Para tersangka tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sindikat penjual ginjal ke Kamboja telah mendekam di penjara. Di antara belasan tersangka itu, termasuk di antaranya adalah Hanim (41) yang berperan sebagai koordinator. Ternyata, sebelum terlibat sindikat ini dulu dia adalah pendonor ginjal.
Hanim bercerita tentang masa suram yang membawanya menjual ginjalnya. Saat itu 2018, Hanim mengaku terimpit kondisi perekonomian yang sangat buruk. Dia pun berupaya mencari informasi seputar jual ginjal di internet.
"Saya cuma ngelihat postingan-postingan dari situ itu ada yang isi postingan itu 'dibutuhkan donor ginjal A, B, AB, atau O, syaratnya ini ini ini' setelah itu saya inbox akun yang mem-posting. Setelah ada respons saya kirim persyaratan lewat messenger. Setelah itu saya langsung disuruh ke kontrakan broker itu di sekitaran Bojong Gede," ujar Hanim di Polda Metro Jaya dilansir dari detikNews, Jumat (21/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses donor ginjal yang dia lakukan, kata Hanim, terjadi di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tetapi tahapannya banyak. Ditambah lagi pendonor wajib mengantongi izin dari keluarga apabila hendak mendonorkan ginjal. Padahal istrinya sendiri tak setuju dengan rencana itu.
"Setelah saya gagal di sana, kemudian saya menunggu di rumahnya broker itu dengan dalih ngomong ke istri kerja proyek. Setelah setahun saya menunggu di situ," tambah Hanim.
Hanim bersama broker memutuskan untuk berangkat ke Kamboja. Hanim berangkat bersama 2 temannya yang juga hendak mendonorkan ginjalnya. Setelah proses medical check up, Hanim dan seorang temannya lolos. Sedangkan 1 calon pendonor lainnya gagal.
"Saya dipertemukan oleh pasien, saya dapat pasien dari Singapura dan teman saya pasiennya dari Indonesia juga. Besoknya itu dilakukan operasi, setelah operasi masa penyembuhan sekitar 10 hari dan saya kembali ke Indonesia. Saya istirahat di Indonesia sekitar satu-dua bulan," kata Hanim.
Kepada wartawan di Polda Metro Jaya Hanim mengaku mendapat bayaran Rp 120 juta dari donor ginjal yang telah dia lakukan tersebut. Hingga setahun kemudian dia mulai terlibat dalam sindikat tersebut.
Sekitaran Juli 2019, Hanim diminta brokernya untuk menjadi koordinator donor ginjal di Kamboja. "Waktu itu saya bawa dua orang (untuk donor ginjal)," lanjut Hanim.
Dia pun mengungkap bagaimana modus sindikat yang dia pimpin mendapatkan donor ginjal. Mulanya, broker akan mencarikan calon pendonor melalui media sosial Facebook (FB).
"Setahu saya, broker saya itu cari lewat Facebook, dia membuat beberapa grup Facebook. Di antaranya (grup) Forum Donor Ginjal Indonesia, kemudian Donor Ginjal Luar Negeri juga," ujar Hanim.
"Saya minta tolong ke teman-teman saya. Silakan cari, tapi rumah sakit kan menginstruksikan jangan posting di medsos, 'kamu cari pendonor, lihat di grup, jika ada calon pendonor yang memposting di situ, kamu langsung inbox. Jangan komentar'," ujarnya menirukan.
Mengaku cuma mengatur konsumsi pasien di Kamboja. Baca di halaman selanjutnya.
Hanim mengaku dirinya lebih banyak berada di Kamboja sehingga tak tahu-menahu mengenai proses mendapatkan pasien donor ginjal di Indonesia. "Saya kurang hafal, ya, soalnya brokernya yang memberangkatkan," katanya.
Dia mengaku tidak berperan sama sekali dalam memberangkatkan pasien di Indonesia ke Kamboja. Tugasnya, kata Hanim, hanya mengatur konsumsi pasien di Kamboja.
"Kalau saya sih sebenarnya penyesalan sudah ada. Dari waktu 2019 itu juga ingin berhenti. Intinya kayak gitu," kata Hanim.
Dia pun berharap kasus serupa tak sampai terulang lagi. Dia juga menyatakan bahwa sebenarnya ada pekerjaan lain yang lebih baik daripada menjual ginjal.
"Saya nggak bisa kasih pesan apa-apa. Intinya, ke teman-teman yang lain, kalau bisa, kalau ada jalan lain yang lebih baik lagi, mendingan jangan sampai kayak gini," ujarnya.
Seperti diketahui, Polda Metro Jaya menetapkan 12 orang tersangka termasuk oknum polisi berinisial M alias D yang berpangkat Aipda karena turut terlibat. Aipda M bukan bagian dari sindikat tetapi ikut membantu tersangka TPPO menghilangkan jejaknya. Dia ditangkap karena merintangi penyidikan.
Polisi juga menangkap seorang oknum pegawai Imigrasi yang bertugas di Bandara Ngurah Rai, Bali berinisial AH karena menyalahgunakan wewenang. AH menerima sejumlah uang dengan membantu pengurusan keberangkatan para sindikat.
Sementara itu, 9 tersangka lainnya adalah para korban praktik perdagangan organ tubuh yang kemudian direkrut oleh jaringan internasional untuk kembali mencari mangsa di tanah air.
Selain itu ada seorang lainnya yang berinisial H merupakan penyambung antara korban dengan rumah sakit tempat transplantasi dilakukan. Hingga sat ini polisi masih melakukan penyelidikan lebih jauh dan memburu pelaku lainnya.