80 Perajin Tahu di Jombang Mogok Produksi, 3.000 Karyawan Dirumahkan

80 Perajin Tahu di Jombang Mogok Produksi, 3.000 Karyawan Dirumahkan

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Selasa, 22 Feb 2022 06:03 WIB
Produsen Tahu di Jombang Mogok Produksi
Produsen tahu-tempe di Jombang rumahkan ribuan karyawan (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Jombang -

80 produsen tahu di Kecamatan Jogoroto, Jombang mogok produksi tiga hari gara-gara harga kedelai naik. Aksi puluhan perajin tahu tersebut mengakibatkan 3.000 pekerja kehilangan penghasilan.

Ketua Paguyuban Perajin Tahu Jombang, Imam Subkhi mengatakan, saat ini, pihaknya menaungi 80 produsen tahu yang mayoritas tersebar di Desa Sumbermulyo, Mayangan dan Ngumpul, Kecamatan Jogoroto. Rata-rata puluhan produsen tahu tersebut membutuhkan 100 ton kedelai per hari.

Kapasitas produksi harian mereka mencapai 666.667 potong sampai 833.333 potong tahu. Karena setiap 15 Kg kedelai diolah menjadi 100-125 potong tahu. Produk tahu tersebut dikirim ke Jombang, Nganjuk, Mojokerto, Surabaya, Gresik, Lamongan, Malang, Kediri dan Madura.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Paguyuban Perajin Tahu Jombang mogok produksi selama tiga hari. Yaitu 20-22 Februari. Mereka juga meyetop penjualan selama tiga hari. Yakni 21-23 Februari. Aksi para perajin tahu tersebut tentu saja menimbulkan efek domino. Salah satunya pasokan tahu ke pasar-pasar tradisional bakal berkurang.

"Dampaknya yang jelas tenaga kerja kami rumahkan. Kalau di paguyuban kami jumlah karyawan sekitar 3.000 lebih," kata Imam kepada detikJatim, Selasa (22/2/2022).

ADVERTISEMENT

Mahalnya harga kedelai yang menjadi bahan baku tahu menjadi penyebabnya. Saat ini harga kedelai mencapai Rp 11.000 per Kg. Satu bulan yang lalu harganya masih Rp 9.500 per Kg. Menurut Imam, para perajin tahu terpaksa mogok produksi agar tidak terus menanggung rugi.

"Mau bagaimana lagi, kalau kami terus beroperasi setiap hari rugi. Kami bukan mogok atau demo, tapi semata-mata kami putus asa. Kalau kami beroperasi rugi, berhenti kasihan dengan karyawan," terangnya.

Sementara itu, kata Imam, memperkecil ukuran tahu bukanlah solusi terbaik. Karena para perajin khawatir produk mereka justru tidak laku jika ukurannya dikurangi.

"Kalau tidak laku, kami malah rugi dobel-dobel. Misalnya tidak laku, kemudian dijual besoknya, harganya sudah turun. (Memperkecil ukuran tahu) Bisa dijadikan solusi kalau kami serentak memperkecil ukuran," jelasnya.

Sampai hari ini, menurut Imam, belum ada bantuan dari Pemkab Jombang untuk mengatasi mahalnya harga kedelai. Ia berharap pemerintah segera turun tangan agar produksi tahu tetap berjalan.

"Selama setop produksi, kami berupaya meminta bantuan Pemkab Jombang, mungkin harga kedelai bisa diturunkan, atau kami menaikkan harga tahu, itu harapan kami. Sampai hari ini belum ada dinas terkait datang memberikan solusi. Rencana kami ingin minta solusi ke Pemkab Jombang supaya membantu kesulitan kami, biar kami tetap beroperasi," cetusnya.

Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Jombang, Hari Utomo menuturkan, sekitar 80-90 persen kedelai yang dikonsumsi masyarakat Indonesia diimpor dari Amerika Serikat. Naiknya harga kedelai dari Negeri Paman Sam tersebut mengakibatkan harga kedelai di tanah air melonjak.

"Di negara asal, Amerika Serikat harganya tinggi sehingga berpengaruh secara nasional harga kedelai impor maupun lokal naik," ungkapnya.

Sesuai arahan Pemprov Jatim, lanjut Hari, pihaknya sebatas diminta melakukan sosialisasi kepada para produsen tahu dan tempe di Jombang. Ia berharap para perajin tahu dan tempe bersabar. Karena harga kedelai diperkirakan akan kembali normal pada Juni-Juli nanti.

"Kami membantunya insyaallah Rabu lusa memberi edukasi (kepada para perajin tahu dan tempe) kalau memang tidak ada salah di kami. Artinya, memang kondisi nasional. Tentunya dengan cara mengemas hasil produksi dengan harga yang lebih murah, mengurangi kualitas atau ukurannya diperkecil sehingga daya beli masyarakat tetap menjangkau," tandasnya.




(fat/fat)


Hide Ads