Aksi pria Surabaya ini sungguh nyeleneh. Dia sengaja merusak uangnya dengan cara menggunting sudut-sudutnya lalu menyetorkan tunai ke mesin ATM milik salah satu bank. Dia melakukan itu berulang-ulang hingga total uang yang rusak akibat perbuatannya mencapai Rp 32 juta.
Ending-nya, pria bernama Rochmat Hidayat itu kini mendekam di bui. Pria asal Jalan Kampung Malang Kulon itu menjadi terdakwa kasus perusakan uang rupiah di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kemarin, Senin (9/1), Majelis Hakim PN Surabaya memvonisnya bersalah karena melanggar pasal 35 ayat (1) Undang-Undang 7/2011 tentang Mata Uang.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Rochmad Hidayat dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan penjara," ujar Ketua Majelis Hakim Darwanto dalam sidang putusan perkara tersebut di Ruang Tirta PN Surabaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putusan itu dijatuhkan karena Rochmad dianggap terbukti telah bolak-balik menarik uang tunai kertas dari mesin ATM, kemudian menggunting ujungnya, lalu menyetorkan lagi uang yang tergunting itu hingga total uang yang telah dia rusak dan dia setor ke sejumlah mesin ATM mencapai Rp 32 juta.
Memang aneh yang dilakukan Rochmad ini. Entah apa yang dia pikirkan saat itu. Dari informasi dalam berkas perkara Rochmad yang dipantau detikJatim dari situs web SIPP PN Surabaya, Senin (9/1/2023), semua itu bermula ketika pria itu menemukan selembar uang rupiah yang sobek saat menarik tunai uang di ATM.
"Bermula saat terdakwa mengambil uang dari mesin ATM yang bersangkutan menemukan salah satu lembar uang rupiah dalam keadaan sobek, kemudian terdakwa mencoba menyetor tunai kembali uang rupiah yang sobek itu ke mesin setor tunai dan ternyata bisa masuk. Dari peristiwa itu muncul niat dan kesengajaan," demikian bunyi berkas perkara itu.
Singkat cerita, tiba-tiba saja Rochmad terinspirasi setelah berhasil memasukkan uang yang sobek di bagian ujungnya ke mesin ATM. Ia pun mulai menggunting sudut uang yang dia miliki lalu ia setorkan ke mesin ATM. Setelahnya, ia tarik tunai lagi. Ketika mendapat uang yang masih utuh, dia gunting lagi. Begitu berulang-ulang.
Tidak hanya di 1 mesin ATM, ia melakukan itu berulang kali di sejumlah mesin jenis CRM atau mesin setor tunai milik salah satu bank yang ada di 3 lokasi berbeda di Surabaya. Tarik-setor uang tunai rusak itu pun menyebabkan total uang Rupiah yang jadi tak layak edar itu senilai total lebih dari Rp 32 juta.
"Jadi ini bukan uang palsu. Itu uangnya sendiri yang ditarik dan disetor lagi, dilakukan berulang-ulang setelah ujung uang itu digunting. Sebenarnya uangnya sendiri sekitar Rp 2 juta. Karena dia lakukan itu berulang-ulang total uang yang rusak senilai Rp 32.050.000," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara itu Herlambang Adhi Nugroho kepada detikJatim.
Dalam catatan berkas perkara di SIPP PN Surabaya, Rochmad melakukan aksi isengnya itu di ATM salah satu bank yang ada di Jalan Bronggalan dengan total uang rusak disetor senilai Rp 3,9 juta, lalu di ATM di kawasan Kaliasin dengan total uang rusak yang disetor Rp 24.550.000, serta di ATM Jalan Pahlawan dengan total uang rusak senilai Rp 3,6 juta.
Rochmad didakwa dengan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang 7/2011 tentang Mata Uang dan sudah beberapa kali disidang tanpa didampingi pengacara. Ia dihukum oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya karena telah merusak Rupiah sebagai simbol negara.
"Perbuatan terdakwa memotong uang rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan uang rupiah sebagai simbol negara ini terhitung sejak Agustus 2022 sampai September 2022. Perbuatannya tersebut mengakibatkan uang Rupiah menjadi tidak layak edar," demikian sebut dakwaan di berkas perkara Rochmad.
Saat menghadiri sidang putusan tersebut secara daring, Rochmad mengaku tidak keberatan dengan keputusan hakim. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan pikir-pikir. Baru diketahui sehari sebelum sidang putusan oleh JPU Herlambang Adhi Nugroho, bahwa keluarga Rochmad menyebut pria itu sedang stres.
"Jadi terdakwa ini mengalami stres. Keterangan dari keluarga yang bersangkutan bahwa terdakwa ini sudah 3 bulan lebih tidak bekerja alias menganggur. Karena perekonomian yang semakin menipis itulah, dia melakukan itu," kata Herlambang.
(dpe/dte)