Gedung Wismilak kini telah kembali ke tangan polisi. Gedung ini sebelumnya merupakan Mapolresta Surabaya Selatan sejak tahun 1945 hingga 1993. Aset ini sempat berpindah ke tangan Wismilak gegara akal bulus mafia tanah.
Usai 30 tahun berlalu, Polda Jatim akhirnya mendapati fakta baru bahwa gedung yang berlokasi di Jalan Raya Darmo ini merupakan aset Polri. Akhirnya, dilakukan penyelidikan mendalam. Benar saja, ternyata ada kasus pemalsuan akta otentik, korupsi, hingga tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dirreskrimsus Polda Jatim Kombes Farman menceritakan, pada Maret 2023, Kapolda Jatim Irjen Toni Harmanto melakukan pengecekan pada aset-aset Polri. Dari hasil supervisi, diketahui bahwa saat itu tiba-tiba terbit Hak Guna Bangunan (HGB) 648 dan 649.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita awalnya tidak mengetahui bahwa ternyata ada kejadian seperti ini. Kita mengetahui adanya pemalsuan surat, aset yang ternyata lepas, setelah kita melakukan penyelidikan mendalam. Setelah kita kumpulkan dan pemeriksaan dokumen, kita tahu ada pemalsuan surat," beber Farman kepada detikJatim, Selasa (15/8/2023).
Farman mengungkap, anehnya HGB bisa terbit saat bangunan tersebut masih ditempati sebagai kantor polisi. Saat itu disebutkan, sebagai gantinya, Polri mendapat kompensasi tanah seluas 3.000 meter persegi, bangunan pengganti Mapolresta dan kendaraan operasional untuk patroli.
Namun, ia baru menyadari usai melakukan pendalaman, bahwa ketiga kompensasi yang dijanjikan ini tak didapat Polri. Tanah seluas 3.000 meter persegi yang dijanjikan ternyata tak pernah ada, begitu pula dengan bangunan.
"Ada aset polri yang pada waktu itu masih diduga mengacu pada perjanjian dengan PT Hakim Sentosa, harusnya ada tanah 3.000 meter persegi pengganti, tapi faktanya tidak ada. Akhirnya Kapolda memerintahkan untuk melakukan penyelidikan," imbuhnya.
Dalam sejarahnya, Polresta Surabaya Selatan menjadi Mapolsek Dukuh Pakis dan menempati lahan dari Pemkot Surabaya. Namun, Farman menegaskan, lahan yang ditempati itu bukan lah tanah kompensasi. Melainkan tanah pinjaman, yang kemudian baru dihibahkan oleh Pemkot Surabaya pada 2019.
"Pada 1993 sampai 2019, statusnya polisi pinjam pakai tanah, bukan penggantinya. Tanah itu di luar kompensasi dan dibungkus seolah-olah pengganti kompensasi. Masyarakat tahunya diganti sama tanah yang di Dukuh Pakis. Ternyata, kita baru tahu itu baru dihibahkan kemarin 2019," jelasnya.
Farman pun membeberkan sejumlah fakta temuannya. Salah satunya soal adanya cacat hukum pada dokumen Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki pihak Wismilak.
"Objek ini ditempati polri tahun 1945 hingga 1993 tanpa putus. Terakhir, tahun 1993 masih ditempati sebagai Mapolresta Surabaya Selatan. Anehnya, pada saat objek ini masih ditempati, kok bisa muncul HGB," ungkap Farman.
Diakuinya, di tahun 1992 memang ada data tentang HGB mati, yang kemudian menjadi dasar jual beli hingga penerbitan HGB baru. Namun, soal itu masih didalami.
Farman pun mempertanyakan pernyataan Wismilak yang menyebut manajemennya melakukan pembelian bangunan tersebut secara sah dengan status HGB?
"Kok bisa muncul jual beli pada HGB yang sudah mati, kalau misal kita mengakui adanya HGB. Sehingga akhirnya, ada PPJB Nyono Handoko pada Willy Walla terhadap pembelian HGB yang sudah mati dan objek yang masih ditempati Polrestabes Surabaya Selatan tahun 1992, apakah itu dikatakan penjual dan pembeli yang beritikad baik?" jelasnya.
Ada tiga tersangka yang dibidik Polda Jatim, baca di halaman selanjutnya!
Farman menyebut, HGB yang diklaim Wismilak dibeli secara sah ini, yakni HGB 648 dan HGB 649. Dalam lembar tersebut, tertulis bahwa HGB ini berdasarkan SK Kanwil BPN nomor 1051 dan 1052 yang terbit pada 22 Juli 1992.
Padahal, SK tersebut ternyata tidak terdaftar atau tidak teregistrasi di BPN. Farman mengatakan, tidak mungkin HGB muncul berdasarkan SK yang tidak terdaftar di BPN.
"Karena SK kanwil BPN nomor 1051 dan 1052 yang menjadi dasar hakim dari HGB 648 dan 649 itu ternyata tidak terdaftar dan tidak teregistrasi di Kanwil BPN. Nah, kalau tidak teregistrasi, harusnya kan tidak jadi HGB. Namun, faktanya jadi HGB itu," jelas Farman.
Untuk itu, Farman menegaskan, HGB yang diklaim Wismilak telah dibeli secara sah ini cacat hukum.
"Makanya, hasil dari gelar kemarin diputuskan bahwa HGB ini cacat hukum, cacat administrasi dan cacat yuridis dalam penerbitannya," imbuhnya.
Dari kasus ini, polisi telah membidik 3 calon tersangka. Selain itu, Farman menyebut, tak menutup kemungkinan akan ada calon tersangka dari pihak BPN yang menerbitkan SK tersebut.
"Mungkin juga akan ada nanti kepada pihak BPN. Yang sudah membuat surat SK yang tidak terdaftar karena SK kanwil BPN nomor 1051 dan 1052 yang menjadi dasar HGB itu," beber Farman.
Sementara itu, tiga calon tersangka tersebut yakni dua orang penjual lahan dan seorang petinggi di kepolisian. Namun, petinggi kepolisian tersebut baru meninggal dunia 4 hari lalu.
"Ada tersangka, sementara untuk itu kita tetapkan harusnya 3. Namun, kita baru mendapat kabar duka 4 hari lalu ada salah satu calon tersangka meninggal dunia," kata Farman.
Sebelumnya, Gedung Wismilak Surabaya di Jalan Raya Darmo resmi disita Polda Jatim, Senin (14/8/2023). Penyitaan ini setelah Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Jatim tuntas menggeledah, papan penyitaan langsung dipasang di lokasi.
Sementara itu, Pihak Manajamen PT Wismilak Inti Makmur Tbk melalui Kuasa Hukumnya Sutrisno, SH and Associates menolak penyitaan gedung Wismilak. Alasannya, gedung tersebut telah dibeli secara sah dengan status HGB.
"Kami menolak untuk dilakukan penyitaan terhadap gedung ini karena kami membeli gedung ini dengan dibuktikan adanya sertipikat dan bukan kejahatan secara pidana maupun perdata," lanjut Sutrisno dalam siaran pers yang diterima detikJatim, Senin (14/8).