Seiring perkembangan zaman, keberadaan barbershop kian menjamur di Surabaya. Hal itu diakui oleh pemilik Shin Hua, salah satu barbershop tertua di Indonesia yang ada di Surabaya.
Salah satu pewaris barbershop Shin Hua, Freddy Koestanto (74) yang memiliki nama China Tan Ting Kok mengakui bahwa saat ini pelanggan yang datang semakin sedikit. Barbershop itu pun sepi.
Dia tidak ingin mengatakan bahwa fakta itu imbas kalah bersaing dengan barbershop kekinian yang menjamur, tapi karena pelanggan tetap Shin Hua memang sudah tidak ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak yang sudah tua, ada yang sudah meninggal juga," kata pria yang akrab disapa Eddy itu saat ditemui detikJatim di barbershop yang dia kelola, Sabtu (22/7/2023).
Eddy pun mengenang masa kejayaan usaha pangkas rambut yang didirikan ayahnya sejak tahun 1911 atau 112 tahun silam.
Dia ceritakan bahwa setelah pertama kali dibuka itu, setiap harinya Barbershop Shin Hua menerima puluhan hingga ratusan pelanggan yang datang silih berganti.
"Dulu itu jam enam pagi sampai sore pasti ramai. Barengan ramainya sama resto makanan di sebelah ini," katanya.
Bahkan, kata Eddy, saking ramainya orang yang datang ayahnya kerap kewalahan. Waktu untuk makan pun harus bergantian.
"Makan bareng keluarga nggak bisa, kecuali pas makan malam. Itu pun harus ditutup dulu biar tidak ada yang masuk, baru kita bisa makan bareng," kenangnya.
Meski Shin Hua yang berarti kembang baru atau bermekaran saat ini sudah tidak semekar namanya, Eddy bangga telah merawat dan melanjutkan usaha ayahnya hingga saat ini.
Tapi keyakinannya tidak berubah, sesuai tradisi China yang dia yakini bahwa usaha turun temurun harus berhenti di generasi kedua, dia tidak akan mewariskan barbershop itu kepada anak-anaknya.
"Generasi ketiga ya anak-anakku. Saya bilang ke mereka 'nak, ojok diterusno potong rambut iki, kamu harus obah' (jangan diteruskan usaha ini, kamu harus bergerak)," ujarnya.
Eddy yang selama ini mengelola barbershop itu bersama adiknya, Tejo yang bernama China Tan Tun Kuang berkomitmen tetap melayani pengunjung selama dirinya masih hidup.
"Tenang, siapapun yang datang, selama saya masih hidup, pasti saya layani," katanya.
Riwayat Shin Hua Barbershop di Surabaya. Simak halaman selanjutnya.
Sejarah barbershop di dunia memang cukup panjang. Tapi di Indonesia, pangkas rambut yang menyediakan tempat di dalam gedung dengan kursi yang nyaman dan kaca yang besar di era kolonial, jumlahnya mungkin tidak banyak.
Barbershop Shin Hua di Surabaya adalah salah satunya. Barbershop yang berdiri sejak tahun 1911 itu diakui oleh Presiden Jokowi sebagai yang tertua di Indonesia. Jokowi menyampaikan itu saat mengundang Eddy dan Tejo, para pewaris Shin Hua ke Istana Negara.
Riwayat barbershop Shin Hua bermula 112 tahun silam ketika Tan Shin Tjo, ayah Eddy dan Tejo pertama kali membuka barbershop yang sampai saat ini berada tepat di tikungan Jalan Kembang Jepun ke Jalan Husin, Surabaya.
Tan Shin Tjo adalah warga asli Hokkiu, China yang merantau ke Hindia Belanda untuk mendirikan barbershop bersama rekannya di China. Mereka pun datang ke Surabaya untuk membuka barbershop itu di kawasan yang saat ini menjadi kawasan pecinan.
"Saat itu, ayah saya dapat tawaran bekerja dan bisnis dari rekannya di Cina, lalu datang ke Surabaya dan membuka usaha ini (barbershop). Shin Hua itu artinya kembang baru yang bermekaran," ujar Eddy, anak Tan Shin Tjo yang mendapat amanah untuk meneruskan usaha pangkas rambut itu.
Ketika detikJatim berkunjung ke barbershop itu, suasana klasik sudah terasa sejak di halaman. Gaya daun pintu yang lebar dan pondasi bangunan yang kokoh menunjukkan ketuaan barbershop tersebut.
Setelah melewati 16 anak tangga menuju ke lantai 2, akan terlihat sebuah papan kayu dengan tulisan latin dan aksara Han, Tiongkok: Shin Hua. Dalam bahasa Tiongkok, nama Shin Hua berarti bunga baru atau bermekaran. Tapi nasibnya kini tidak seperti makna nama tersebut.
Tejo, adik Eddy sempat menunjukkan sejumlah piranti klasik yang dipakai untuk mencukur rambut. Kursi, alat cukur, hingga cermin yang digunakan menurut Tejo sudah berusia setengah abad lebih.
"Sebagian baru, sebagian peninggalan ayah saya," kata pria berusia 67 tahun itu.