Museum mini ini terletak di tengah kampung. Disebut mini karena memang museum ini tak luas. Bagian utama museum berukuran sekitar 7 x 10 meter. Ruangan utama berisi barang-barang peninggalan yang disimpan di dalam etalase kaca.
Di dalam museum ini, terdapat beberapa barang bersejarah bagi warga Suku Osing. Sebut saja di antaranya, batik-batik bermotif gajah oling, kain tenun Blambangan, keris-keris peninggalan, hingga naskah lontar Yusup Banyuwangi.
Ada tiga ruangan. Ruang pertama menjadi tempat pameran batik-batik khas Banyuwangi. Sementara ruang kedua berisi dipan dan kasur hitam-merah khas Suku Osing.
Dedy wahyu, pengelola museum mini itu, mengatakan, museum tersebut baru dibuka sejak awal pandemi. Sebelumnya, bangunan bernuansa rumah adat Osing dengan ciri khas ornamen kayu di bagian tampak muka tersebut merupakan homestay.
"Tapi karena ada pandemi, bangunan ini kami ubah konsepnya menjadi museum mini. Barang-barang koleksi museum mayoritas adalah milik warga Osing," ujarnya kepada detikJatim, Selasa (6/12/2022).
Pengelola museum mini juga menyiapkan pemandu untuk mengenalkan cerita-cerita di balik barang berharga yang dipajang. Tapi untuk lebih memudahkan pengunjung, pengelola juga memasang QR code di dekat barang-barang koleksi.
Saat dipindai dengan telepon pintar, QR code itu akan mengarahkan pengunjung untuk membuka laman yang berisi informasi lengkap soal masing-masing benda yang dipajang.
![]() |
"Museum mini ini memang disiapkan untuk menyediakan wisata alternatif edukasi," tutur dia.
Dengan berkunjung ke museum, lanjut Dedy, pengunjung bisa mendapat gambaran awal soal budaya Suku Osing. Modal ini bisa dipakai sebagai pegangan awal sebelum menelisik lebih jauh soal kebudayaan dan tradisi di sana.
Karena tujuannya adalah untuk sarana edukasi, sasaran utama museum ini bukan hanya wisatawan. Tapi juga para pelajar yang ingin mengetahui tentang Suku Osing. Baik pelajar asal Banyuwangi maupun luar daerah.
Meski usia museum tergolong baru, Dedy menyebut, museum mini telah banyak dikunjungi para pelajar.
"Jadi ada semacam perubahan orientasi siswa. Misalnya, saat studi tur biasanya pergi ke luar kota seperti Yogyakarta, sekarang bergeser termasuk ke museum mini ini untuk belajar edukasi," sambung dia.
Dedy melanjutkan, museum mini di Desa Kemiren juga terintegrasi dengan layanan lain. Selain berkunjung ke sana, wisatawan atau siswa juga bisa belajar membatik atau mengunjungi kompleks rumah adat Suku Osing.
Pihaknya berharap, keberadaan museum mini juga akan mendukung program Mereka Belajar yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
"Kami canangkan ini juga setelah sertifikasi desa wisata berkelanjutan pada 2020. Dari sana, setiap tahun kami dituntut punya inovasi. Pada 2021, museum desa ini menjadi salah satu inovasi kami," pungkasnya.
(dte/fat)