Guru besar Fakultas Farmasi Edy Meiyanto akhirnya diberhentikan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) buntut kasus kekerasan seksual. Begini penjelasan pihak UGM.
Sekretaris UGM, Andi Sandi, mengatakan penjatuhan sanksi itu berdasarkan pada Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025.
"Pimpinan Universitas Gadjah Mada juga sudah menjatuhkan sanksi kepada pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen. Penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku," kata Andi Sandi salam keterangan tertulis yang diterima detikJogja, Minggu (6/4/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, sanksi tersebut dijatuhkan berdasarkan temuan, catatan, dan bukti-bukti dalam proses pemeriksaan. Satgas PPKS UGM melalui Komite Pemeriksa kemudian memutuskan bahwa Edy atau terlapor terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual.
"Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa terlapor terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023," ujarnya.
Sandi menegaskan jauh sebelum dipecat sebagai dosen, Edy telah dibebastugaskan dari jabatannya. Hal itu dilkukan untuk kepentingan para korban dan untuk memberikan jaminan ruang aman bagi seluruh civitas akademika di fakultas.
"Salah satu tindakan cepat awal yang dilakukan oleh universitas dan fakultas adalah dengan membebaskan Terlapor dari kegiatan tridharma perguruan tinggi dan jabatan sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi. Jabatan Terlapor selaku Ketua CCRC dicopot berdasarkan pada Keputusan Dekan Farmasi UGM pada 12 Juli 2024," urainya.
Sebelumnya, kasus ini sudah bergulir sejak sekitar tahun 2023 lalu dan dilaporkan pada 2024. Dari laporan itu kemudian ditelusuri oleh Satgas PPKS.
"Jadi memang (kasus yang menjerat Edy Meiyanto) yang dilaporkan ke UGM itu kan di tahun 2024 gitu ya, dan proses pemeriksaannya itu dilakukan oleh Satgas PPKS," kata Sandi saat dihubungi wartawan, Jumat (4/4).
"Jadi memang dugaan itu disampaikan oleh pimpinan fakultas. Pimpinan fakultas yang menyampaikan ke kami," imbuh dia.
Dari laporan itu, satgas PPKS UGM kemudian melakukan pemeriksaan. Itu dilakukan meliputi saksi dan korban sebanyak 13 orang.
"Ya, jadi yang kami periksa yang diperiksa oleh teman-teman Satgas itu adalah saksi dan juga korban, itu yang terjadi 2023-2024," jelas dia.
"Meskipun informasi di luaran itu terjadi sebelum itu. Kejadian-kejadian sebelum laporan itu kami tidak mengetahuinya. Artinya di tingkat Satgas kami tidak mengetahuinya karena baru reporting itu di 2024," sambungnya.
Sandi melanjutkan, dari hasil pemeriksaan tindakan pelaku dilakukan di luar kampus. Modusnya yakni dengan mengajak korban berdiskusi maupun pada saat bimbingan.
"Ada diskusi, ada juga bimbingan, ada juga pertemuan di luar untuk membahas kegiatan-kegiatan ataupun lomba yang sedang diikuti," sebutnya
(mud/mud)