Sidang praperadilan soal status tersangka MSAT, anak kiai di Jombang, masih tahap pembuktian. Pada hari ini, pemohon menghadirkan dua saksi ahli.
Sidang praperadilan digelar di ruangan Kusuma Atmadja Pengadilan Negeri (PN) Jombang, dengan agenda mendengarkan pendapat saksi ahli dari pihak pemohon. Sidang yang dipimpin Hakim Dodik Setyo Wijayanto dimulai pukul 10.30 WIB.
MSAT sebagai pihak pemohon menghadirkan dua saksi ahli sekaligus. Yakni Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Dr King Faisal Sulaiman dan Ahli Hukum Pidana, Suparji. Mereka menyampaikan pendapat sesuai disiplin ilmu masing-masing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada sidang kali ini, Dr King menyampaikan pendapatnya tentang keabsahan penetapan tersangka MSAT oleh Satreskrim Polres Jombang. Menurutnya, dalam sebuah perkara pidana, penyidik harus lebih dulu memeriksa terlapor sebagai saksi sebelum menetapkannya sebagai tersangka.
"Pemanggilan keterangan saudara MSAT dalam kapasitasnya sebagai saksi atau calon tersangka merupakan proses prosedur baku, atau perintah yang ditetapkan oleh hukum acara pidana sebagaimana diproyeksi dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21 Tahun 2014," kata Dr King, Selasa (25/1/2022).
Untuk menentukan seseorang menjadi tersangka, lanjut Dr King, penyidik setidaknya sudah mengantongi dua alat bukti.
"Mengapa MK dalam Putusan Nomor 21 mewajibkan dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya? Karena tindakan penyidikan jika merujuk Pasal 1 angka 2 KUHAP, sama sekali tidak mengharuskan penyidik untuk menetapkan tersangka juga tidak mengharuskan pula penyidik menentukan tindak pidananya. Terkecuali disertakan bukti minimal dua alat bukti yang berhasil ditemukan penyidik, yang menunjukkan bahwa seseorang patut diduga bahwa sebagai pelaku tindak pidana tersebut," terang Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu.
Sementara Suparji mengatakan, proses hukum untuk mewujudkan keadilan harus memperhatikan nilai hak asasi manusia. Oleh sebab itu, proses hukum harus berjalan sesuai prosedur dan proporsional.
Senada dengan Dr King, Dosen Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia ini berpendapat, proses penetapan tersangka harus didahului pemeriksaan calon tersangka.
"Mengingat dalam proses hukum sudah jelas bagaimana mekanisme hukum acara pidana, demikian pula sebagaimana ketentuan-ketentuan yang lain, misalnya dalam konteks Putusan MK Nomor 21 Tahun 2014 bahwa untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka harus terlebih dahulu dilalui pemeriksaan calon tersangka," jelasnya.
Jika pemeriksaan calon tersangka tidak dilalui oleh penyidik, kata Suparji, maka penetapan tersangka dalam sebuah perkara pidana dianggap cacat hukum.
"Dengan demikian ahli berpendapat jika proses penetapan tersangka tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka secara formil dan secara prosedural (penetapan tersangka) tidak sah secara hukum," tambahnya.
Sidang dengan agenda mendengarkan dua saksi ahli dari pihak MSAT itu berlangsung cukup lama. Sidang baru selesai sekitar pukul 13.15 WIB.
Berkas perkara pencabulan yang diduga dilakukan MSAT terhadap santriwati dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Tinggi Jatim pada 4 Januari 2022. Oleh sebab itu, Polda Jatim berupaya secepat mungkin melakukan tahap dua perkara tersebut.
Namun, MSAT enggan memenuhi tiga panggilan Polda Jatim. Sehingga polisi memasukkan putra kiai pengasuh ponpes di Desa Losari, Ploso, Jombang itu dalam DPO. Polisi mengancam akan menjemput paksa MSAT jika menolak kooperatif.
Sebelum itu, MSAT mengajukan praperadilan ke PN Surabaya soal proses penetapan tersangka yang dilakukan Polda Jatim. Namun pada 16 Desember 2021, hakim tidak menerima permohonan MSAT karena kurangnya pihak termohon.
Penetapan tersangka MSAT dilakukan di Polres Jombang, sedangkan yang digugat dalam praperadilan tersebut Polda dan Kejati Jatim. Tim pengacaranya pun mengajukan praperadilan kedua di PN Jombang dengan pihak termohon Kapolda Jatim, Kapolres Jombang, Kajati Jatim, serta Kajari Jombang.
(sun/iwd)