Tahun 2023, tak semua orang bisa membeli LPG 3 kg. Pembelian LPG 3 Kg bisa jadi harus dilakukan dengan menunjukkan KTP.
Lima kecamatan telah diuji coba dengan cara itu. Dan kebijakan tersebut direncanakan secara bertahap di seluruh wilayah Indonesia.
Bagaimana pendapat agen pangkalan LPG di Surabaya terkait kebijakan tersebut?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Didik salah satu agen pangkalan di kawasan Gubeng mengaku belum mendapatkan informasi terkait kebijakan tersebut
"Belum ada (informasi)," kata Didik kepada detikjatim, Jumat (23/12/2022).
Menurut, Didik jika kebijakan tersebut benar-benar dilakukan pada tahun depan. Ia khawatir akan menjadi ribet untuk para konsumen.
"Kalau menurut saya tambah ribet. Sebab customer saya saat ini ekonomi ke bawah. Kita nggak kirim ke perumahan yang besar-besar. Kecuali di POM/SPBU," ungkap Didik.
Didik yang telah 8 tahun menjadi penjual LPG 3 Kg, itu hanya menjual elpiji bersubsidi ke wilayah perkampungan. Ia mengaku tidak menjadi soal jika kebijakan itu diberlakukan.
"Kita nggak masalah. Cuman orang-orang konsumen. Biasanya komennya 'alah tuku ngene ae nggawe KTP'. Itu salah satu contoh," ungkap Didik.
Didik mengaku tidak khawatir bila kebijakan itu berimbas kepada omzetnya yang mungkin akan turun.
"Tidak masalah, rezeki sudah ada yang mengatur," jelas Didik.
Hal yang sama disampaikan oleh Sumadi warga Gubeng pemilik pangkalan Elpiji 3 Kg. Ia mengaku baru mengetahui informasi kebijakan itu di grup-grup WhataApp. Sumadi mengaku menunggu keputusan regulasi resmi.
Sebab nanti, akan bisa membantu para penjual untuk mengetahui secara pasti mana warga yang harus berhak menerima subsidi meski dengan KTP.
"Jadi nggak kesulitan untuk memilah-milah warga yang memang betul-betul warga miskin. Jadi kalau pakai KTP apa nggak ribet. Mungkin yang beli nggak ribet, cuman kita yang juga yang mana yang dipilah untuk warga miskin. Jadi nanti sistemnya gimana kami juga kurang paham," ungkap Sumadi.
Sumadi yang merupakan pemilik pangkalan Elpiji, secara struktur ia mendapatkan pasokan dari SPBE ke agen, kemudian ke pangkalan lalu ke pengecer.
"Kalau saya ke toko-toko, lha kalau dari toko ke konsumen langsung pakai KTP itu gimana (sistemnya), mungkin itu perlu pengkajian yang serius," ujar Sumadi.
"Harapannya kalau tepat sasaran boleh ya, tapi untuk penjualan, masyarakat di sini kebanyakan masyarakat yang betul-betul membutuhkan, cuma kategorinya warga miskin dan mampu itu gimana," lanjut Sumadi.
Selain itu, jika benar-benar di terapkan, Sumadi juga berharap ada peran dari pihak kelurahan untuk mengetahui data secara pasti setiap warga.
(dnp/iwd)