Perajin Tenun Ikat Tradisional Mojokerto Kembangkan Motif Khas Majapahit

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Jumat, 02 Des 2022 12:27 WIB
Perajin tenun ikat Mojokerto (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim
Mojokerto -

Bicara fashion, Kabupaten Mojokerto kini tak kalah dengan daerah lain. Selain banyak pilihan batik tulis yang kaya akan motif-motif unik, Bumi Majapahit juga mempunyai perajin tenun ikat tradisional. Motif tenun yang dihasilkan mempunyai ciri khas sehingga layak menjadi rujukan para pecinta busana etnik.

Tenun Ikat RH Lestari di Dusun/Desa Kedunguneng, Kecamatan Bangsal masih menjadi satu-satunya industri kecil tenun ikat tradisional di Kabupaten Mojokerto. Bisnis yang ditekuni pasangan Budhi Iswanto (38) dan Lina Hidayati (37) sejak 2008 ini menghasilkan beragam motif tenun ikat tradisional.

Menariknya lagi, Budhi kini memproduksi tenun khas Kabupaten Mojokerto. Salah satunya tenun bermotif Surya Majapahit dan Candi Wringinlawang. Motif Surya Majapahit telah ia patenkan sebulan lalu. Selain itu, kain yang dihasilkan berwarna kalem. Antara lain merah, biru toska, hijau, cokelat dan hitam.

"Tenun kami mempunyai motif ikonik yang perajin lain belum ada. Keunggulan lainnya tenun kami dingin dan nyaman dipakai, warnanya tidak akan pudar," kata Budhi kepada detikJatim di rumahnya, Jumat (2/12/2022).

Bapak dua anak ini memanfaatkan sebuah ruangan di bagian belakang rumahnya untuk memproduksi tenun ikat tradisional. Di tempat inilah bahan baku benang katun melalui proses panjang selama 2 pekan sampai menjadi lembaran kain.

Tahap pertama pembuatan benang dasar berbahan benang katun impor dari India seharga Rp 220 ribu per Kg. Benang dasar lebih dulu diwarnai menggunakan pewarna naptol dan indantren. Selanjutnya benang dasar melalui proses ngeban, yakni dibentangkan pada alat tenun bukan mesin (ATBM).

Perajin tenun ikat Mojokerto/ Foto: Enggran Eko Budianto

Satu ATBM diisi dengan 84 ban benang dasar selebar 90 cm. Setiap ban terdiri dari 35 putaran benang. Jarak antar ban dibuat sekitar 1 cm. Benang yang dibutuhkan pun sangat panjang, yaitu 3.200 helai. Panjang masing-masing helai benang mencapai 35 meter.

"Saya pilih benang impor dari India karena kualitasnya lebih kuat dan mudah menyerap warna daripada benang lokal. Begitu juga benang untuk pakan," terangnya.

Menyiapkan benang pakan menjadi tahap kedua. Budhi menggunakan benang katun putih polos seharga Rp 200 ribu per Kg. Awalnya benang ini digulung ke 55 gulungan yang dipasang di sebuah kerangka kayu. Selanjutnya 55 benang pakan melalui proses ngerek, yakni digulung di sebuah kerangka kayu selebar 94 cm.

Setelah benang pakan berada di bingkai, barulah Budhi menggambar motifnya. Proses pun dilanjutkan dengan mengikat motif menggunakan tali rafia agar tidak tembus air. Gulungan benang pakan lebih dulu direndam dengan air deterjen satu hari satu malam agar mudah meresap saat dicelupkan ke pewarna naptol dan indantren.

"Kalau sudah pewarnaan, ikatan dilepas semua, lalu benang melalui proses pindah, yakni benang pakan dipecah per helai, setiap helai digulung. Butuh waktu 3 hari paling cepat untuk memecah benang per helai," ungkapnya.

Pembuatan tenun lantas diserahkan ke 2 karyawati yang mengoperasikan ATBM. Benang dasar dan benang pakan ditenun hingga menjadi lembaran kain. Rata-rata satu pekerja hanya mampu menenun 1 potong kain per hari. Masing-masing kain berukuran 90 x 250 cm. Terakhir, kain dicelupkan ke pewarna untuk mewarnai motif yang sudah dibuat.



Simak Video "Video: Fadli Zon Nobatkan Cevi Yusuf Jadi Raja Kebudayaan Banjar Kalimantan"

(abq/fat)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork