Jalan Panjang Kasus Kekerasan Seksual hingga Akhirnya Bos SMA SPI Ditahan

Muhammad Aminudin - detikJatim
Selasa, 12 Jul 2022 15:38 WIB
Ilustrasi. (Foto: M Bagus Ibrahim/detikJatim)
Malang -

Pertengahan Mei 2021 lalu dunia pendidikan dikejutkan dengan kasus dugaan kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu. Kasus itu mencuat setelah sejumlah alumni mengungkap kejahatan yang diduga dilakukan JE, pendiri SMA tersebut.

Para alumni yang merasa menjadi korban kekerasan seksual itu kemudian melaporkan kasus itu ke Polda Jatim. Saat itu mereka didampingi oleh Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA). Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas PA menyebutkan kejahatan yang dilakukan JE merupakan extraordinary crime.

Setelah melakukan serangkaian proses penyelidikan yang cukup panjang, Polda Jatim menetapkan JE sebagai tersangka pada awal Agustus 2021. Saat itu, setidaknya ada belasan korban kekerasan seksual yang diduga menjadi korban JE dalam rentang waktu sejak 2009 lalu.

Setelah beberapa kali mendapatkan catatan P19 dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, pada awal Febuari 2022 lalu penyidik Polda Jatim pada akhirnya kembali melimpahkan berkas penanganan perkara kemudian dinyatakan P21 (berkas sempurna) oleh Kejati Jatim.

Selanjutnya, Kejati Jatim membentuk Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan melakukan proses pendaftaran perkara ke Pengadilan Negeri (PN) Malang. Ada sebanyak 10 jaksa yang akan melakukan penuntutan terhadap JE, terdakwa kasus dugaan pelecehan seksual terhadap siswa SMA SPI itu.

Sepuluh jaksa ini terdiri dari 4 jaksa dari Kejaksaan Tinggi dan 6 jaksa dari Kota Batu. Berkas kasus bos SMA SPI ini kemudian memasuki babak baru, setelah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Malang untuk dimulai proses persidangan.

Sidang perdana kasus yang menjerat JE itu digelar pada Rabu (12/2/2022) lalu di Pengadilan Negeri Malang. Jaksa penuntut saat itu membacakan dakwaan atas dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh bos SMA SPI.

Surat dakwaan yang dibacakan JPU dalam bentuk alternatif antara lain Pasal 81 juncto Pasal 76 d, dan/atau Pasal 82, Pasal 76 d UU 17/2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU 1/2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak jadi UU, Juncto Pasal 64 KUHP. Dengan sejumlah pasal itu JPU mengancam JE dengan hukuman minimal 3 tahun atau maksimal 15 tahun pidana penjara.

Sidang kemudian bergulir untuk memeriksa saksi sekaligus korban yang berkaitan dengan kasus itu dan bergulir seolah tak ada habisnya hingga persidangan sudah berlangsung hingga 19 kali.

Namun, hingga 19 kali persidangan, JE yang diduga merupakan predator anak itu belum juga menerima tuntutan dari JPU. Tak hanya itu, selama persidangan bergulir yang bersangkutan juga masih bebas berkeliaran ke mana-mana karena tidak ada keputusan penahanan.

Belum adanya penahanan menyulut reaksi Komnas Perlindungan Anak. Baca di halaman selanjutnya.




(dpe/dte)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork