Ini Penyebab Air Hujan Surabaya Tercemar Mikroplastik

Irma Budiarti - detikJatim
Senin, 17 Nov 2025 11:30 WIB
Hujan lebat di tengah Kota Surabaya. Foto: Esti Widiyana/detikJatim
Surabaya -

Air hujan di Kota Surabaya kembali menjadi sorotan setelah hasil riset sejumlah komunitas lingkungan menemukan kandungan mikroplastik di dalamnya. Temuan ini menambah daftar panjang kota-kota di Indonesia yang atmosfernya terkontaminasi partikel plastik berukuran sangat kecil, yang berpotensi mengancam kesehatan.

Riset air hujan Surabaya mengandung mikroplastik tersebut dilakukan Jaringan Gen Z Jatim Tolak Plastik Sekali Pakai (Jejak), Komunitas Growgreen, River Warrior, dan Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton).

Menurut Koordinator Penelitian Mikroplastik Kota Surabaya Alaika Rahmatullah, Surabaya berada di peringkat keenam dari 18 kota di Indonesia yang ditemukan mikroplastik di udara dengan tingkat kontaminasi mencapai 12 partikel per 90 cm² dalam dua jam.

"Tingginya tingkat pencemaran mikroplastik dipengaruhi kondisi lingkungan, semisal di Pakis Gelora, menunjukkan kadar mikroplastik tinggi karena terdapat aktivitas pembakaran sampah dan lokasi yang berdekatan dengan pasar dan jalan raya," ujar Alaika, Sabtu (15/11/2025).

Menurut para peneliti, sumber kontaminasi mikroplastik di Surabaya berasal dari berbagai aktivitas harian masyarakat dan industri. Beberapa di antaranya pembakaran sampah plastik hingga gesekan ban kendaraan dengan permukaan jalan.

Selain itu, bisa juga disebabkan aktivitas mencuci dan menjemur pakaian. Kemudian timbunan sampah plastik yang tidak terkelola, polusi industri, hingga asap kendaraan bermotor.

Pengambilan sampel air hujan dilakukan pada 11-14 November 2025 di sejumlah titik, seperti Dharmawangsa, Ketintang, Gunung Anyar, Wonokromo, HR Muhammad, Tanjung Perak, dan Pakis Gelora.

Metode pengambilan sampel menggunakan wadah aluminium, stainless steel, dan mangkuk kaca berdiameter 20-30 cm yang ditempatkan pada ketinggian lebih dari 1,5 meter selama 1-2 jam.

"Dari grafik menunjukkan lokasi paling tercemar mikroplastik adalah daerah Pakis Gelora, yakni sebanyak 356 partikel Mikroplastik(PM)/Liter, disusul Tanjung Perak pada posisi kedua dengan 309PM/L," beber Alaika.

Peneliti Ecoton Sofi Azilan menambahkan bahwa jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan adalah fiber, disusul filamen. Ia menyebut aktivitas pembakaran sampah plastik sebagai salah satu pemicu utama kemunculan partikel fiber tersebut.

"Membakar sampah plastik akan menghasilkan jenis mikroplastik fiber, dari riset sebelumnya yang dilakukan di lokasi dekat tungku pembakaran sampah di Sidoarjo, menunjukkan jenis fiber mendominasi mikroplastik di udara sekitar daerah pembakaran sampah" jelas Sofi.

Untuk menekan risiko kesehatan akibat mikroplastik, para peneliti memberikan rekomendasi, di antaranya melakukan uji mikroplastik secara berkala di udara Kota Surabaya, publikasi atau sanksi sosial bagi warga yang membakar atau membuang sampah plastik sembarangan, dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

Peneliti Growgreen Shofiyah dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menegaskan bahwa kondisi ini harus menjadi alarm bagi warga. Ia juga mengimbau warga untuk tidak menelan air hujan atau membuka mulut saat hujan turun.

"Ini harus menjadi warning untuk tidak membakar sampah terbuka, membuang sampah ke sungai, dan konsumsi plastik sekali pakai berlebihan. Semua lokasi penelitian tercemar mikroplastik. Kondisi ini mengkhawatirkan, dan akan jadi ancaman serius bagi kesehatan warga," terangnya.

Sebelumnya, temuan serupa ditemukan di wilayah Malang Raya. Peneliti Ecoton Rafika Aprilianti menyatakan mikroplastik yang terdistribusi ke atmosfer ikut terbawa ke permukaan melalui hujan, terutama akibat emisi pembakaran sampah plastik dan fragmentasi sampah plastik di ruang terbuka.

"Saat masyarakat membakar sampah plastik, partikel mikroskopis plastik ikut terlepas ke udara bersama asap dan debu," ujar Rafika.

Hasil analisis di Malang menunjukkan seluruh sampel positif terkontaminasi, dengan konsentrasi tertinggi di Blimbing, Kota Malang sebesar 98 partikel per liter.



Simak Video "Video: Respons BMKG soal Air Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik"

(auh/irb)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork