Miris! Guru hingga Lulusan S2 Kampus Top Jadi Korban Jual Ginjal ke Kamboja

Kabar Nasional

Miris! Guru hingga Lulusan S2 Kampus Top Jadi Korban Jual Ginjal ke Kamboja

Wildan Noviansah - detikJatim
Kamis, 20 Jul 2023 20:46 WIB
Polisi mengatakan korban TPPO penjualan ginjal mengaku kesulitan ekonomi. Korban berasal dari berbagai profesi. (Wildan N/detikcom)
Konferensi pers Polda Metro ungkap korban TPPO jual ginjal ke Kamboja karena kesulitan ekonomi. (Foto: Wildan N/detikcom)
Surabaya -

Korban kasus TPPO penjualan ginjal ke Kamboja mengaku kesulitan ekonomi. Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menyatakan bahwa korban ini berasal dari berbagai profesi dan latar belakang pendidikan, bahkan ada yang lulusan S2 dari universitas ternama.

"Hasil pemeriksaan, sebagian korban bermotif ekonomi sebagai dampak dari Pandemi, sebagian besar kehilangan pekerjaan. Profesi korban pedagang, guru privat. Calon pendonor ini ada S2 dari universitas ternama, buruh, sekuriti, dan sebagainya," ujar Hengki dilansir dari detikNews, Kamis (20/7/2023).

Kasus penjualan organ ginjal ini berlokasi di Kamboja. Para warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban TPPO itu juga menjalani operasi pengangkatan ginjal di Kamboja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hengki menyatakan bahwa sudah ada belasan orang yang telah ditetapkan tersangka dalam kasus jual ginjal ke Kamboja ini. Mirisnya, mayoritas tersangka sebelumnya juga korban perdagangan organ tubuh.

"Dalam operasi ini tim gabungan Polda Metro Jaya di bawah asistensi Dittipidum telah menetapkan 12 tersangka. Dari 12 tersangka ini 10 bagian sindikat, di mana 9 (di antaranya) mantan pendonor," kata dia.

ADVERTISEMENT

Dia mengatakan bahwa para tersangka memiliki berbagai peran, di antaranya menghubungkan tersangka di Indonesia dan Kamboja; melayani dan menghubungkan dengan RS di Kamboja; menjemput korban; hingga mengurus paspor korban.

Ada sebanyak 2 oknum aparat yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu oknum anggota Polri berinisial Aipda M dan oknum anggota imigrasi berinisial AH. Khusus Aipda M, Hengky menyebutkan perannya untuk merintangi proses penyidikan. Dia meminta uang kepada tersangka.

"Dengan cara membuang HP berpindah tempat untuk menghindari pengejaran dari pihak kepolisian dan yang bersangkutan menerima uang Rp 612 juta, menipu pelaku yang menyatakan yang bersangkutan bisa mengurus agar kasus tidak dilanjutkan," kata dia.

"Kemudian satu orang oknum imigrasi atas nama AH dikenakan Pasal 2 dan juncto Pasal 8 UU 21/2007 yaitu setiap penyelenggara negara menyalahgunakan kekuasaan yang menyebabkan TPPO, ya ini ancamannya ditambah sepertiga daripada pasal pokok kalau penyelenggara. Yang bersangkutan menerima Rp 3.200.000 sampai Rp 3.500.000 per kepala dari pendonor-pendonor yang diberangkatkan dari Bali," tambahnya.




(dpe/iwd)


Hide Ads