak tahun 1945, hingga terakhir menjadi Mapolresta Surabaya Selatan. Aset ini berpindah ke tangan Wismilak gegara akal bulus mafia tanah pada 1993.

Usai 30 tahun berlalu, Polda Jatim akhirnya mendapati fakta baru bahwa gedung yang berlokasi di Jalan Raya Darmo ini merupakan aset Polri. Akhirnya, dilakukan penyelidikan mendalam. Benar saja, ternyata ada kasus pemalsuan akta otentik, korupsi, hingga tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Awalnya, pada Maret 2023, Kapolda Jatim Irjen Toni Harmanto melakukan pengecekan pada aset-aset Polri. Dari hasil supervisi, diketahui bahwa Polri memiliki aset dari kompensasi yang dijanjikan lewat alih lahan Gedung Wismilak seluas 3.000 meter.

Selain mendapat kompensasi tanah seluas 3.000 meter persegi, polisi juga dijanjikan bangunan pengganti Mapolresta dan kendaraan operasional untuk patroli. Kompensasi ini dijanjikan usai terbit Hak Guna Bangunan (HGB) 648 dan 649 pada Gedung Mapolresta Surabaya Selatan saat itu.

Farman mengungkap, anehnya HGB bisa terbit saat bangunan tersebut masih ditempati sebagai kantor polisi. Namun, ia baru menyadari usai melakukan pendalaman, bahwa ketiga kompensasi yang dijanjikan ini tak didapat Polri. Tanah seluas 3.000 meter persegi yang dijanjikan ternyata tak pernah ada, begitu pula dengan bangunan.

"Ada aset polri yang pada waktu itu masih diduga mengacu pada perjanjian dengan PT Hakim Sentosa, harusnya ada tanah 3.000 meter persegi pengganti, tapi faktanya tidak ada. Akhirnya Kapolda memerintahkan untuk melakukan penyelidikan," imbuhnya.

Dalam sejarahnya, Kapolda Jatim saat itu meminta izin pada Pemkot Surabaya untuk memindahkan kantor polisi di lahan milik Pemkot. Namun, lahan tersebut ternyata berstatus pinjam.

Farman mengatakan, Polresta Surabaya Selatan kini telah menjadi Polsek Dukuh Pakis dan menempati lahan dari Pemkot Surabaya. Namun, Farman menegaskan, lahan yang ditempati itu bukan lah tanah kompensasi. Melainkan tanah pinjaman, yang kemudian baru dihibahkan oleh Pemkot Surabaya pada 2019.

"Pada 1993 sampai 2019, statusnya polisi pinjam pakai tanah, bukan penggantinya. Kita tertipu. Tanah itu di luar kompensasi dan dibungkus seolah-olah pengganti kompensasi. Masyarakat tahunya diganti sama tanah yang di Dukuh Pakis. Ternyata, kita baru tahu itu baru dihibahkan kemarin 2019," jelasnya.

Farman pun membeberkan sejumlah fakta temuannya. Salah satunya soal adanya cacat hukum pada dokumen Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki pihak Wismilak.

"Objek ini ditempati polri tahun 1945 hingga 1993 tanpa putus. Terakhir, tahun 1993 masih ditempati sebagai Mapolresta Surabaya Selatan. Anehnya, pada saat objek ini masih ditempati, kok bisa muncul HGB," ungkap Farman.

Diakuinya, di tahun 1992 memang ada data tentang HGB mati, yang kemudian menjadi dasar jual beli hingga penerbitan HGB baru. Namun, soal itu masih didalami.

Farman pun mempertanyakan pernyataan Wismilak yang menyebut manajemennya melakukan pembelian bangunan tersebut secara sah dengan status HGB.

"Kok bisa muncul jual beli pada HGB yang sudah mati, kalau misal kita mengakui adanya HGB. Sehingga akhirnya, ada PPJB Nyono Handoko pada Willy Walla terhadap pembelian HGB yang sudah mati dan objek yang masih ditempati Polrestabes Surabaya Selatan tahun 1992, apakah itu dikatakan penjual dan pembeli yang beritikad baik?" jelasnya

Farman menyebut, HGB yang diklaim Wismilak dibeli secara sah ini, yakni HGB 648 dan HGB 649. Dalam lembar tersebut, tertulis bahwa HGB ini berdasarkan SK Kanwil BPN nomor 1051 dan 1052 yang terbit pada 22 Juli 1992.

Padahal, SK tersebut ternyata tidak terdaftar atau tidak teregistrasi di BPN. Farman mengatakan, tidak mungkin HGB muncul berdasarkan SK yang tidak terdaftar di BPN.

"Karena SK kanwil BPN nomor 1051 dan 1052 yang menjadi dasar hakim dari HGB 648 dan 649 itu ternyata tidak terdaftar dan tidak teregistrasi di Kanwil BPN. Nah, kalau tidak teregistrasi, harusnya kan tidak jadi HGB. Namun, faktanya jadi HGB itu," jelas Farman.

Halaman 4 dari 3
(hil/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads