Tiga terdakwa Tragedi Kanjuruhan dari Polri menjalani sidang eksepsi yang digelar secara telekonferensi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ketiganya keberatan dengan dakwaan jaksa dan minta dibebaskan.
Ketiga terdakwa itu adalah adalah Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, dan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Eksepsi ketiga terdakwa disampaikan oleh tim penasihat hukum mereka dari Bidang Hukum Polda Jatim. Ada tujuh poin nota keberatan yang disampaikan penasihat hukum mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada poin pertama, mereka memohon kepada majelis hakim untuk menerima eksepsi. Selanjutnya meminta membatalkan dakwaan batal dan ketiga mengembalikan dakwaan kepada jaksa.
Lalu pada poin ketiga memohon kepada majelis hakim. Lalu memohon kepada majelis hukum untuk memerintahkan jaksa agar membebaskan ketiga terdakwa dari rutan terhitung sejak putusan sela.
Pada poin kelima membebankan biaya perkara kepada negara. Keenam, menetapkan perkara 3 terdakwa tidak dilanjutkan dan terakhir mengembalikan harkat dan martabat para terdakwa seadil-adilnya.
AKBP Nurul Anaturoh, Advokad Madya 2 Bidkum Polda Jatim dalam eksepsinya menjelaskan nota keberatan itu disampaikan karena dakwaan jaksa tak cermat. Sebab, penerapan hukum dan pidananya tak tepat.
"Dakwaan JPU tidak cermat karena didasarkan pada peraturan yang salah dan tidak berlaku, dimana penerapan hukum atau ketentuan pidananya tidak tepat," kata Nurul di Ruang Cakra, PN Surabaya, Jumat (20/1/2023)
Nurul lantas menyinggung dan meminta Ketua Majelis Hakim, Abu Achmad Sidqi Amsya tentang Pasal 143 ayat (3) KUHAP. Dalam pasal tersebut, menyatakan, bila 'Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum'.
"Dakwaan JPU tidak jelas karena tidak menyebutkan hubungan sebab akibat dalam suatu perbuatan pidana, ketidakjelasan JPU, meliputi merumuskan dasar hukum terhadap ketidakjelasan peran terdakwa, pertanggungjawaban terdakwa," ujarnya.
"JPU terlihat ragu-ragu apakah jabatan para terdakwa dalam perkara ini, JPU tidak dapat menjelaskan sumber hukum yang sah yang menjadi acuan jabatan terdakwa tentang tupoksi yang melanggar hukum pidana, tidak menguraikan kasualitas (sebab akibat) tentang jatuhnya korban dan pidana yang terjadi. Legitimasi, regulasi, dan keselamatan sebagai produk perundang-undangan nasional dan mendalilkan bahwa terdakwa tidak menaati pasal 19 PSSI edisi 2021, namun tidak menguraikan secara jelas legitimasi regulasi tersebut," jelas Nurul.
Seperti diketahui, sebanyak 132 orang meninggal dunia saat Tragedi Kanjuruhan. Kejadian ini terjadi seusai laga Arema FC kontra Persebaya yang berakhir 2-3. Penonton berebut dan berdesakan keluar saat polisi menembakkan gas air mata selepas pertandingan karena massa suporter turun ke lapangan.
(abq/dte)