Mitos Kolam Bekucuk di Mojokerto yang Dipercaya Dijaga Macan dan Ular

Urban Legend

Mitos Kolam Bekucuk di Mojokerto yang Dipercaya Dijaga Macan dan Ular

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Kamis, 11 Mei 2023 13:27 WIB
Mitos Kolam Bekucuk di Mojokerto yang Dipercaya Dijaga Macan dan Ular
Kolam Bekucuk Mojokerto yang dipercaya dijaga macan dan ular (Foto: Enggran Eko Budianto)
Mojokerto -

Kolam Bekucuk di Desa Tempuran, Sooko, Kabupaten Mojokerto merupakan salah satu tempat yang masih disakralkan sebagian warga. Konon kolam keramat ini merupakan petilasan Eyang Surono alias Mbah Jenggot, pionir kampung tersebut. Apa saja mitos di kolam ini?

Kolam Bekucuk terletak di perkebunan Dusun Bekucuk, Desa Tempuran. Sebelah utaranya merupakan makam warga setempat. Sedangkan sebelah selatannya permukiman padat penduduk. Tempat yang disebut punden oleh masyarakat setempat ini persis di sebelah timur jalur penghubung Kecamatan Sooko dengan Kesamben dan Sumobito di Kabupaten Jombang.

Meski matahari sedang terik, tempat ini terasa teduh sebab ditumbuhi 2 pohon beringin besar. Area kolam dikelilingi pagar dengan cat sudah usang yang luasnya sekitar 8x8 meter persegi. Pintu masuknya di sisi selatan dengan posisi kolam lebih rendah. Pengunjung harus menuruni 3 anak tangga untuk sampai ke tepi kolam yang terbuat dari susunan batu. Ukuran kolam dengan air yang jernih ini sekitar 3,5x3,5 meter persegi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nampak gelembung udara terus keluar dari dalam kolam. Entah karena gas atau semburan mata air di dasarnya. Di sudut tenggara pagar kolam ini terdapat pohon beringin besar yang di sisi timurnya terdapat cawan bekas menancapkan dupa. Sebelah timurnya lagi terdapat pendapa kecil untuk para peziarah.

Kolam Bekucuk MojokertoKolam Bekucuk Mojokerto (Foto: Enggran Eko Budianto)

Pohon beringin besar yang pangkalnya dibalut kain putih hanya beberapa meter di sebelah timurnya. Pohon tersebut berhadapan dengan pendapa besar dengan banyak tiang penyangga. Di antara pohon dan pendapa berdiri 2 tungku yang sudah tak terpakai. Sedangkan sebelah barat pendapa merupakan area lapang yang ditumbuhi rerumputan.

ADVERTISEMENT

Rumah Suwono (57) persis di seberang barat jalan dari Kolam Bekucuk. Rumah orang tuanya, mendiang Sawi dan Ngatemi dulunya di tanah lapang selatan Kolam Bekucuk. Tanah itu sudah dibeli Pemkab Mojokerto. Bapak dua anak ini kerap kali nongkrong bahkan tidur di pendapa kolam. Ia meyakini di bawah pendapa tersebut terdapat makam Eyang Surono.

"Yang babat alas sini (pionir Dusun Bekucuk) Mbah Jenggot atau Eyang Surono. Makamnya di pendapa kecil ini. Beliau bawahan Brawijaya, Raja Majapahit, sahabat karib Syekh Jumadil Kubro," kata Suwono saat berbincang dengan detikJatim di lokasi, Kamis (11/5/2023).

Suwono mengaku sekali berjumpa dengan Eyang Surono dalam mimpi. Sosok kakek-kakek memakai sorban dan jubah putih itu datang ke rumahnya. Jenggotnya yang sudah memutih juga sangat panjang sehingga dijuluki Mbah Jenggot.

"Orangnya sabar. Pesannya jangan punya sifat adigang-adigung, tidak boleh selingkuh dengan istri orang dan mempunyai sifat sombong," tuturnya.

Kolam Bekucuk MojokertoKolam Bekucuk Mojokerto (Foto: Enggran Eko Budianto)

Pernah juga Suwono didatangi kakek-kakek bernama Eyang Pamulung dalam mimpinya. Ia meyakini Pamulung adalah sahabat karib Mbah Jenggot yang berasal dari Gunung Pucangan, Jombang. Pasca mimpi bertemu dua sosok tersebut, ia mendapatkan 4 keris yang tiba-tiba saja muncul di kamar tidurnya.

"Saya dapat keris 4, tiba-tiba muncul di kamar. Saya juga heran kenapa ikut saya. Keris cuma saya pakai nyiwer hujan (mengusir hujan)," tuturnya.

Orang yang dituakan di Dusun Bekucuk, Suroso (72) menjelaskan, punden sekaligus Kolam Bekucuk sudah ada sejak lama. Ia meyakini tempat yang masih dikeramatkan sebagian masyarakat itu peninggalan Eyang Surono, tokoh yang membabat hutan menjadi Dusun Bekucuk. Ketika Surono tiba di tempat ini, dulunya masih berupa hutan yang menjadi habitat kera.

"Menurut cerita, punden itu peninggalan Mbah Jenggot, namanya Eyang Surono. Beliau yang babat alas Dusun Bekucuk. Sosoknya sudah tua, jenggotnya panjang, pakaian kadang putih, batik, kadang jubah. Beliau ulama penyebar Islam," jelasnya.

Suroso menambahkan Mbah Jenggot merupakan sosok gaib yang dituakan di Kolam Bekucuk. Punden dusun itu konon juga dijaga Singoyudo, sosok macan yang keliling dusun pada hari-hari tertentu. Sedangkan sosok ular bertempat di sebelah selatan Dusun Bekucuk. Segala hal gaib yang ia yakini tersebut bagian dari menghormati para leluhur, bukan kemusyrikan.

"Saya sering dicemooh orang sebagai pemuja demit, memuja setan. Saya diam saja. Padahal bukan memuja setan atau demit, tapi inilah tempat orang yang babat alas sini. Beliau yang puasa, perang dengan bangsa halus, kita sekarang enak tinggal menempati," tandas bapak 6 anak ini.

Kolam Bekucuk di Petilasan Mbah Jenggot Mojokerto jadi Cikal Bakal Nama Dusun

Kolam Bekucuk Mojokerto Kolam Bekucuk di Mojokerto (Foto: Enggran Eko Budianto)
Kolam Bekucuk di Desa Tempuran, Sooko, Kabupaten Mojokerto konon ditemukan Eyang Surono alias Mbah Jenggot. Kolam kuno yang unik itu menjadi cikal bakal nama Dusun Bekucuk tempatnya berada saat ini.

Asal-usul nama Bekucuk diperoleh Suroso (72) dari cerita turun-temurun. Ia hijrah dari Desa Ngingasrembyong, Kecamatan Sooko ke kampung ini sejak menikahi istrinya tahun 1977. Meski sebagai pendatang, ia aktif menelusuri kearifan lokal di tempat tinggalnya.

Bapak 6 anak ini pun menjadi salah satu orang yang dituakan di Dusun Bekucuk. Ia dianggap paling memahami sejarah punden di dusun tersebut. Tempat keramat itu tak lain Kolam Bekucuk yang letaknya di perkebunan timur laut kampung ini.

"Asal usul dusun sini berdasarkan cerita turun temurun, dusun sini masih hutan, tempatnya kera," kata Suroso mengawali perbincangan dengan detikJatim di rumahnya, Dusun Bekucuk, Desa Tempuran, Kamis (11/5/2023).

Eyang Surono alias Mbah Jenggot pun tiba membabat hutan tersebut untuk permukiman. Namun, Suroso tak tahu persis kapan peristiwa itu terjadi. Dalam prosesnya, Mbah Jenggot menemukan tempat keramat yang mempunyai kolam unik. Ya, sebab kolam kecil itu mengeluarkan air campur lumpur yang bunyinya seperti air mendidih.

Kolam Bekucuk MojokertoKolam Bekucuk Mojokerto (Foto: Enggran Eko Budianto)

"Nama Dusun Bekucuk menurut cerita turun-temurun asalnya dari sumur yang bekecek-bekecek, seperti air mendidih. Namun, airnya di situ campur lumpur. Sudah ada sejak zaman kuno tempat itu," terangnya.

Eyang Surono, lanjut Suroso merupakan ulama penyebar ajaran Islam. Sosoknya kakek-kakek berjenggot sangat panjang sehingga dijuluki Mbah Jenggot. "Kalau makamnya tidak ada, menurut cerita sesepuh, tempatnya wafat di situ (area Kolam Bekucuk)," cetusnya.

Oleh sebab itu, sebagian warga Dusun Bekucuk masih menyakralkan Kolam Bekucuk. Begitu juga dengan Suroso. Berbagai tradisi untuk menghormati leluhur masih rutin digelar di tempat ini. Meski usang, beberapa bangunan di area kolam masih terawat.

Di sudut tenggara pagar Kolam Bekucuk terdapat pendapa kecil tempat para peziarah. Sebuah cawan berisi sisa-sisa kembang dan dupa berada di kaki pohon beringin besar antara pendapa dengan pagar kolam. Pangkal pohon itu juga dibalut dengan kain putih.

"Bukannya musyrik, tapi untuk menghormati tokoh yang membabat hutan menjadi Dusun Bekucuk. Beliau yang puasa, perang dengan bangsa halus, kita sekarang enak tinggal menempati," ujarnya.

Kolam Bekucuk MojokertoKolam Bekucuk Mojokerto (Foto: Enggran Eko Budianto)

Rumah Suwono paling dekat dengan Kolam Bekucuk karena hanya dipisahkan jalan cor beton penghubung Mojokerto dengan Jombang. Pria kelahiran 1966 ini kerap nongkrong dan tidur di punden itu ketika malam. Ia juga meyakini area kolam itu petilasan Eyang Surono alias Mbah Jenggot, pionir Dusun Bekucuk.

"Yang menemukan ini bawahan Brawijaya, Raja Majapahit. Namanya Eyang Surono, sahabat karib Syekh Jumadil Kubro," jelasnya.

Terkait asal-usul Dusun Bekucuk, Suwono meyakini kampung itu sudah ada sejak zaman Majapahit. Nama dusun ini dimabilkan dari karakter kolam keramat yang ditemukan Eyang Surono.

"Cerita turun temurun, dulu air sumur ini bekucuk-bekucuk, maka namanya Dusun Bekucuk. Sejak dulu kala namanya Bekucuk," tandasnya.

Baik Suroso maupun Suwono menyebut Kolam Bekucuk sebagai sumur. Namun, bangunan berisi air itu lebih layak disebut kolam. Karena bentuknya segi empat sama sisi dengan luas sekitar 3,5x 3,5 meter persegi.

Tradisi Ngelemi-Ruwah Dusun Tetap Lestari di Kolam Bekucuk Mojokerto

Kolam Bekucuk Mojokerto Kolam Benculuk di Mojokerto yang merupakan petilasan Eyang Jenggot (Foto: Enggran Eko Budianto)
Menghormati arwah leluhur, itulah prinsip yang membuat sejumlah tradisi masih lestari digelar di Kolam Bekucuk, Desa Tempuran, Sooko, Kabupaten Mojokerto. Kolam kuno nan unik itu dipercaya sebagian warga setempat sebagai petilasan Eyang Surono alias Mbah Jenggot. Apa saja tradisi itu?

Kepala Desa Tempuran, Slamet mengatakan Kolam Bekucuk menjadi punden atau tempat yang dikeramatkan warga Dusun Bekucuk. Terdapat pendapa kecil untuk peziarah di sudut tenggara pagar kolam. Namun, tempat keramat itu bukanlah makam pionir Dusun Bekucuk yang dijuluki Mbah Jenggot.

"Itu bukan makam, hanya petilasan. Semua punden di desa ini dimanfaatkan masyarakat dusun masing-masing. Di setiap punden selalu ada kegiatan ruwah dusun," kata Slamet kepada wartawan di kantornya, Kamis (11/5/2023).

Namun, ada pula warga Dusun Bekucuk yang meyakini terdapat makam Eyang Surono di area Kolam Bekucuk. Seperti yang dikatakan Suwono (57). Rumahnya paling dekat dengan kolam karena hanya dipisahkan jalan cor beton penghubung Mojokerto dengan Jombang.

Kolam Bekucuk MojokertoKolam Bekucuk Mojokerto (Foto: Enggran Eko Budianto)

Menurut Suwono, sosok kakek-kakek berjuluk Mbah Jenggot itu sebagai pionir Dusun Bekucuk. Eyang Surono merupakan bawahan Brawijaya, Raja Majapahit sekaligus sahabat karib Syekh Jumadil Kubro yang makamnya di Trowulan, Mojokerto.

Oleh sebab itu, Kolam Bekucuk menjadi tempat ritual sedekah dusun yang rutin digelar setiap Bulan Ruwah malam Jumat Legi. Ruwah Dusun dimeriahkan dengan pagelaran wayang kulit, kuda lumping, kirab budaya, istigasah dan pengajian.

"Ruwah dusun sudah menjadi tradisi. Bukan musyrik, kalau mempertahankan tradisi itu, masyarakat mudah mencari rezeki. Pantangannya tidak menyelingkuhi istri orang dan tidak sombong. Kalau melakukan itu pasti tidak awet di sini, tahu-tahu mati," ungkapnya.

Kolam Bekucuk MojokertoKolam Bekucuk Mojokerto (Foto: Enggran Eko Budianto)

Orang yang dituakan di Dusun Bekucuk, Suroso (72) menuturkan sejumlah tradisi masih tetap digelar di Kolam Bekucuk. Mulai dari tradisi ngelemi, yakni syukuran saat musim tanam tiba. Biasanya tradisi ngelemi dimeriahkan dengan pagelaran wayang kulit dan ludruk.

Sedekah dusun atau ruwah dusun, lanjut Suroso juga masih rutin digelar di Kolam Bekucuk setiap malam Jumat Legi di Bulan Ruwah. Juga tradisi selametan yang digelar warga setempat sebelum menyelenggarakan hajatan pernikahan atau khitanan.

"Tujuannya keselamatan untuk masyarakat, juga agar tujuannya masing-masing tercapai. Sebagian pengunjung ada ritual untuk tujuan khusus, tapi tidak seperti di tempat lain, paling hanya 1-2 orang. Bisanya menaruh sesaji kembang wangi," tandasnya.

Halaman 2 dari 3
(sun/iwd)


Hide Ads