Isu pembayaran royalti musik kian ramai diperbincangkan. Di tengah polemik tersebut, sejumlah pelaku usaha kafe dan restoran di Surabaya mengaku masih bersikap hati-hati dan menunggu kejelasan aturan dari pemerintah.
Sejumlah kafe di Surabaya juga masih memutar musik seperti biasa. Salah satunya seperti yang dilakukan Toko Kopi Padma, kafe di kawasan Jalan Tunjungan. Salah satu pekerjanya, Ivan Raditya, mengatakan sejauh ini belum ada surat resmi yang diterima dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) terkait royalti.
"Masih tetap sama setel musik, tapi pas hari kemerdekaan kemarin kita juga sempat setel musik kemerdekaan. Cuma kita lihat dulu musisinya ada yang terlalu mempermasalahkan atau tidak, ada juga sebagian yang mempermasalahin. Jadi selektif kita. Setahu saya belum ada surat dari LMKN soal royalti," ungkap Ivan saat ditemui, Selasa (19/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal senada disampaikan pemilik kafe kawasan Surabaya Utara, Roemah Akiq, Abdullah yang menyebut belum pernah mendapat pemberitahuan soal kewajiban membayar royalti dan selama ini hanya menggunakan musik dari platform legal berlangganan. Ia pun masih memutar musik seperti biasa untuk menghidupkan suasana.
"Kami langganan aja kayak di aplikasi. Belum ada info soal royalti LMKN. Kalau ada pasti kan keberatan karena di satu sisi menambah beban operasional. Kami juga bukan pertunjukan dan sebagainya yang dikomersilkan, kami cuma jual produk dagangan kami aja," jelasnya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa pihaknya tetap mendukung musisi lokal. Namun, jika aturan royalti diberlakukan secara tegas, dirinya akan mencari alternatif hiburan yang tidak membebani biaya tambahan.
"Kami sebenarnya mendukung aja musisi itu. Kalau kebijakannya diterapkan mungkin kami akan berupaya cari opsi yang non royalti ya," sambungnya.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jatim, Ferry Setiawan mengakui di Jawa Timur, khususnya Surabaya, belum ada pergerakan signifikan dari para pengusaha kafe-resto terkait pembayaran royalti.
"Sejujurnya kalau dari Jawa Timur ya, belum ada pergerakan yang signifikan ya, dari apa namanya, kami sendiri karena ya aturannya masih abu-abu juga kan, itu yang pertama. Jadi, masih banyak kafe-resto yang memasang lagu," ujar Ferry.
Namun, Ferry mengungkapkan dirinya memiliki beberapa brand restoran, termasuk yang bersifat franchise. Ia menyebut salah satu brand yang berpusat di Jakarta telah mengeluarkan surat internal untuk mematikan pemutaran musik.
"Nah, pusatnya ini kan di Jakarta ini. Nah, itu udah kasih surat internal memang ke kami untuk matikan nih, untuk apa namanya, lagunya seperti itu," terangnya.
Namun, untuk brand yang sepenuhnya ia kelola sendiri, Ferry mengaku masih tetap memutar musik karena belum ada kepastian hukum yang jelas.
"Cuma kalau dari kami sendiri sih, saya punya brand sendiri pun juga tanpa ada arahan dari pusat ya, kami masih putar (musik) juga. Karena kan sebenarnya kebijakannya juga masih abu-abu," paparnya.
Ferry menyebut, dirinya baru mendapat informasi terbaru bahwa DPR RI sedang menindaklanjuti polemik ini melalui jalur resmi.
"Barusan ini tadi kan saya juga dapat informasi ya, dari apa Pak Sufmi Dasco itu wakil ketua di DPR RI itu kan akan mengambil sikap ya, untuk menyelesaikan polemik pembayaran royalti ini ya. Yang mana ya supaya semuanya segera clear dan juga penyempurnaan aturan," katanya.
Menurutnya, pelaku usaha masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah dan berharap proses sosialisasi dilakukan secara adil dan menyeluruh. Ferry juga membantah informasi bahwa biaya royalti dibebankan kepada konsumen.
"Tidak ada, tidak ada. Sejauh ini tidak ada (pembebanan royalti ke konsumen)," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa dari sekitar 500 anggota Apkrindo di Jawa Timur, belum ada yang menerima surat resmi dari LMKN. Namun, baru-baru ini salah satu anggota mendapat pemberitahuan tertulis terkait pendaftaran pengelolaan royalti.
"Ini saya punya member itu 500 sekitar pengusaha cafe resto Jawa Timur, khususnya Surabaya. Belum ada satupun yang info ke saya dapat surat dari LMKN. Nah, baru ini kemarin salah satu member saya dapat surat pemberitahuan juga untuk salah satu cafe di Surabaya terkait pelaksanaan ketentuannya tersebut tentang pengelolaan royalti Hak Cipta," katanya.
Ferry sendiri menegaskan pihaknya akan mendukung kebijakan soal royalti selama aturan tersebut adil bagi semua pihak.
"Royalty selama kita ini sama-sama tidak dirugikan dan sama-sama menguntungkannya kita pasti support. Tapi ya balik lagi jangan melihat kebijakan itu dari satu sisi saja. Karena ibarat koin selalu akan ada di dua sisi. Seperti itu selama sudah mencapai mufakat ya saya rasa kita pasti akan support lah pengusaha ini," ucapnya.
Namun, ia berharap ada sosialisasi dari pihak terkait dan berharap kebijakan yang dibuat ke depan tidak bersifat tiba-tiba tanpa dialog terlebih dahulu.
"Kita itu selalu tidak dapat sosialisasi langsung surat panggilan ataupun surat edaran. Seperti itu. Itu yang mungkin ya bisa jadi masukan agar lebih elegan lagi dalam membuat suatu kebijakan itu harus ada yang namanya kita sama-sama dapat sosialisasi dulu ya kan. Baru dieksekusi. Jangan semua-semua itu langsung dipukul rata," pungkas Ferry.