Desa Blimbing berada di Kecamatan Klabang, jaraknya sekitar 20-an kilometer dari pusat kota Bondowoso. Desa ini terbilang kawasan pertanian cukup berlimpah air karena banyaknya sumber air yang ada.
Sebuah tradisi berupa rokat atau ruwat desa selalu digelar setiap tahun di Desa Blimbing. Namanya Ghadisah. Yakni selamatan sekaligus ulang tahun desa. Sejumlah prosesi baku selalu menyertai acara Ghadisah yang tahun ini merupakan yang ke-532.
"Tahun ini merupakan rokat desa atau ulang tahun desa yang ke-532," ujar Kepala Desa Blimbing, Samin, ketika berbincang dengan detikJatim, Kamis (29/2/2024).
![]() |
Samin mengaku memang tak ada bukti administrasi ulang tahun Desa Blimbing. Tapi ulang tahun berupa rokat di desa Blimbing tersebut selalu diperingati secara turun-temurun sejak kakek buyutnya.
"Tidak pernah terputus. Sehingga gampang menyebutnya. Misal, tahun kemarin ke-531, maka sekarang ke-532. Dari dulu, sampai nanti tahun berikutnya," imbuhnya.
Prosesi rokat desa atau ulang tahun desa yang disebut Ghadisah itu dipercaya tak boleh ada tahapan yang kurang atau tidak dilakukan. Karena akan berdampak negatif bagi desa maupun warga desa.
Dimulai dari prosesi nyekar ke pesarean tokoh legendaris masyarakat setempat yakni Singo Ulung atau bagi warga desa disebut Jhuk Sheng dan lainnya.
Lantas dilanjutkan dengan menampilkan pertunjukan tarian Ronteg Singo Ulung, Topeng Konah, Tandek Binik, Ujung, serta rokat nanggher atau sumber mata air desa.
Dalam ritual ini, sebuah tumpeng beserta ubo rampenya dibawa ke bawah sebatang pohon besar di tepi sungai yang tak jauh dari sumber air. Seorang tetua desa lantas memimpin doa.
Tumpeng berikut ubo rampenya lantas dilarung ke sungai. Sementara tumpeng yang dibawa warga lalu saling ditukar, terus dimakan bersama d tempat itu pula.
Setelah ritual rokat tersebut, dilanjutkan dengan prosesi Ojhung. Yakni pertarungan dua orang satu lawan satu menggunakan sebilah rotan. Keduanya saling memukul bagian punggung lawannya.
"Ritual ojhung tersebut mempunyai makna dan filosofi, yakni kesuburan," jelas seorang tetua adat desa setempat, Sutikno.
Konon, kata laki-laki berusia sekitar 70 taun ini, Singo Ulung menyampaikan bahwa untuk menjadikan kawasan tersebut 'gemah ripah loh jinawi' harus ada sedikit tetesan yang mencerminkan kesuburan.
Kemudian diadakanlah ojhung. Yakni dua orang bertarung saling menyabetkan sebilah rotan ke punggung lawan. Akibat sabetan rotan itu biasanya meninggalkan bilur hingga mengeluarkan sedikit darah di punggung.
Menurut Sutikno, karena kawasan itu dulunya sulit air, maka dengan kesaktiannya Singo Ulung akhirnya menancapkan sebatang lidi. Tempat itu lantas mengeluarkan air hingga menjadi sumber air yang dapat mengairi daerah itu.
Desa Blimbing saat ini merupakan kawasan subur dengan pengairan melimpah. Sebab, daerah ini banyak dialiri sungai berasal dari beberapa kawasan sekitarnya maupun dari sumber mata air lain.
(sun/iwd)