Salah satu tradisi yang masih terjaga hingga saat ini dalam masyarakat Sasak di Lombok adalah begawe. Tradisi begawe terus dipegang teguh oleh masyarakat Sasak sebagai warisan budaya yang tak ternilai.
Pengertian Begawe
Jurnal 'Tradisi Begawe Masyarakat Muslim Suku Sasak dalam Perspektif Islam' yang ditulis Subki dan Ahmad Zaenuri menjelaskan istilah begawe berasal dari kata "bega" (bodoh) dan "gawe" (berfungsi dan berguna). Begawe kemudian diartikan sebagai kegiatan berguna meskipun sering kali berhubungan dengan pengeluaran berlebihan.
Acara begawe di masyarakat Lombok, khususnya Suku Sasak, diadakan sebagai ungkapan rasa syukur atas pencapaian sesuatu. Tradisi begawe biasanya dilaksanakan dalam berbagai hajatan, seperti pernikahan, khitanan, keberangkatan haji serta memperingati sembilan hari wafatnya anggota keluarga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Makna Begawe
Tradisi begawe pada masyarakat Sasak di Lombok memiliki makna untuk mempererat hubungan sosial dan memperkuat nilai-nilai gotong royong. Melalui acara ini, masyarakat secara kolektif terlibat dalam berbagai persiapan dan pelaksanaan kegiatan, seperti memasak bersama, mendirikan tenda, dan membantu dalam proses acara. Setiap anggota masyarakat memiliki peran penting sehingga tradisi ini menjadi ajang untuk memperkuat solidaritas dan kerja sama.
Pelaksanaan Begawe
Pelaksanaan begawe biasanya diputuskan melalui musyawarah, tetapi orang yang mengadakan hajatan berperan sebagai penentu. Setelah keputusan diambil, peran-peran dalam acara akan dibagi. Aman Gawe adalah orang yang mengontrol jalannya acara, Ran bertugas sebagai tukang masak, Inan Nasiq adalah orang yang menyajikan nasi, dan Aman Kupi bertanggung jawab menyiapkan minuman, seperti kopi.
Makanan dalam Ritual Begawe
Berikut adalah menu makanan yang biasa dihidangkan dalam tradisi begawe.
- Sayur Ares
- Sayur Nangka
- Gulai
- Sate Pusut
- Urap-Urap
- Pelecing
- Kerupuk Lendong (kulit sapi)
- Bebalung
- Rengginang
- Peyek
- Wajik
- Cerorot
- Abuk
- Jajan Bantal
- Pesor
- Tujak
- Pelemeng
Artikel ini ditulis oleh Firga Raditya Pamungkas, peserta Magang Kampus Merdeka di detikcom.
(hsa/hsa)