Orang tua (ortu) siswi TK yang diduga menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan 3 bocah SD di Mojokerto memang meminta uang Rp 200 juta dari orang tua 3 terduga pelaku. Uang sebesar itu memang akan dimanfaatkan untuk memulihkan trauma korban.
Penasihat hukum korban Krisdiyansari menjelaskan bahwa orang tua korban sebenarnya mengajukan 2 opsi dalam mediasi yang difasilitasi pemerintah desa setempat bersama ortu bocah para terduga pelaku.
Opsi pertama yakni ortu korban meminta ortu terduga pelaku utama pindah rumah dan pindah sekolah agar korban tak lagi bertemu pelaku dan trauma korban mereda. Ini karena rumah korban dan terduga pelaku utama di Kecamatan Dlanggu memang bersebelahan.
Bila hal itu tidak bisa dipenuhi, ada opsi kedua. Krisdiyansari menyebutkan bahwa ortu korban meminta uang Rp 200 juta dari pihak para pelaku. Krisdiyansari menjelaskan uang itu benar-benar akan dipakai untuk memulihkan trauma korban yang masih sangat belia.
"Orang tua korban meminta Rp 200 juta untuk pengobatan korban, pindah rumah, dan sekolah. Diberi waktu satu minggu. Kalau dipenuhi, korban mau damai. Karena setidaknya korban bisa pindah," ujarnya.
Uang sebesar itu, kata Krisdiyansari, bukan diminta untuk masing-masing ortu pelaku. Melainkan ditanggung renteng oleh ortu dari 3 terduga pelaku. Tapi ketiga ortu pelaku mengaku tidak sanggup memenuhi 2 opsi itu.
Dalam proses mediasi yang sudah berlangsung beberapa waktu sebelum kasus ini mencuat, ortu 3 terduga pelaku hanya sanggup menyantuni korban senilai total Rp 3 juta. Krisdiyansari menegaskan, ortu korban menolak santunan itu karena menganggapnya tak manusiawi.
"Pilihannya dua itu, tapi keduanya tidak bisa dipenuhi pihak pelaku. Kalau didamaikan sebenarnya tidak akan ada keadilan bagi korban pemerkosaan. Karena itu mental yang kena," ujarnya.
Intinya, kata Krisdiyansari, uang Rp 200 juta itu benar-benar akan difungsikan untuk penyembuhan mental anak yang menjadi korban pemerkosaan meski pelakunya juga anak-anak. Fokusnya adalah menjauhkan korban dari para pelaku.
"Kalau misalnya mereka bisa memenuhi Rp 200 juta, korban pindah, kami anggap selesai. Kami akan fokus ke penyembuhan mental anak saja. Itu angka kecil, karena tanggung renteng 3 keluarga pelaku, harusnya tidak berat," ujarnya.
Soal penyembuhan mental anak, selama ini ortu korban memanfaatkan trauma healing yang disediakan secara gratis oleh P2TP2A Mojokerto. Bersamaan dengan itu, dia menyatakan bahwa ortu korban masih mengumpulkan uang untuk pindah rumah dan sekolah.
"Untuk itu (pindah sekolah dan rumah) masih mengumpulkan dana lagi sambil mencari-cari tempat. Makanya misalnya korban tidak dikasih uang sekarang, setidaknya pelaku dipindahkan dulu dari lingkungan itu supaya korban tenang. Karena (korban) keluar rumah saja tidak mau," klaimnya.
Korban dan 3 terduga pelaku tinggal satu dusun. Ketiga terduga pelaku ternyata masih duduk di bangku kelas 1 SD. Dua terduga pelaku berusia 7 tahun, sedangkan satu terduga pelaku berusia 6 tahun (sebelumnya disebut 3 terduga pelaku berusia 8 tahun).
Kepala dusun berharap ortu terduga pelaku tidak perlu dibebani biaya pengobatan sebesar itu. Baca di halaman selanjutnya.
(dpe/iwd)