Sisi Lain Kolam Bekucuk Mojokerto: Jadi Tambang Yodium-Semburkan Api Abadi

Urban Legend

Sisi Lain Kolam Bekucuk Mojokerto: Jadi Tambang Yodium-Semburkan Api Abadi

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Kamis, 25 Mei 2023 13:03 WIB
Sisi Lain Kolam Bekucuk Mojokerto: Jadi Tambang Yodium-Semburkan Api Abadi
Kolam Bekucuk yang dulu jadi tambang Yodium (Foto: Enggran Eko Budianto)
Mojokerto -

Kolam Bekucuk di Desa Tempuran, Sooko, Kabupaten Mojokerto merupakan salah satu tempat yang masih disakralkan sebagian masyarakat. Konon kolam keramat ini petilasan Eyang Surono alias Mbah Jenggot, pionir kampung tersebut.

Kolam kuno yang konon sudah ada sejak zaman Majapahit itu ternyata pernah menjadi tambang yodium di masa kolonial.

Pemerhati Sejarah Mojokerto Ayuhanafiq mengatakan Kolam Bekucuk merupakan sumber air keramat pada masa penjajahan Belanda di tahun 1920-an. Kala itu, banyak masyarakat yang ritual, lalu mandi di kolam karena diyakini bisa menyembuhkan beragam penyakit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fenomena itu mengundang perhatian AR von Faber, sinder atau pengawas perkebunan tebu yang bekerja di Pabrik Gula (PG) Brangkal, Kecamatan Sooko. Pria keturunan Jerman itu menjadi sinder di wilayah Kelurahan Pulorejo, Prajurit Kulon, Kota Mojokerto sampai Desa Tempuran.

Faber penasaran dengan kandungan air di KolamBekucuk. Berbekal ilmu kimia, ia mengambil sampel air dari kolam keramat itu untuk diteliti. Ternyata air dari kolam di DusunBekucuk, Desa Tempuran itu mengandungI

ADVERTISEMENT

odiumzuuten atatu asam yodium.

"Kandungan yang sangat dibutuhkan pada waktu itu sebagai bahan kimia industri farmasi," terang Ayuhanafiq, Kamis (11/5/2023).

Hasil penelitiannya itu membuat Faber keluar dari PG Brangkal. Ia memilih menambang yodium di Kolam Bekucuk. Gayung pun bersambut, sejumlah orang kaya di Surabaya bersedia mendanai bisnisnya. Apalagi izin pengeboran di Kolam Bekucuk dari pemerintah kolonial Belanda juga sudah ia kantongi.

Faber tak menggubris penolakan warga setempat. Kala itu, warga takut akan terjadi bencana jika sumber air keramat itu diusik. Pengeboran Kolam Bekucuk pun berhasil mendapatkan satu barel yodium yang masih bercampur air. Ia mengirim hasil itu ke Belanda untuk diproses.

"Eksplorasi yodium itu terus berkembang dengan hasil yang lebih banyak. Von Faber kemudian menemukan sumber yodium lainnya di Beluluk yang lokasinya tidak jauh di barat Sumber Bekucuk," jelas Ayuhanafiq.

Bisnis penambangan yodium yang menguntungkan, lanjut Ayuhanafiq, membuat para pemodal besar tergiur. Perusahaan Combinatie van Kininefabriek akhirnya membeli lahan pengeboran yodium di Bekucuk maupun Beluluk dari tangan Faber tahun 1926.

Perusahaan tersebut lantas mendirikan pabrik pengolahan yodium atau Iodiumfabriek di Desa Watudakon, Kesamben, Jombang. Namun, tak lama kemudian kandungan yodium di Kolam Bekucuk habis. Sehingga eksplorasi di sumber air keramat itu dihentikan.

"Maka sumur yodium Bekucuk pun ditutup dengan meninggalkan sumber air saja. Sumber itu tetap dikeramatkan oleh warga dan dijadikan sebagai punden," tandasnya.

Kolam Bekucuk di Mojokerto Pernah Semburkan Api Abadi

Kolam Bekucuk Mojokerto Di Kolam Bekucuk pernah muncul api yang membuatnya dijuluki api abadi Foto: Enggran Eko Budianto
Kolam keramat di Dusun Bekucuk, Desa Tempuran, Sooko, Kabupaten Mojokerto pernah menjadi tambang yodium pada masa penjajahan Belanda. Setelah lama dibiarkan begitu saja, Kolam Bekucuk digali warga setempat sekitar tahun 1989. Selain menemukan bangunan kuno, penggalian itu juga memunculkan api abadi.

Pemerhati Sejarah Mojokerto Ayuhanafiq menerangkan Kolam Bekucuk menjadi tambang yodium pada masa kolonial Belanda tahun 1920an. Perusahaan Combinatie van Kininefabriek mendirikan pabrik pengolahan yodium atau Iodiumfabriek di Desa Watudakon, Kesamben, Jombang tahun 1926.

Namun, tak lama kemudian yodium di Kolam Bekucuk habis. Penambangan pun dihentikan sehingga kolam itu kembali dikeramatkan masyarakat sekitar. Setelah lama dibiarkan begitu saja, muncul api dari dalam kolam maupun tanah sekitar bekas tambang yodium itu.

"Dimungkinkan api itu berasal dari gas metan yang naik dari dalam perut bumi. Munculnya api yang tidak pernah padam itu menjadikan Bekucuk dimasukkan sebagai salah satu lokasi api abadi," terang Ayuhanafiq, Kamis (25/5/2023).

Orang yang dituakan di Dusun Bekucuk, Suroso (72) menjelaskan, sekitar tahun 1989, Kolam Bekucuk rata dengan tanah. Kolam ini layaknya kubangan kecil yang mengeluarkan air disertai gelembung-gelembung gas. Fenomena itu membuatnya penasaran dan ingin mencari tahu penyebabnya.

"Kalau disulut, apinya bisa menyembur besar, sampai 10 meter," ungkapnya.

Sehingga tahun itu, bersama Kepala Desa Tempuran, Yanto, serta Tusan dan Yadi, ia menggali kolam tersebut. Mereka menemukan bangunan kolam berbahan bata merah kuno berbenah bujur sangkar sekitar 3,5x3,5 meter persegi.

"Ternyata ada bangunan kuno dari bata merah Majapahitan. Lama-lama penggalian dibantu warga, masih secara manual pakai cangkul, baunya menyengat seperti elpiji," cetusnya.

Bapak 6 anak ini menjelaskan, kedalaman struktur kuno itu mencapai 10 meter. Lantainya berupa tanah. Kolam yang nampak saat ini berupa susunan batu lantaran sudah ditambahi bangunan baru oleh warga. Tujuannya agar permukaan kolam rata dengan tanah.

Meski penuh dengan air, Kolam Bekucuk yang sudah digali ketika itu terus mengeluarkan gas. Selain itu, kolam juga masih menyemburkan api jika disulut. Gas yang keluar semakin besar dan meluas di Dusun Bekucuk beberapa tahun kemudian.

"Hampir separuh Dusun Bekucuk tanahnya mengeluarkan gas, bisa menyala tahun 1993-1994," jelasnya.

Suwono adalah warga Dusun Bekucuk yang rumahnya paling dekat dengan kolam keramat itu. Menurutnya, api sudah muncul di Kolam Bekucuk dan sekitarnya jauh sebelum digali warga. Ketika usianya 12 tahun, pria kelahiran 1966 ini kerap membakar jagung di tempat itu.

"Membesarnya api tahun 1992 akhir setelah digali keluarga saya. Apinya menyembur tinggi 6-8 meter. Kemudian dibangun kolamnya swadaya warga sini," cetusnya.

Sementara itu, Arkeolog Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jatim, M Ichwan belum mengetahui ihwal struktur kolam kuno di Kolam Bekucuk. "Saya pribadi belum tahu tentang situs tersebut," tandasnya.

Api Abadi di Kolam Bekucuk Mojokerto Diserbu Wisatawan Tahun 1993-1994

Kolam Bekucuk Mojokerto Wisatawan menyerbu api abadi di Kolam Bekucuk di tahun 1993-1994 (Foto: Enggran Eko Budianto)
Setelah digali warga setempat, Kolam Bekucuk di Dusun Bekucuk, Desa Tempuran, Sooko, Kabupaten Mojokerto justru menyemburkan api lebih besar. Semburan api yang tak kunjung padam membuat kolam keramat ini juga dijuluki api abadi tahun 1993-1994. Kala itu, wisatawan membludak.

Orang yang dituakan di Dusun Bekucuk, Suroso (72) menuturkan semburan gas semakin besar setelah ia gali bersama warga lainnya. Bahkan, tanah di rumah-rumah warga yang dekat dengan Kolam Bekucuk juga mengeluarkan gas yang menyala jika disulut dengan api.

Uniknya lagi, meski kolam seluas 3,5 x 3,5 persegi itu penuh dengan air, gas masih saja menyembur dari dalamnya. Sehingga permukaan kolam bisa menyala ketika disulut. Apinya yang tak bisa padam membuatnya dijuluki api abadi.

Fenomena itu membuat wisatawan membludak sepanjang tahun 1993-1994. Warga setempat pun membangun pagar keliling sekitar 8 x 8 meter persegi untuk menjaga keselamatan para pengunjung.

"Pengunjung datang digratiskan masuknya. Warga sini hanya mengelola parkir kendaraan," kata Suroso saat ditemui detikJatim di rumahnya, Kamis (25/5/2023).

Kepala Desa Tempuran Slamet menjelaskan, banyaknya semburan api di rumah-rumah warga berawal dari ketidaksengajaan. Kala itu, seorang anak kecil menyalakan lilin di dekat lubang di sebelah rumah. Api tersebut tak kunjung padam meskipun lilin sudah habis.

"Digali sama anak itu tanahnya, kok apinya malah besar. Kemudian dia bilang ke orang tuanya, warga sempat ketakutan. Akhirnya banyak wartawan datang sehingga ramai. Warga sekitar ikutan menggali di rumah masing-masing, ternyata juga muncul api," jelasnya.

Sumber-sumber gas yang terbakar ketika disulut, lanjut Slamet, muncul dalam radius sekitar 100 meter dari Kolam Bekucuk. Ketika itu, warga hanya menggali sedalam satu jengkal sudah keluar gas dari dalam tanah. Tak ayal wisatawan pun berbondong-bondong ke Dusun Bekucuk untuk menyaksikan fenomena unik tersebut.

"Dulu terkenal api abadi. Dulu memang sangat ramai pengunjung, banyak orang jualan juga," ungkapnya.

Rumah Suwono (57) paling dekat dengan Kolam Bekucuk. Karena hanya disipashkan jalan cor beton penghubung Mojokerto dengan Jombang. Ketika banyak wisatawan tahun 1993-1994, ia membuat 3 tungku di ruang tamu rumahnya.

Bapak 2 anak ini menyediakan wajan, minyak goreng, tahu dan bumbu secara cuma-cuma untuk pengunjung. Sehingga rumahnya tak pernah sepi wisatawan. Istrinya sendiri menggunakan api yang sama untuk masak setiap hari. Sehingga tak perlu menggunakan kompor minyak tanah.

"Karena digali sejengkal saja sudah keluar gasnya. Baunya seperti elpiji, apinya kuning biru," terangnya.

Pemerhati Sejarah Mojokerto Ayuhanafiq menambahkan fenomena munculnya api di tanah rumah-rumah warga Dusun Bekucuk saat itu menjadi destinasi wisata baru yang mengundang para wisatawan dari berbagai daerah. Ia memperkirakan fenomena itu terjadi karena gas metan yang keluar dari perut bumi.

'Munculnya api dari perut bumi yang tidak pernah padam itu menjadikan Bekucuk sebagai salah satu lokasi api abadi. Tercatat selain di Bekucuk, sumber api abadi juga terdapat di Mrapen, Bojonegoro dan Madura," tandasnya.

Cerita Matinya Api Abadi di Kolam Bekucuk Mojokerto

Kolam Bekucuk Mojokerto Api di Kolam Bekucuk mati di tahun 1995 (Foto: Enggran Eko Budianto)
Api abadi di Kolam Bekucuk, Dusun Bekucuk, Desa Tempuran, Soojo, Kabupaten Mojokerto padam tahun 1995. Warga menyebut tamatnya riwayat api abadi itu disebabkan pengeboran yodium.

"Sekitar tahun 1995 mati total. Penyebabnya banyak dibor untuk yodium," kata orang yang dituakan di Dusun Bekucuk, Suroso (72) kepada detikJatim di rumahnya, Kamis (25/5/2023).

Bapak enam anak ini menjelaskan, pengeboran yodium menyebabkan gas dari dalam bumi di Dusun Bekucuk berangsur-angsur habis. Pengeboran oleh perusahaan farmasi itu hanya mengambil air yang mengandung yodium. Warna airnya kekuning-kuningan, rasanya asin.

"Pengeboran sebelum api padam. Lokasi pengeboran di Karangri, di selatan sana, di Prabon, jadinya melingkar pengeborannya. Hanya ambil airnya saja yg mengandung yodium," ungkapnya.

Sejak saat itu, kunjungan wisatawan juga berangsur surut. Tak seperti tahun 1993-1994 ketika Kolam Bekucuk masih menyemburkan api. Wisatawan juga membludak karena ingin melihat fenomena api keluar dari tanah di rumah-rumah warga.

Padahal, sekitar tahun 1995, Pemkab Mojokerto membangun pendapa dengan 2 tungku di area Kolam Bekucuk. Proyek wisata itu gagal total setelah api abadi padam. "Kemudian apinya padam sehingga gagal. Dulu ceritanya mau dibuat kolam, dibangun pendapa besar, tapi penonton sudah sepi sehingga gagal," tuturnya.

Namun, Kolam Bekucuk tetap dikeramatkan oleh warga setempat sejak dulu kala. Punden Dusun Bekucuk itu konon petilasan Eyang Surono alias Mbah Jenggot. Sejumlah tradisi masih digelar masyarakat di tempat ini.

Menurut Suroso, sesekali pengunjung juga masih datang untuk beragam tujuan. Mulai dari mengambil air untuk menyembuhkan gatal-gatal, hingga ritual dengan maksud khusus.

"Sebagian tamu ada ritual untuk tujuan khusus, tapi tidak seperti di tempat lain, paling hanya 1-2 orang menaruh sesaji kembang wangi," ujarnya.

Ihwal tamatnya riwayat api abadi Bekucuk juga dilontarkan Suwono (57). Rumahnya paling dekat dengan Kolam Bekucuk sebab hanya dipisahkan jalan cor beton penghubung Mojokerto dengan Jombang.

Padamnya api abadi di kampungnya akibat pengeboran yodium. Menurutnya, perusahaan farmasi menyedot air mengandung yodium yang warnanya kuning mengilap. Namun, ia tak tahu persis kapan eksplorasi itu berakhir.

"Setelah dibor apinya berkurang. Sebelum dibor, api sangat besar, banyak titik api, paling besar di kolam itu," cetusnya.

Suwono menjelaskan kini kedalaman Kolam Bekucuk sekitar 5 meter. Karena pernah ia uruk menggunakan koral. Menurutnya, terkadang masih ada pengunjung yang datang ke punden tersebut. Biasanya malam Jumat untuk ritual penyembuhan penyakit.

"Misalnya orang sakit tak sembuh-sembuh, entah ambil airnya, mendapat kesembuhan. Eyang Surono sebagai perantara, tetap karena Allah SWT," terangnya.

Kepala Desa Tempuran Slamet menuturkan punden Bekucuk berdiri di tanah kas desa. Sedangkan pendapa besar dan tanah lapang di sebelah baratnya merupakan aset Pemkab Mojokerto.

Tahun ini, ia mengajukan bantuan keuangan (BK) desa Rp 1 miliar dari Pemkab Mojokerto. Jika disetujui, anggaran itu untuk membangun pendapa baru sekaligus pagar keliling bergaya Majapahitan di area Kolam Bekucuk.

'Fungsinya untuk rapat, istigasah, ruwah dusun. Kolam dan punden tetap. Mudah-mudahan anggaran turun," jelasnya.

Slamet menambahkan, sangat kecil kemungkinan Kolam Bekucuk bisa kembali menjadi wisata api abadi. Sebab sekitar tahun 2020, Pemprov Jatim sudah pernah berupaya meneliti potensi tersebut untuk wisata. Namun, upaya tersebut gagal.

"Pengeboran gagal karena baru kedalaman tertentu, bor macet. Pengeboran saat itu di beberapa titik, pindah-pindah di area itu," tandasnya.

Halaman 2 dari 4
(sun/iwd)


Hide Ads