Gubernur Khofifah Indar Parawansa menyerukan warga Jawa Timur memakai atau memborong produk UKM untuk Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah. Salah satunya kain tenun asal Lamongan.
Lamongan bukan hanya dikenal dengan Pecel Lele atau Soto Lamongan-nya saja. Kota ini juga punya kerajinan tangan yang cukup khas hasil keluhuran budaya masyarakatnya. Di Kecamatan Maduran misalnya, ada hasil karya seperti itu yang sudah berumur tiga dekade dan bisa dibilang hidden gems.
Adalah Desa Parengan, Kecamatan Maduran, Lamongan yang diusulkan menjadi salah satu Desa Devisa di Jatim ke Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Sentra Industri Kain Tenun Ikat Parengan di desa ini bahkan sudah merambah ke pasar luar negeri dengan nilai ekspor mencapai Rp 17,7 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat berkunjung ke Desa Parengan beberapa waktu lalu Khofifah mengungkapkan, dengan menyandang predikat Desa Devisa maka daya saing produksi tenun ikat di Desa Parengan akan semakin meningkat dan merambah pasar yang lebih luas lagi.
"Meski namanya tenun ikat, tapi terasa adem saat dipakai. Cocok dijadikan outfit harian, mulai dari dress, kemeja, gamis, dll. Motifnya khas, berupa 'gunungan' yang dibentuk menyerupai gapura. Yuk borong produk UKM Jatim untuk Hari Raya Idul Fitri," ujar Khofifah di akun Instagramnya beberapa waktu lalu.
Sementara Kepala Disperindag Lamongan Muhammad Zamroni mengatakan tenun yang diproduksi di Sentra Kerajinan Desa Parengan, Kecamatan Maduran itu memiliki ciri motif yang khas Lamongan. Salah satunya yakni motif gunung.
Ciri khas lain pada kain tenun ini, kata Zamroni, kain yang lebih halus dan tidak begitu tebal serta memberikan kesan dingin. Dengan begitu kain itu sesuai dengan kondisi geografis Lamongan yang terletak di wilayah Pantura dengan suhu udara yang cukup panas.
"Meski hanya diproduksi di Lamongan, tenun ikat Parengan dari Paradila sudah menembus pasar internasional, di antaranya Somalia dan Timur Tengah" ujar Zamroni katanya saat berbincang dengan detikJatim, Rabu (20/4/2022).
Zamroni mengungkapkan, Sentra Industri Tenun Ikat Parengan pada 2021 lalu telah menerbangkan 4.600 kodi sarung tenun ikat yang menjangkau berbagai negara di Timur Tengah serta Afrika dengan nilai ekspor Rp. 17.755.000.000.
Di Desa Parengan, kata dia, ada 52 unit usaha tenun ikat dengan total pekerja mencapai 2.700 orang dan kemampuan produksi per bulan mencapai 3 ribu potong kain tenun dan 20 ribu lembar sarung. "Tenun ikat Parengan sudah ada sejak zaman kolonial," papar Zamroni.
Dia menyebutkan, tenun ikat Parengan ini dalam pengerjaannya masih menggunakan alat tradisional dari kayu. Meski begitu harga Kain Tenun Parengan ini masih tergolong murah di kisaran Rp 150.000 hingga Rp 900.000 tergantung motif dan kerumitan pengerjaan kain.
"Perajin tenun ikat Parengan ini dulu juga berhasil mencatat rekor MURI Kain tenun ikat colet terpanjang di dunia, yaitu sepanjang 64,20 meter Lebar 87 cm pada 2009 silam," ujarnya.
(dpe/fat)