Kasus pria Surabaya yang gunting uang lalu menyetorkannya ke mesin ATM menuai sorotan. Banyak yang bertanya-tanya kok bisa pria tersebut memasukkan uang rusak ke ATM hingga totalnya mencapai Rp 32 juta? Pakar IT menyebut hal itu menunjukkan adanya kelemahan di mesin ATM perbankan.
Ir Okky Tri Hutomo M.IT, pakar Teknologi Informasi asal Surabaya menjelaskan bahwa kelemahan itu terutama terletak pada sensor yang ada di mesin ATM.
"Jadi biasanya di mesin anjungan tunai mandiri (ATM) itu untuk yang setor tarik dilengkapi beberapa sensor. Ada sensor ukuran, lalu ada sensor warna, serta sensor keaslian untuk mendeteksi tanda air di uang kertas," ujarnya kepada detikJatim, Selasa (10/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai kasus yang dilakukan oleh Rochmad Hidayat di Surabaya, Okky menduga hal itu karena adanya sensor mesin ATM yang tidak bisa mendeteksi uang secara utuh.
"Uang rusak itu bisa lolos tidak memiliki sensor yang bisa mendeteksi secara utuh. Apalagi dengan kecepatan pemindaian sensor, akhirnya kalau ada beberapa uang utuh beberapa yang rusak karena sobekan akhirnya diloloskan," ujarnya.
Pemindaian uang di mesin ATM dengan kecepatan per milidetik tersebut lah yang menurut Okky juga menjadi faktor. Karena pada saat itulah sensor di mesin itu bekerja.
"Jadi ada faktor kecepatan sensor dalam menangkap keaslian juga. Kecepatannya sekian milidetik, pada saat itu sensor bekerja, mulai mengenal keaslian, mengenal warna, uang pecahan berapa juga jenis uang apakah yang baru dan lama," katanya.
Untuk itu lah ia mengatakan bahwa pihak bank yang bekerja sama dengan pihak ketiga misalnya dalam hal pengadaan mesin ATM bisa melakukan perbaikan pada sensor itu.
"Sehingga ini murni memang bank ini perlu memperbaiki sensor di mesin ATM-nya," ujarnya.
Tidak semua mesin ATM diproduksi oleh pabrik yang sama. Okky menyebutkan ada kemungkinan untuk pabrikan tertentu sensor dalam mesin ATM itu memang perlu disempurnakan.
"Setiap mesin ATM itu kan ada mereknya masing-masing dari pabrikan tertentu. Ada kemungkinan seri ATM itu tadi misalkan bikinan negara ABCD, ada kelemahan di sisi sensor. Sensornya ada yang cuma mendeteksi lipatan saja, tidak mendeteksi patahan-patahan atau potongan-potongan yang di ujung," ujarnya.
Menurutnya, hal itu bisa didalami dengan melihat potongan uang yang dilakukan oleh pelaku di sebelah mana saja? Misalkan di kanan atas, berarti sensor yang ada di sana memiliki kelemahan.
"Sehingga tidak bisa memberikan informasi bahwa uang ini uang rusak. Nah kasus ini sebenarnya bisa menjadi acuan bagi pembuat mesin ATM itu untuk membuat sensornya lebih diakuratkan," katanya.
Soal motif Rochman Hidayat yang terkesan iseng, Okky menduga ada kemungkinan juga bahwa pria tersebut sebenarnya sengaja mempraktikkan sesuatu.
"Ada kemungkinan orang ini bukan coba-coba, tapi disengaja. Karena ada di situs-situs tertentu di internet orang-orang yang kerjaannya bikin video tutorial kenakalan seperti itu. Objeknya mesin ATM. Nah mungkin setelah dia lihat tutorial itu, sama pelaku dicoba," ujarnya.
Modus nyeleneh Rochmad Hidayat. Baca di halaman selanjutnya.
Dalam sidang putusan perkara perusakan uang Rupiah sebagai salah satu simbol negara di Ruang Tirta PN Surabaya, Senin (9/1), Rochmad Hidayat divonis 1 tahun 2 bulan penjara oleh majelis hakim.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Rochmad Hidayat dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan penjara," ujar Ketua Majelis Hakim Darwanto.
Putusan itu dijatuhkan karena Rochmad dianggap terbukti bolak-balik menarik uang tunai kertas dari mesin ATM, menggunting ujungnya, lalu menyetorkan lagi hingga total uang rusak mencapai Rp 32 juta.
Dari informasi dalam berkas perkara Rochmad yang dipantau detikJatim dari situs web SIPP PN Surabaya, Senin (9/1/2023), semua itu bermula ketika pria itu menemukan selembar uang rupiah yang sobek saat menarik tunai uang di ATM.
"Bermula saat terdakwa mengambil uang dari mesin ATM yang bersangkutan menemukan salah satu lembar uang rupiah dalam keadaan sobek, kemudian terdakwa mencoba menyetor tunai kembali uang rupiah yang sobek itu ke mesin setor tunai dan ternyata bisa masuk. Dari peristiwa itu muncul niat dan kesengajaan," demikian bunyi berkas perkara itu.
Tidak hanya di 1 mesin ATM, ia melakukan setor tunai uang rusak itu berkali-kali di sejumlah mesin jenis CRM atau mesin setor tunai milik salah satu bank di 3 lokasi berbeda di Surabaya.
"Jadi ini bukan uang palsu. Itu uangnya sendiri yang ditarik dan disetor lagi, dilakukan berulang-ulang setelah ujung uang itu digunting. Sebenarnya uangnya sendiri sekitar Rp 2 juta. Karena dia lakukan itu berulang-ulang total uang yang rusak senilai Rp 32.050.000," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara itu Herlambang Adhi Nugroho.