Muhammadiyah Klaim Kelola Masjid Al-Hidayah Banyuwangi Sejak 1970

Muhammadiyah Klaim Kelola Masjid Al-Hidayah Banyuwangi Sejak 1970

Ardian Fanani - detikJatim
Selasa, 08 Mar 2022 00:13 WIB
pw muhammadiyah jatim
Jumpa pers soal pencopotan plang Muhammadiyah (Foto: Tangkapan layar)
Banyuwangi -

Kasus pencopotan papan nama Muhammadiyah di Masjid Al-Hidayah, Desa Tampo, Kecamatan Cluring, Banyuwangi Dilaporkan ke Polda Jatim. Pelaporan itu dilakukan karena mereka beralasan tanah waqaf tersebut sudah dimiliki dan dikelola oleh Muhammadiyah sejak tahun 1970.

Ketua Tim Advokasi dan Penasihat Hukum PW Muhammadiyah Jatim Masbuhin mengatakan sejarah perwaqafan masjid Al-Hidayah dan sekaligus PAUD yang berada di lahan tersebut sudah dilakukan sejak 1970 lalu.

"Tanah tersebut merupakan tanah waqaf yang diberikan KH Yasin kepada menantunya H Bakri pada tahun 1946 silam. Tahun 1946, KH Yasin sebagai waqif atau orang yang mewaqafkan tanahnya yang terletak di Dusun Krajan, Desa Tampo, Kecamatan Cluring, Banyuwangi dengan luas tanah 2.500 m persegi kepada menantunya H Bakri sebagai nadzir atau penerima waqaf," ungkapnya dalam rilis yang diterima detikcom, Senin (7/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

H Bakri, kata Masbuhin, merupakan salah satu tokoh Muhammadiyah di Desa Tampo. Kemudian di tanah waqaf tersebut dibangun masjid yang dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Masjid Mbah Yai Bakri atau Masjid Muhammadiyah.

Selanjutnya, pada Tahun 1970, H. Bakri dan beberapa kader Muhammadiyah mendirikan SD Muhammadiyah 4 Tampo di tanah waqaf tersebut. Selanjutnya pada tahun 1980-1990, gedung SD tersebut dimanfaatkan untuk Pendidikan Guru Agama. Namun 8 tahun kemudian ditutup dengan alasan kebijakan pemerintah pada saat itu.

ADVERTISEMENT

"Sejak berdirinya masjid dan lembaga di atas tanah waqaf tersebut, tidak pernah terjadi masalah dengan masyarakat sekitar. Jadi ini dimanfaatkan untuk tempat ibadah dan pendidikan mereka," ungkapnya.

Pada Tahun 1992, lanjut Masbuhin, H Bakri selaku nadzir menyerahkan penuh pengelolaan tanah waqaf tersebut kepada Ir Achmad Jamil yang merupakan menantunya sendiri, sebagai Nadzir pengganti sekaligus kedudukannya sebagai Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah.

Dokumen penyerahan itu dapat dibuktikan oleh Muhammadiyah melalui surat kuasa dalam lembaran bersegel tertanggal 12 maret 1992 atau 7 ramadhan 1412 H, yang isinya memberikan kuasa penuh atas pengelolaan tanah waqaf tersebut.

"Atas dasar itulah, maka kemudian menjadi sah dengan bukti otentik, terbit dan lahir akta ikrar wakaf pengganti yang dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Cluring pada tanggal 15 Juli 1992," ungkapnya.

Terdapat poin penting dalam akta ikrar waqaf pengganti tersebut, yakni tanah waqaf tersebut diurus oleh Achmad Jamil dalam jabatannya sebagai ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah.

Berdasarkan fakta dan bukti hukum tersebut, kata Masbuhin, maka menjadi jelas dan terang bahwa tanah waqaf tersebut peruntukan dan pengelolaannya berada pada tangan Muhammadiyah.

"Demikian pula menjadi sah menurut hukum, apabila Muhammadiyah memasang papan namanya di atas tanah waqaf yang dimiliki dan dikelolanya sebagai identitas kepemilikan, pengelolaan dan symbol dakwah dan kehormatan Muhammadiyah," tegasnya.

Atas dasar inilah, PW Muhammadiyah secara resmi melaporkan pihak-pihak yang dengan sengaja menurunkan plang organisasinya tersebut ke Polda Jatim.




(iwd/iwd)


Hide Ads