Makam Belanda Peneleh merupakan satu dari sekian lokasi yang menjadi saksi bisu beragam sejarah di Kota Surabaya. Bahkan, sebagian besar 'penghuninya' merupakan orang berpengaruh pada zaman Hindia Belanda.
detikJatim mencoba mengamati satu per satu makam serta nisan yang berada Jalan Makam Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya. Seperti nama dan peruntukannya, terdapat beragam nama 'londo', ukiran, hingga lambang keyakinan.
Seketika, detikJatim tertuju pada sebuah makam yang memiliki nisan berwarna hitam pekat nan usang. Makam ini retak pada beberapa sisi. Keretakannya sekitar 30 hingga 50 sentimeter. Terdapat pula ukiran dan tulisan di atasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di atas nisan itu bertuliskan ejaan Belanda 'Hier Digt Het Stoffelyk Overschot Van Den Weledelgeb. Heer F.J.H Bayer Ridder Der Okde Van Den Ned Leeuw, Geb. Te Aken Den 4 July 1807, Overlote Soerabaya Den 12 January 1879'.
Pengamat sejarah Surabaya, Kuncarsono Prasetyo angkat bicara perihal itu. Menurutnya, arti dari nisan itu adalah "Di sini terletak sisa-sisa Den Weledelen Heer F.J.H Bayer Ridder Der Okde Van Den Ned Leeuw, Lahir 4 Juli 1807, meninggal di Surabaya, 12 Januari 1879,".
Pria yang akrab disapa Mas Kuncar ini menjelaskan, memang ada pelbagai tokoh Hindia Belanda yang dimakamkan di Peneleh. Ia mengeklaim, ada sejumlah jasad yang semasa hidupnya memegang teguh agama dan komunitas kepercayaan yang kini sudah hampir punah di bumi pertiwi.
Menurutnya, keyakinan yang ada pada saat kolonial berkuasa saat itu memang gamblang, berbeda halnya dengan saat ini. Namun, nisan para mendiang yang ada di makam Peneleh, memperkuat akan keberadaan mereka.
Salah satunya adalah makam F.J.H Bayer Ridder. Kuncar menyatakan, lambang Freemason berbentuk jangka dan penggaris di sisi bawah nisan adalah salah satu penanda bahwa semasa hidup, ia menjadi anggota atau pengurus di komunitas Freemason.
Sontak, tersemat pertanyaan siapa kah sosok F.J.H Bayer Ridder?
![]() |
Dilansir dari beragam sumber yang diperoleh detikJatim, Bayer adalah pionir pemilik pabrik baja di Kota Pahlawan. Semasa hidupnya, ia dikenal sebagai pebisnis besi murni yang sempat jaya pada masanya.
Pantas saja nisan di atas jasadnya berbahan baja murni. Lengkap dengan ukiran tinta emas pada setiap tulisan yang tersemat di atasnya. Hal ini juga diamini Kuncar.
"Mangkakno, nak ndukur makam'e onok nisan tekok baja murni sing utuh (Makannya, di atas makamnya ada nisan yang terbuat dari dari baja utuh)," kata Kuncar saat ditemui detikJatim, Jumat (27/5/2022).
Menurutnya, lambang jangka dan penggaris di nisan baja milik Bayer memang menandakan ia adalah penganut Freemason kala itu. Sayangnya, sejarah dan detial jejak serta peninggalannya pada era ini sukar diketahui. Ada yang hilang, rusak, bahkan tak terdeteksi sekali pun.
"Sampeyan delok, jangka karo penggaris segitiga iku, jaman biyen iku lambang Freemason. Dadi, wong iki pas sek urip nganut iku (Anda lihat, jangkar dan penggaris itu, zaman dulu itu lambang Freemason. Jadi, orang ini pas masih hidup ya menganut itu)," jelas dia.
Kemudian, Kuncar mengaku tak dapat membayangkan bagaimana para petugas makam dan keluarga saat mengangkut hingga memasang nisan kala itu. Mengingat, baja murni dengan kualitas terbaik pada masanya tak seringan bentuk yang dipandang.
"Sing aku nggumun, jaman biyen iku yok opo ngangkut'e, iki wesi baja antep loh, kualitas Eropa jaman biyen iku apik, gak koyok saiki (Yang saya heran, zaman dulu itu bagaimana mengangkut nisannya, ini besi baja berat loh, kualitas Eropa zaman dulu itu bagus, tidak seperti saat ini)," ujar mantan pewarta tulis di sebuah surat kabar lokal di Surabaya itu.
Ia meyakini, nisan tersebut memiliki berat hingga sekian kuintal. Bahkan untuk mengangkutnya, tak bisa asal-asalan dan diangkut oleh segelintir orang saja.
"Lek umpomo diusungi wong sitik yo gak kuat, iki baja murni (Seumpama diangkat orang sedikit ya tidak kuat, ini baja murni)," tuturnya.
Sejarah PT Boma Bisma Indra (BBI)
Dilansir dari laman resmi dan beragam sumber, PT Boma Bisma Indra (BBI) Persero, berdiri jauh sebelum kemerdekaan RI 1945. Sebelum diakuisisi pemerintah RI, perusahaan itu dibentuk, dimiliki, dan dijalankan oleh Bayer. Dalam perjalanannya kala itu ada pula peran serta dari negara Belanda.
Alkisah, sebelum menjadi BBI, tahun 1865 perusahaan itu bernama De Bromo NV. Lalu, tahun 1867 berganti nama De Industrie NV. Pada tahun 1918, perusahaan Belanda berganti nama lagi. Saat itu, julukannya menjadi De Vulkan.
Lalu, tahun 1957 atau 12 tahun setelah kemerdekaan RI, perusahaan milik Bayer tersebut dinasionalisasikan menjadi PN Indra, PT Boma, dan PN Bisma. Dalam progresnya, ketiganya bergerak di bawah naungan Departemen Perindustrian. Atau, bisa disebut sebagai anak perusahaan di zamannya.
![]() |
Berselang 14 tahun atau di tahun 1971, PT BBI resmi didirikan. BBI sendiri adalah peleburan dari 3 perusahaan itu. Kemudian, di tahun 1989, PT BBI mengambil alih 100% PT Bromo Steel Indonesia (PT Bosto).
Namun, saat zaman krisis moneter setelah orde baru rampung di 1998, PT BBI kembali dirombak. Sebab, sesuai Peraturan Pemerintah nomor 35 tahun 1998 dan instruksi presiden nomor 15 tahun 1998, statusnya saat itu menjadi anak perusahaan PT Pakarya Industri (Persero).
Tak lama, yakni di tahun 1999, ada perubahan anggaran dasar PT Pakarya Industri Persero. Selanjutnya, ikon dan namanya menjadi PT Bahana Pakarya Industri Strategis (BPIS) Persero. Seketika itu lah, PT BBI menjadi salah satu anak perusahaan PT BPIS.
Kemudian, terdapat pembubaran PT BPIS Persero di tahun 2002. Lalu, juga terjadi penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke PT BBI. Dalam progresnya yang berlangsung kala itu, membuat PT BBI menjadi persero kembali. Namun, tetap berada di bawah naungan Kementerian Negara dan BUMN.
Berdasarkan data yang diperoleh detikJatim, 2008 menjadi format terakhir PT BBI. Berdasarkan perubahan anggaran dasar PT BBI yang disahkan Menkumham RI kala itu menyebut, tujuan PT BBI didirikan yakni guna menunjang serta melaksanakan program pemerintah. Terlebih, pada sektor pembangunan, pun dengan perekonomian di Indonesia.
Selain itu, peruntukannya juga dalam bidang industri konversi energi. Begitu juga pada sektor permesinan, sarana dan prasarana industri, hingga jasa dan perdagangan serta agro industri.
Kendati demikian, tak banyak khalayak yang mengetahui perihal itu. Hal tersebut kian diperkuat dengan sematan sejarah dari Kuncar yang menyebut Tuan Bayer semasa hidup memiliki pabrik bernama De Bromo. Dalam perjalanannya, ketika era kemerdekaan RI, pemerintah dinasionalisasikan pabriknya. Kemudian, julukannya berganti menjadi PT Boma Bisma Indra (BBI) Persero.
"Dulu, BBI (PT Boma Bisma Indra) di Jalan KH. Mas Mansyur 229 Surabaya," tuturnya.
Sayangnya, kisah itu pun belum terkuak secara utuh dan terangkum secara detil hingga kini. Sebab, hanya ada secerca temuan yang saat ini kondisinya sudah lapuk termakan zaman dan sejumlah faktor lain.
(hil/dte)