MSAT, anak kiai di Jombang menempuh jalur praperadilan agar status dirinya sebagai tersangka pencabulan santriwati dicabut. Menurut pengacara, MSAT tidak pernah dimintai keterangan sebelum ditetapkan sebagai tersangka, serta perkara ini dinilai kurang bukti.
Pengacara MSAT, Deny Hariyatna mengatakan, pihak korban melaporkan kasus dugaan pencabulan santriwati ini pada 29 Oktober 2019. Sementara pencabulan yang diduga dilakukan anak pengasuh pondok pesantren di Desa Losari, Ploso, Jombang itu terjadi tahun 2017. Polres Jombang lantas menetapkan MSAT sebagai tersangka pada 12 November 2019.
"Pada pokoknya adalah kami pemohon tidak pernah diperiksa saat penyelidikan maupun sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Anda bisa bayangkan aparat penegak hukum memproses sebuah peristiwa yang bukan tangkap tangan, ini yang dilaporkan peristiwa tahun 2017, sudah seharusnya mereka melakukan klarifikasi, konfirmasi atau meminta keterangan dari klien kami sebelum menetapkan tersangka," kata Deny kepada wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Jombang, Jalan KH Wahid Hasyim, Kamis (20/1/2022).
Deny menjelaskan, Polres Jombang menerbitkan surat perintah penyidikan, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP), serta surat penetapan MSAT sebagai tersangka pada hari yang sama. Yakni pada 12 November 2019.
Namun, sampai saat ini perkara dugaan pencabulan yang menjerat MSAT tak kunjung sampai di pengadilan. Kejaksaan Tinggi Jatim baru menyatakan berkas perkara tersebut lengkap (P21) pada 4 Januari 2022, dua tahun setelah anak kiai di Jombang itu berstatus tersangka.
"Klien kami ditetapkan sebagai tersangka hanya berdasarkan hasil penyelidikan. Penyelidikan itu bukan proses pro justitia. Anda bisa bayangkan hak asasi manusia klien kami dilanggar, diabaikan. Dalam permohonan tadi kami menyampaikan ini patut diduga alat buktinya kurang. Anda bayangin kalau sudah ditetapkan tersangka seharusnya alat buktinya sudah kuat, cukup alat buktinya, jumlahnya, kualitasnya. Kenapa harus lama-lama, dua tahun sampai sekarang," jelasnya.
Praperadilan kedua yang ia ajukan di PN Jombang, kata Deny, berbeda dengan praperadilan pertama di PN Surabaya. Menurutnya, praperadilan pertama tidak diterima oleh Hakim PN Surabaya pada 16 Desember 2021 karena kurangnya pihak termohon.
Para pihak termohon ia lengkapi pada praperadilan kedua yang diajukan 5 Januari 2022 di PN Jombang. Terdiri dari termohon 1 Kapolres Jombang, termohon 2 Kepala Kejaksaan Negeri Jombang, termohon 3 Kapolda Jatim, serta termohon 4 Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim.
"Untuk putusan kurang pihak, hakim di PN Surabaya tidak lagi memeriksa materi yang dimohonkan. Dia hanya melihat kalau kurang pihak, tidak diterima. Jadi, materi perkara yang ada belum diperiksa di PN Surabaya," terangnya.
Dalam sidang praperadilan kedua yang dimulai hari ini, menurut Deny, pihaknya juga akan memaparkan bukti baru di hadapan hakim PN Jombang. Pada sidang perdana pagi tadi, pihaknya telah menyampaikan 7 permohonan kepada hakim.
"Sidang berikutnya kami akan siapkan daftar bukti, saksi ahli, nanti semua akan kami konklusikan dalam kesimpulan," tambahnya.
Berkas perkara pencabulan yang diduga dilakukan MSAT terhadap santriwati dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Tinggi Jatim pada 4 Januari 2022. Oleh sebab itu, Polda Jatim berupaya secepat mungkin melakukan tahap dua perkara tersebut.
Namun, MSAT enggan memenuhi tiga panggilan Polda Jatim. Sehingga polisi memasukkan putra kiai di Jombang itu dalam DPO. Polisi mengancam akan menjemput paksa MSAT jika menolak kooperatif.
Sebelum itu, MSAT mengajukan praperadilan ke PN Surabaya terhadap proses penetapan tersangka yang dilakukan Polda Jatim. Namun pada 16 Desember 2021, hakim menolak permohonan MSAT karena kurang pihak.
Penetapan tersangka MSAT dilakukan di Polres Jombang, sedangkan yang digugat dalam praperadilan tersebut Polda dan Kejati Jatim. Tim pengacaranya pun mengajukan praperadilan kedua kalinya di PN Jombang. Sidang perdana digelar tadi pukul 10.00 WIB.
Simak Video "Video: Helikopter Mendarat Darurat di Jombang Bikin Heboh Warga"
(sun/sun)