Mengintip Tradisi 'Nabbhu Ronjhengan' Warisan Budaya yang Terkikis Zaman

Mengintip Tradisi 'Nabbhu Ronjhengan' Warisan Budaya yang Terkikis Zaman

Chuck Shatu Widarsa - detikJatim
Selasa, 01 Feb 2022 07:00 WIB
Menilik Tradisi Nabbhu Ronjhengan Warisan Budaya yang Terkikis Zaman
Tradisi memainkan alat penumbuk padi (Foto: Chuk Shatu Widarsha/detikcom)
Bondowoso - Sebuah warisan budaya di Bondowoso dan sekitarnya berupa tradisi 'Nabbhu Ronjhengan' saat ini mulai langka. Bahkan bisa dibilang nyaris punah dikikis zaman.

Padahal, pada zaman dulu khususnya di kawasan Tapal Kuda, yakni Situbondo, Bondowoso, Jember, Lumajang, serta Probolinggo, tradisi memainkan alat penumbuk padi ini sangat akrab di telinga masyarakat.

Seni tradisional ini dikenal dengan istilah 'Nabbhu Ronjhengan'. Dalam bahasa Indonesia artinya menabuh ronjhengan.

Cara memainkannya juga cukup sederhana. Yaitu alu diketukkan ke lesung panjang oleh beberapa orang. Jadilah irama yang rancak, dan terasa nyaman didengar. Biasanya disertai kidungan-kidungan.

Ronjhengan atau lesung berbentuk panjang merupakan alat untuk menumbuk hasil pertanian. Misalnya padi, jagung, kedelai, atau lainnya. Berfungsi seperti lesung. Tapi bentuknya memanjang, mirip perahu atau sampan.

Sama dengan lesung. Ronjhengan menggunakan alat pendukung lainnya berupa alu, yang dalam bahasa lokal (Madura) disebut gentong. Yakni batang kayu berbentuk panjang seukuran lengan orang dewasa.

Baik ronjhengan, lesung, maupun gentong terbuat dari kayu utuh tanpa sambungan. Ronjhengan biasanya terbuat dari gelondongan kayu berukuran besar, kemudian dilubangi sebapai alas penampang.

Menilik Tradisi 'Nabbhu Ronjhengan' Warisan Budaya yang Terkikis ZamanTradisi 'Nabbhu Ronjhengan' di Bondowoso/ Foto: Chuk Shatu Widarsha

Alat ini berfungsi sebagai penumbuk. Jika lesung bisa dilakukan menumbuk oleh 2-3 orang secara bersamaan, ronjhengan bisa dilakukan oleh lebih banyak, yaitu 8-10 orang. Karena bentuknya memanjang.

Menurut seorang pemerhati dan pegiat sejarah di Bondowoso, Tantri Raras Ayuningtyas, M. Pd, tradisi nabbhu ronjhengan merupakan warisan budaya peninggalan nenek moyang, khususnya di kawasan Tapal Kuda.

"Sayangnya, nabbhu ronjhengan ini sudah hampir punah. Padahal, pada tradisi ini terkandung filosofi rasa suka cita petani saat panen padi tiba, dan dengan hasil memuaskan," beber perempuan yang juga Tim Ahli Ijen Geopark bidang budaya ini saat dikonfirmasi, Selasa (1/2/2022).

Makna filosofi lebih jauh dari tradisi nabbhu ronjhengan ini, imbuh Tantri, kebersamaan para perempuan petani dalam menumbuk padi sambil memainkan ronjhengan dan gentong sebagai hiburan.

Sementara menurut salah seorang warga Maskuning Kulon, Pujer, Buk Sainiyeh (65), tradisi nabbhu ronjhengan saat ini sudah hampir punah tergerus zaman. Itu karena alat tersebut saat ini sudah tak lagi difungsikan.

"Peran lesung atau ronjhengan sudah diganti selep. Kalaupun ada yang kenal atau bisa memainkan musik ronjhengan, pasti umurnya sudah di atas 70 taunan," cetus Buk Sainiyeh, sambil tertawa.


(fat/fat)


Hide Ads