Kirab Pusaka Jadi Penanda Malam 1 Suro di Ponorogo

Kirab Pusaka Jadi Penanda Malam 1 Suro di Ponorogo

Charoline Pebrianti - detikJatim
Selasa, 18 Jul 2023 19:19 WIB
kirab pusaka ponorogo
Gunungan hasil bumi diperebutkan warga (Foto: Charoline Pebrianti)
Ponorogo -

Jelang pergantian tahun baru Islam atau di Jawa disebut dengan istilah 1 Suro di Ponorogo ditandai dengan kirab pusaka. Ada tiga pusaka yang dikirab yakni Songsong Tunggul Wulung, Tombak Tunggul Nogo, dan Angkin Cinde Puspito.

Malam sebelumnya, ada acara bedol pusaka. Ketiga pusaka tersebut diarak dibawa ke Makam Batoro Katong, Bupati Pertama Ponorogo. Bedol pusaka ini sebagai simbol memperingati perpindahan pemerintahan Ponorogo yang dulu berada di Kota Lama di Kelurahan Setono.

Pusaka kemudian dikirab, dibawa kembali ke Kota Baru. Sebagai simbol pemerintahan Ponorogo berpusat di Kota Baru (Tengah), di rumah Dinas Bupati, Pringgitan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketiga pusaka tersebut diarak mulai pukul 13.00 WIB, berangkat dari Makam Batoro Katong menuju Paseban Alun-alun Ponorogo. Acara tersebut diikuti arak-arakan para pejabat daerah mulai dari Bupati hingga jajarannya.

kirab pusaka ponorogoPara pemimpin Ponorogo berbagi apuah (Foto: Charoline Pebrianti)

Sepanjang jarak 5 kilometer, para pemimpin Ponorogo tersebut berbagi apuah atau berkah dari Bupati dan rombongan yang mengendarai kereta kencana. Ada yang membagikan permen atau jajanan kecil.

ADVERTISEMENT

Sepanjang jalan di jalur arak-arakan, masyarakat Bumi Reog antusias menyaksikan kirab pusaka. Mereka rela melawan terik matahari demi bisa menyaksikan iring-iringan dari dekat. Momen setahun sekali ini pun tidak akan dilewatkan begitu saja oleh masyarakat Ponorogo.

Sampai di Paseban Alun-alun, tiga pusaka dijamas (dimandikan). Tombak dan payung pada bagian ujung dijamas dengan air bunga telon dan air yang diambil dari 7 sumber di Ponorogo, seperti Tegalsari, Katongan, Umar Sodiq, Karangtalok, Imam Puro Danyang, Masjid Agung dan RRMA Tjokronegoro.

Usai dijamas, pusaka dikembalikan bersama Cinde untuk disemayamkan di dalam Kantor Bupati Ponorogo. Sedangkan air sisa jamasan langsung diperebutkan ribuan warga Ponorogo.

Air ini diyakini bisa menyembuhkan berbagai penyakit, awet muda, gampang jodoh serta bisa menaikkan pangkat dan derajat bagi para pejabat. Tidak hanya air jamasan, buceng porak (gunungan hasil bumi) pun jadi rebutan warga yang melihat acara ini secara langsung.

Mereka meyakini sayur maupun air dari bekas ritual kirab pusaka bisa memberikan mereka berkah. Tak sedikit warga rela berdesak-desakan demi bisa mendapat sayur atau air sisa jamasan.

kirab pusaka ponorogoFoto: Charoline Pebrianti

"Adanya tiga pusaka ini memiliki simbol tersendiri," tutur Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko kepada wartawan, Kamis (18/7/2023).

Sugiri menambahkan Songsong Tunggul Wulung simbol bagaimana seorang pemimpin dimana pun stratanya, entah itu lurah, entah itu di rumah tangga, pemimpin itu harus mampu memayungi yang dipimpin.

"Artinya ya memayungi kahanan, memayungi dirinya sendiri, memayungi yang dipimpin biar suasana teduh," terang Giri.

Lalu tombak Tunggul Naga, lanjut Giri, tombak itu tajam harus di garda depan. Karena pasukan perang selalu di depan artinya pemimpin harus mengambil risiko untuk inovasi.

"Angkin Cinde Puspita artinya pemimpin harus mampu mengencangkan ikat pinggang tidak rakus tidak semena-mena semata-mata demi pengabdian kepada masyarakat untuk menuju inovasi Reog hebat," tandas Giri.

Disinggung soal adanya sedekah bumi, menurut Giri ini sebagai simbol berebut kebaikan. Sebagai bentuk doa dan harapan dari masyarakat untuk mendapat berkah dari Allah SWT.

"Di momen ini mari kita bersama-sama instropeksi menengok ke belakang bahwa tahun lalu yang sudah kita lakukan jangan pernah merasa berhasil, mari kita berkaca, introspeksi memandang ke depan. Bahwa ke depan jauh lebih berat dan harus optimis. Yang penting optimis,"pungkas Giri.




(dpe/iwd)


Hide Ads