Stadsklok di Kayutangan Heritage yang Lekat dengan Sejarah Bakal Digusur?

Stadsklok di Kayutangan Heritage yang Lekat dengan Sejarah Bakal Digusur?

Muhammad Aminudin - detikJatim
Jumat, 24 Nov 2023 17:01 WIB
Stadsklok Kayutangan di Kota Malang
Stadsklok Kayutangan Heitae Kota Malang (Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim)
Jakarta -

Pemerintah Kota Malang terus melakukan penataan Kayutangan Heritage sebagai landmark baru untuk menarik wisatawan. Baru-baru ini, penataan menyasar jam kota atau stadsklok depan kantor PLN UP3 Malang. Penataan ini sempat mendapat kritikan dari pemerhati cagar budaya.

Kritik muncul karena jam kota peninggalan masa kolonial tersebut berpotensi untuk digusur dari tempat aslinya. Padahal, stadsklok itu telah ditetapkan sebagai bagian dari cagar budaya Kota Malang tahun 2021 lalu.

Dari pantauan detikJatim di lapangan, Jumat (24/11), siang, beberapa pekerja terlihat membongkar pondasi stadsklok, dan permukaan di sekitarnya. Pekerja juga memberikan batas untuk area jam kota tersebut, yang lebih luas dibandingkan sebelumnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerhati sejarah dan cagar budaya Tjahjana Indra Kusuma mengatakan secara kesejarahan, stadsklok tersebut dibangun secara bersamaan dalam paket pembangunan Gemeente atau Kotapraja Malang pada tahun 1926 bersamaan dengan pembangunan Balai Kota Malang.

Arsitek atau perancang yang membuatnya adalah Van Os. Digunakan sejak awal tahun 1927, dengan berpenggerak listrik dan dilengkapi petunjuk arah (afstandwijzer) dan tempat iklan di kolom badannya.

ADVERTISEMENT

Jam kota menjadi patokan waktu standar warga. Patokan dan petunjuk waktu menjadi penting setelah sebelumnya hanya bergantung pada lonceng-lonceng gereja dan untaian adzan di rumah-rumah ibadah seantero kota.

"Jam kota ini juga menjadi landmark selamat datang saat memasuki batas kota menuju pusatnya Malang, yang awalnya dibelah oleh batas alam berupa sungai Brantas di utaranya," jelas Tjahjana kepada detikJatim, Jumat (24/11/2023).

Menurut Tjahjana, lokasi jam kota itu cukup strategis berada di simpang tiga penghubung jalan utama (grootepostweg) yang menghubungkan pelintas dari arah barat (Batu dan Kediri) serta dari utara (Surabaya dan Pasuruan).

Jam kota ini ibarat pintu masuk menuju kawasan Kayutangan ke pusat pemerintahan dan perkantoran di seputaran alun-alun Kota Malang.

"Rencana penggeseran jam ini hendaknya memenuhi kaidah-kaidah Cagar Budaya yang melekat pada obyek tersebut, mengingat obyek tersebut berkriteria dan sudah ditetapkan cagar budaya menurut UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya," terangnya.

Hal sama juga dilontarkan Restu Respati juga pemerhati sejarah dan cagar budaya Kota Malang lainnya. Menurut Restu, stadsklok merupakan bahasa Belanda, dalam bahasa Inggris disebut City Clock, dalam bahasa Indonesia disebut jam kota.

Bentuknya terdiri dari tiga buah jam bulat yang menghadap ke masing-masing jalan. Disanggah oleh tiang besi bercat metalik dan pada tiangnya terdapat penunjuk arah ke beberapa lokasi seperti Jember, Blitar, Kepanjen, Bululawang, Pasuruan, Lawang, Tumpang, dan lainnya disertai dengan jarak kilometer.

"Yang menjadi catatan adalah informasi akan adanya pergeseran Stadsklok dari titik semula ke titik baru sejauh beberapa meter. Dari pengamatan saya di lokasi, saya menemukan tanda silang dan tulisan 'as' berwarna putih. Artinya itu adalah titik baru penempatan stadsklok. Kira-kira sejauh 3 meter dari titik saat ini," tuturnya terpisah.

Pertanyaannya, kata Restu, adalah bagaimana cara pihak kontraktor memindahkan stadsklok ini. Apakah digali sampai menemukan pondasi tiang, kemudian dipindahkan. Atau kah tiang akan di potong kemudian dipindahkan untuk memudahkan pekerjaan.

"Padahal stadsklok ini sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya pada tahun 2021. Artinya Stadsklok ini dilindungi oleh Undang-undang, baik Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya maupun Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Cagar Budaya," sambungnya.

Restu mengungkapkan, bahwa cagar budaya tidak boleh dirubah keasliannya dan nilai-nilai yang menyertainya. Sesuai dengan Pasal 66 yang menerangkan bahwa setiap orang dilarang merusak cagar budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.

"Jadi bagaimana baiknya. Ya posisi stadsklok biarkan saja seperti aslinya. Yang menyesuaikan seharusnya separator jalannya, bukan stadsklok-nya " tandasnya.

Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang menegaskan, bahwa proses pemugaran untuk memperlancar arus lalu lintas tidak sampai memindahkan lokasi stadsklok.

"Tetap, gak dipindah (stadsklok), gak diapa-apakan," ujar Kabid Pertamanan DLH Kota Malang Laode Kulaita saat dikonfirmasi terpisah.

Laode mengaku, awalnya memang ada rencana untuk memindahkan stadsklok dari posisi awal. Namun, rencana yang menimbulkan polemik dan kritik dari pemerhari cagar budaya itu kemudian dibatalkan. "Dibatalkan, karena cagar budaya," akunya.

Laode mengaku pengerjaan separator hanya untuk memperluas dan sekelilingnya bakal dijadikan taman dengan anggaran lebih dari Rp 100 juta.

"Tujuannya kan untuk mendukung kelancaran lalu lintas. Sebelumnya kan pakai water barier gak permanen itu. Sama dengan di perempatan Rajabali juga. Jadi hanya dihiasi taman saja," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(mua/iwd)


Hide Ads