Teror Gangster Surabaya, Kombinasi Masalah Ekonomi dan Pembuktian Diri

Praditya Fauzi Rahman, Denza Perdana - detikJatim
Kamis, 08 Des 2022 18:57 WIB
Ilustrasi tawuran gangster anak-anak muda yang meresahkan masyarakat. (Foto: Ilustrasi/Mindra Purnomo/detikcom)
Surabaya -

Masyarakat Surabaya saat ini merasa resah kalau berada di jalan pada malam hari. Banyak yang khawatir dengan munculnya gangster Surabaya. Kelompok anak muda itu tiba-tiba menjadi perbincangan menyeramkan karena kerap meneror dan lekat dengan kekerasan.

Munculnya tawuran antargangster, konvoi pamer senjata tajam (sajam), teror, hingga penyerangan membabi buta dan kerap salah sasaran kepada warga yang tak tahu apa-apa jadi penanda terjadinya masalah serius di Kota Pahlawan.

Langkah progresif sudah dilakukan gabungan Pemkot Surabaya dengan kepolisian dan TNI. Melibatkan pula sejumlah elemen masyarakat. Hingga sejumlah anggota gangster itu sudah ditangkap.

Tapi apakah cukup? Secara umum, perilaku gangster yang dianggap sebagai perilaku patologis atau abnormal anak-anak muda pendamba eksistensi itu memang dekat dengan kriminalitas.

Bila bentuknya kriminal, hukum akan mampu memberikan ganjaran yang sepadan. Tapi apakah akan benar-benar memberikan efek jera dan menjadi preseden bagi anak muda lainnya yang berlaku menyimpang?

Sosiolog Unair Surabaya Prof Bagong Suyanto mengatakan bahwa fenomena gangster di Surabaya adalah bentuk perilaku patologis anak muda. Yakni perilaku sosial yang bermasalah dan dekat dengan masalah kesehatan mental.

"Biasanya, dipengaruhi oleh kelompok," jelas Bagong kepada detikJatim, Kamis (8/12/2022).

Ada beberapa faktor utama yang memunculkan fenomena gangster itu. Yakni faktor ekonomi dan faktor subkultur yang menyebabkan perilaku yang ingin tampil eksis atau membuktikan keberadaan dirinya.

"Soal ekonomi dan subkultur. Kulturnya, kan, anak-anak marginal (biasanya kalangan ekonomi menengah ke bawah) yang pengen eksis dengan melakukan tindakan-tindakan patologis. Kondisi ekonomi itu menguatkan posisi mereka yang hidup serba tidak adil, ya. Sudah klop akhirnya," ujar Bagong.

Kombinasi ekonomi dan pembuktian diri jadi pelatuk maraknya anak muda tergabung dalam gangster. Baca di halaman selanjutnya.




(dpe/dte)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork