Masjid Al Hidayah Bedugul, Jejak Toleransi di Tepian Danau Beratan

Masjid Al Hidayah Bedugul, Jejak Toleransi di Tepian Danau Beratan

Sudrajat - detikHikmah
Sabtu, 08 Feb 2025 13:00 WIB
Masjid Besar Al Hidayah Bedugul Bali, Jejak Toleransi di Tepian Danau Beratan
Foto: Sudrajat
Jakarta -

Kaum muslim yang berwisata ke Bedugul untuk menikmati keindahan Pura Ulun yang masyhur dan pernah diabadikan di lembar uang Rp 50 ribu tak perlu kesulitan mencari lokasi untuk salat. Persis di depan Danau Beratan yang juga menjadi lokasi Pura ulun, berdiri megah Masjid Besar Al Hidayah yang dibangun ulama lokal, Tuan Guru Alimun pada 1927.

Terdiri dari dua lantai di atas bukit dengan latar Gunung Agung membuat masjid ini tampak menjulang dari kejauhan. Juga eksotis dengan tiga kubahnya yang mirip telur raksasa berwarna biru. "Dibangun di tanah wakaf Papuk (Bapak) Awaludin dan Bapak Nurdjinah," ungkap Ketua Yayasan Al Hidayah, Khairil Anwar kepada detikHikmah, Kamis (6/2/2025).

Semula, ia melanjutkan, lokasi masjid persis di bawah dekat danau. Bangunan cuma satu lantai dengan warna dasar hijau-kuning, dan kubah berwarna silver. Luasnya cuma 5x5 meter sehingga kerap disebut sebagai langgar atau musala. Pada 1948 dan 1978 langgar direnovasi dan diperluas menjadi masjid. Mewujud dan berlokasi seperti sekarang ini sejak 2009 dengan dana gotong royong warga sekitar, termasuk bantuan dari Presiden Soeharto saat masih berkuasa sebesar Rp 7 juta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk memasuki area masjid seperti yang sekarang, para jamaah harus menapaki 50-60 anak tangga. Di lantai pertama berjejer keran untuk wudu dan kamar-kamar untuk buang hajat. Semua terjaga dengan bersih. Sama sekali tak tercium semilir bau pesing.

Masjid Besar Al Hidayah Bedugul Bali, Jejak Toleransi di Tepian Danau BeratanSuasana Masjid Besar Al Hidayah Bedugul Bali, banyak muslim yang selesai melaksanakan salat. Foto: Sudrajat

Ornamen ukiran berwana emas di fasad depan masjid terlihat mencolok seolah menjadi ciri khas utama masjid ini. Sentuhan seni ukir Bali terasa di bagian beranda, pintu hingga ke interior masjid, semua ukiran-nya bertema floral untuk menyesuaikan nya dengan syariat Islam. Untuk jendela beberapa di antaranya menggunakan kaca patri warna-warni. Menurut seorang pengurus masjid, ornament atau ukiran di sisi luar masjid digarap para perajin Hindu, takmir yang memberi khat Arabnya untuk diukir.

ADVERTISEMENT

Menurut Khairil Anwar jumlah penduduk muslim di Bedugul saat ini berjumlah sekitar 900 Kepala Keluarga atau kurang lebih 3.000 Jiwa. Secara administratif kewilayahan penduduk muslim terkonsentrasi di Banjar Dinas Candikuning 2 Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti - Kabupaten Tabanan. "Namun orang lebih mengenalnya sebagai daerah Bedugul, padahal itu dalah nama kawasan wisata yang melingkupi dua kabupaten di Bali yaitu Tabanan dan Buleleng," ujarnya.

Kaum muslim di sana hidup rukun bersama mayoritas masyarakat Hindu. Masing-masing umat saling menjaga sekaligus membantu dalam semangat 'Nyama Beraya' atau semua bersaudara.

Masjid Besar Al Hidayah Bedugul Bali, Jejak Toleransi di Tepian Danau BeratanMasjid Besar Al Hidayah Bedugul Bali, Jejak Toleransi di Tepian Danau Beratan Foto: Sudrajat

Khairil menyebut Tuan Guru Alimun sebagai salah seorang tokoh yang membantu penyebaran Islam di Bedugul terutama dalam bidang pendidikan agama atau pencerahan tentang agama Islam pada periode periode awal. Pada periode 1970-an sejumlah tokoh muda berpendidikan yang melanjutkan pengembangan Islam di Bedugul di antaranya H. Anwar Bick, H. Sadimin, H. Ali Bick, Altin, H. Said Abdillah, H. Sahrani, dan Munasrif.

Tak cuma menjadi pusat ibadah, Masjid Al Hidayah juga menjadi pusat pendidikan Islam dan perekonomian. Sebab masjid ini melengkapi diri dengan pondok pesantren untuk tingkat Taman Kanak hingga Menengah Atas. Para santri ada yang dari berasal luar Bedugul, seperti Kabupaten Karangasem dan dari Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Para orang tua banyak yang tertarik mengirimkan anak-anak mereka mungkin karena kondisi kawasan Bedugul yang sejuk sehingga kondusif untuk belajar. "Para orang tua juga bisa sekalian berwisata setiap kali menjenguk anak-anak mereka," ujar Khairil.

Selain itu, sejak tahun 2000, Al Hidayah melengkapi diri dengan usaha wakaf produktif, seperti membuat akses parkir dan membuka beberapa usaha makanan, toilet umum, toko kelontong, hingga kedai kopi. Juga ada jasa penyewaan ruang serbaguna dan penginapan ramah muslim. Sejak 2022 Bank Syariah Indonesia yang difasilitasi Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memberikan bantuan dan pembinaan manajemen dan lainnya. "Hampir semua usaha tersebut memberdayakan jama'ah masjid khususnya pemuda," ujar Khairul.

Pada 12 Desember 2016, Al Hidayah mendapat penghargaan paripurna kedua dari Kementerian Agama sebagai masjid terbaik kedua tingkat nasional, setelah Masjid Sabilillah di Malang, Jawa Timur.

Penghargaan diberikan karena Al Hidayah dianggap berhasil melibatkan warga masyarakat dalam setiap aktivitas masjid. Seluruh warga sekitar, tumbuh rasa memilikinya terhadap masjid itu, yang terlihat dari keikutsertaan mereka dalam program-program masjid. Mulai dari kegiatan pengajian, sampai pada keterlibatan mereka pada penataan fisik masjid.




(lus/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads